.
Selamat Membaca
.Minho menempelkan kembali gelas besinya untuk tegukan terakhir sambil menatapi meja-meja kosong yang terlihat didepan matanya. Wajahnya terlihat tenang, tapi pikirannya jelas masih berkecamuk mengerikan. Penasaran, takut, dan marah. Ia bertanya-tanya dosa apa yang pernah ia perbuat sampai ia harus menjalani hukuman ini tanpa memiliki pengetahuan didalam kepalanya. Bahkan sesederhana mengingat namanya saja ia tidak sanggup awalnya.
Menjadi satu dari sepuluh anak pertama yang datang ke kotak raksasa yang mengelilinginya membuatnya kesal dan sangat marah. Ia bukan hanya marah karena dirinya harus hidup menderita tanpa pengetahuan. Tapi ia juga marah harus melihat kejadian mengerikan bagaimana teman-temannya yang panik saat terbangun untuk pertama kalinya itu langsung berlari menghindar. Ketakutan dan panik sampai berakhir membenturkan kepalnaya berkali-kali di dinding besar yang mengelilingi mereka sampai berakhir menghilangkan nyawanya sendiri.
Tujuh dari sepuluh anak yang masih bertahan. Tujuh coretan nama yang membuat memori mengerikan itu kembali datang saat melihatnya. Begitu dinding batu akhirnya terbuka, seolah cahaya menghampirinya. Membangkitkan adrenalinnya untuk mencari tahu bagaimana dirinya bisa sampai disana. Bagaimana tempat ini bekerja. Dan apakah ada jalan keluar untuknya bisa kembali pada keluarganya. Keluarga yang ia bahkan tidak yakin akan eksistensinya.
"Kita pernah sepakat untuk tidak mengingat hal-hal yang pernah terjadi, kan?" Suara Alby menginterupsi lamunan Minho. Anak laki-laki itu tersenyum lalu langsung pergi.
Alby sendiri sangat paham bagaimana perasaan temannya itu. Untuk suatu alasan yang sulit dijelaskan, mereka seperti saling mengenal. Merasa sangat familiar satu sama lain sampai kemudian langsung akrab di pagi pertama saat mereka datang. Pada akhirnya, Alby hanya memperhatikan dan tidak bisa melakukan apa-apa. Perasaan orang lain adalah tanggung jawab masing-masing. Ia tidak punya hak untuk mengatur apalagi menghentikan.
"Suatu hari, kita pasti menemukan jawabannya, Minho. Aku berjanji," bisik Alby diam-diam pada dirinya sendiri.
"Alby, sudah semuanya. Ada sesuatu yang kau butuhkan?"
Suara Gally terdengar kemudian. Alby langsung menoleh dan menerima buku yang disodorkan Gally padanya. Ia membaca daftar yang tertulis didalamnya. Mengulangi pemeriksaan dalam kepalanya sampai ia menyerahkan kembali buku itu pada Gally.
"Terima kasih, aku tidak membutuhkan apa-apa lagi." Gally mengangguk paham dan menerima catatannya. Anak laki-laki itu mendekati gubuk kesehatan yang mereka sebut Medjack dan menemukan gadis misterius yang tadi pagi heboh masih belum tersadar.
Gally baru saja mau meninggalkan ruangan itu. Namun panggilan alam seolah menyuruhnya untuk tetap tinggal. Ketika ia memperhatikan lagi wajah anak perempuan yang masih tidak sadarkan diri tersebut. Tiba-tiba Gally langsung sadar ada yang tidak beres.
ㅡbad dreamㅡ
Dalam gelap yang perlahan menjadi remang, mataku terbuka lebar. Ini bukan rumput tempatku terbangun tadi. Tidak ada atap biru terang tak terjamah. Tidak ada dinding beton super tinggi yang mengelilingi sekitar. Yang ada, atap putih bersih dengan suara mesin yang bising mengisi telinga. Kemudian bau asing yang terasa menyengat dan mengganggu.
Aku bangun dari alas tidur dengan duduk sebentar sambil memperhatikan. Aku berada di sebuah ruangan persegi tidak terlalu luas yang beralas keramik putih. Hanya ada satu tempat tidur. Dinding berwarna putih yang memagariku dari tempat lain yang membuat mual saat dilihat terlalu lama. Jendela kaca besar yang terasa mengerikan untuk alasan tidak jelas dalam kepalaku. Dan pintu alumunium tebal yang menjadi satu-satuya jalan keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE
RandomLOVE // THE MAZE RUNNER Alih-alih Teresa, bagaimana bila ada gadis lain yang dikirimkan terlebih dahulu ke Labirin? Seorang gadis yang sengaja diciptakan untuk dibuktikan kekuatannya. Terlihat biasa saja dari luar tapi jelas tidak biasa untuk kapas...