The Runner

468 56 5
                                    

Halo semuanya😚
Lonh time no see yekan. Wkwk.
Hari ini aku update nih. Asli 3 jam lebih nulis ini. Padahal ya gini-gini ajaa. Aku ngebut bgt sumpah

Btw tadi sore kan aku bikin pengumuman. Kalian pada dapat notifnya ngga? Soalnya aku nih belum teralu ngerti sama fitur di wattpad. Mohon di maklumi yaa.

Coba tolong kasih tahu aku kalian dapat notif dari pengumumanku nggak.

Makasiih

Dan here the main coast


Selamat Membaca
•••••

───ཹ🌹 ݇-݈

Newt menceritakan penemuannya pada Alby dengan sangat lengkap. Bagaimana sinar laser yang menyala beberapa saat sekali menimpannya. Kemudian jendela kaca yang ditemukannya. Informasi yang begitu lengkap membuat Alby mengangguk paham pada penyampaian Newt yang sederhana.

Percakapan yang begitu rahasia sampai mereka harus beberapa kali terlihat bercengkrama agar tidak ada yang curiga. Begitu seru sampai keduanya tidak sadar teko air yang diletakan di meja sudah berkurang hampir mencapai dasar.

"Seru sekali sampai air sebanyak itu kalian habiskan berdua," suara Enver menginterupsi dua remaja yang berbicara pelan-pelan sambil menunduk di kursi mereka.

Keduanya tampak cukup terkejut sebab langkah Enver yang sangat halus tidak ditangkap oleh pendengaran mereka. Newt sampai tersedak dan Alby hanya tertawa-tawa meresponnya. Berusaha menekan kecurigaan sebab segalanya seperti mustahil disembunyikan jika Enver sudah menaruh penasaran yang begitu besar.

Alby mengigit apel miliknya yang sudah dikupas. Mengunyah sampai menelan sebelum merespon kalimat yang dilontarkan oleh Enver.

Remaja itu tersenyum tipis, "sangat seru, apa kau mau bergabung?"

Kepala Enver memiring beberapa kali sampai ia memutuskan menggeleng. "Tidak, aku sangat mengantuk. Selamat malam," Enver merebut apel Alby sebelum pergi. "Taste like spons." Gadis itu mengatai apel yang tanpa baju di tangannya.

"Kembalikan padaku kalau begitu."

"Catch!" Enver berteriak tiba-tiba sambil melemparkan apel yang tak sama lagi bentuknya. "Thank you!"

Kembali pada suasana malam yang ia kenal, Enver meletakan buku yang diambilnya dari luar pada meja yang ada disamping ranjang. Enver tidak pernah membawa buku kedalam gubuknya, namun kali ini ia melakukan hal yang tidak pernah dilakukannya.

Lilin minyak bakar yang menyala diperhatikannya sebentar. Kilatan yang menari-nari begitu lembut akibat usapan angin malam. Enver merasakan mungkin itulah yang sedang terjadi pada mereka sekarang. dikendalikan oleh sesuatu atau seseorang dalam bayang-bayang. Enver bersumpah akan menangkap siapapun yang sudah menganggu hidupnya.

Harus sepadan dengan apa yang telah mereka lakukan pada dirinya dan teman-temannya. Mungkin menghancurkan peradaban yang dibangun. Atau membakar hangus gedung yang menjadi pusat operasi. Enver sungguh harus bekerja keras jika keinginanya ingin tercapai. Enver harus bersungguh-sungguh jika ingin dendamnya terbalaskan.

Mungkin ia terlihat seperti gadis normal yang tersenyum riang setelah berlari seharian. Atau yang masih sanggup mengupas sekeranjang kentang. Enver hanya berusaha untuk tidak memiliki waktu luang. Sebab saat ia sendirian, angin malam yang transparan bisa menjadi sumber ketakutannya.

Enver tidak mengerti mengapa ia berfikir demikian. Mengapa angka-angka dan kordinat ini berkeliaran dikepalanya saat sedang begitu tenang. Perasaannya benar. Terlalu familiar.

LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang