The Day

635 87 8
                                    

Hey there!

Its really good buat bisa update lagi. Apa kabar?

I'm sorry if it takes too long soalnya memang lagi agak sibuk. Malam ini aku memaksakan diri nyisihin waktu buat nulis.

Ini chapter terakhir buat tahun ini ya wkwk karena bulan-bulan berikutnya aku mau fokus ke work special akhir tahun wkwk sama tugas akhir tahun😌. Kalian bisa berpartisipasi dengan cara lihat pengumuman di bagian percakapan scroll sedikit buat baca dan ngasih balasan wkwk. Cek di ya wkwk.

Hai aku revisi wkwk. Yang kemarin itu geli banget dan gajelas😌.

Maap kalau bikin kalian ga nyaman ya. Maaf banget.


Selamat Membaca


───ཹ🌹 ݇-݈


 "You call me what?" Alis Enver menekuk hampir menyatu saat mendengar nama asing dibelakang kalimat Newt sebelumnya.

"Alena," jawab Newt pelan sambil menyunggingkan senyum tipis pada Enver yang menatap penuh kebingungan. "That's you. I know you as Alena, your eyes prove it."

"What? Do you mean?"

"Aku tidak tahu, hanya saja nama itu terus bermunculan dalam bawah sadarku saat lift box metal itu membawaku kemari. Selain suara lembut, berat, gonggongan anjing, suara anak perempuan, suara lain menyebutkan nama itu berulang-ulang." Newt menjeda kalimatnya dan memiringkan wajahnya kearah Enver yang memperhatikan dengan seksama. Tangan Newt dibawa menaikkan kepala Enver agar menatapnya hingga mata mereka benar-benar bertemu. "Aku melihat kilatan sepasang cahaya violet dari ruangan serba putih, dan ketika aku melihatmu, aku hanya tahu jika kau memang Alena."

"That's weird," Enver memalingkan kepalanya.

"Tidak ada yang tidak aneh lagi sejak kita sampai disini, kan?"

Enver terkekeh seraya menyandarkan kepalanya dibatang pohon, menatap keatas dimana bintang-bintang bertabur sangat indah. "Iya kau benar."

───ཹ🌹 ݇-݈


Tiba-tiba saja sudah pagi. Enver kaget begitu alarm disampingnya berdering sangat kencang. Bahkan saking kencang dan begitu menganggetkan membuat Enver sampai terjatuh. Gadis itu mengaduh sambil mengumpat sendirian tidak jelas. Bergumam seperti suara seseorang yang berkumur. Enver akhirnya melihat jam sialan yang masih berdering dan mematikannya.

"Damn, it's 7 am." Gumam Enver segera bangkit untuk merapikan alas tidurnya.

Enver masuk ke bilik kecil yang ada didalam kamarnya, sebuah kamar mandi dengan ember besar berisi air dan papan sebagai alas agar kakinya tidak terciprat air ketika benda cair itu terjatuh ke tanah. Ia berbersih dan segera keluar untuk berpakaian ketika selesai. Kebetulan ini adalah hari yang memang sudah ditunggunya sejak lama. Berlari ke labirin dan mencari jalan keluar, jika saja memang ada. Namun nyatanya harapan memang jauh lebih besar, jauh lebih berbahaya dari rasa takut.

Pakaian yang dipilih Enver adalah pakaian pendek pas badan yang nyaman. Warnanya tidak terlalu gelap namun juga tidak terlalu terang. Ada sepasang sepatu warna coklat yang tersimpan didalam kotak berisi kebutuhanya juga sebuah surat yang terselip yang sengaja tidak ingin Enver baca, belum ingin. Gadis itu sudah siap dengan pakaian tempur yang nyaman.

"ENVER! Wake up!"

Sapaan selamat pagi yang sangat tidak sopan. Enver memutar matanya sebelum berbalik dan melangkah mendekati pintu. Enver juga menghembuskan nafas dan memasang topeng tebal dengan wajah tersenyum. Ia pun membuka pintu.

LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang