Tree Tigers

272 16 2
                                    

Udah 30 chapter yaa anjir wkwk
Aku mungkin bakal nambahin beberapa chapter lagi terus nanti kalian bisa pindah ke work sebelah yaa. Aku kayaknya bakal ganti judul projek sebelah deh, terus revisi-revisi juga. Semoga akhir tahun ini bisa selesein dua2nya ehee.
Terus nutup series ini sama judul yang ketiga. Masih rencana aja sih, gatau bakal beneran jalan apa engga soalnya aku agak plin plan anjay😣😣 maapin akuu yaaa...

Semoga ini bisa dinikmati yaa.
SELAMAT MEMBACA

───ཹ🌹 ݇-݈


"Jadi begitu.."

"Apanya yang begitu?"

Enver menatap seseorang yang tiba-tiba datang itu biasa saja. namun ketika menyadari siapa yang datang, Enver buru-buru berdiri. Namun sebelum sempat pergi, Minho sudah lebih dulu menahannya untuk tinggal lebih lama.

"Minho, lepaskan tanganku."

"Kenapa, lagi pula aku juga sering menarikmu di labirin agar tidak telat. Sudahlah, lagian mau kemana. Disini saja."

Enver tidak bisa langusng menurut seperti biasanya. Ia menjadi berhati-hati saat bersama Minho karena mata mata yang menatapnya terlihat tidak suka. Enver sampai merinding merasakannya. Bahkan saat makan malam tadi, Enver berpisah dengan teman meja yang biasanya dan bergabung dengan Gally dan teman-teman lain dari tim konstruksi. Meskipun sempat dengan sengaja Minho menariknya, Enver beralasan kalau Gally mengajaknya berdansa, padahal yang mereka lakukan hanya duduk sambil bernyanyi saja. Bahkan ketika Minho mengajak Gally bergulat, Enver malah tidak memperhatikannya, gadis ini sibuk berbicara dengan Newt.

"Kenapa kau melakukannya?"

"Hah?" Enver menatap Minho begtu tajam. "Hey, anak jelek-"

"Kau menyebutku apa?"

"Aduh..." suara Enver terdengar frustasi sekali saat mengaduh. Ia tidak bisa membuat orang-orang salah paham lagi. Jadi, Enver merasa kalau ia harus memberi tahu anak jelek yang tidak peka ini juga. "Hey Minho, aku tidak mau anak-anak baru itu membenciku karena salah paham bahwa kau mungkin menyukaiku. Jadi..."

"Tapi itu memang benar kok?"

Seluruh fungsi tubuh Enver berhenti saat itu juga. Bahkan tangannya yang ia gunakan untuk menjelaskan pada Minho tentang keinginanya itu juga berhenti mengadah seperti itu. Hanya sistem saraf di matanya saja yang masih berfungsi. Setelahnya semuanya kembali. Enver menarik tangannya dari posisi itu.

"Minho..."

"Hm.."

Enver menutup mulutnya segera. Ia tidak mengerti kenapa ini begitu mengejutkan padahal sebetulnya ia juga sudah sadar. Semua bentuk perhatian yang orang-orang berikan itu memiliki makna yang berbeda, setiap dari mereka. "Tidak, itu bohong kan? Minho jangan bercanda."

"Aku tidak pernah bercanda. Jika kau menganggapku tidak peka, justru kau lebih tidak peka. Aku sudah mendengarnya dari Gally. Dan yaampun, aku tidak seperti itu. Anak-anak baru yang katamu membencimu itu bukan karena kita sangat dekat, En. Benar mereka memang tidak menyukaimu karena meskipun kau cidera, aku tetap mengizinkanmu berpatroli di labirin. Meskipun dengan syarat khusus yang kita sepakati kemarin."

"Jadi maksudmu aku yang salah paham."

Minho mengangguk.

"Aku yang salah paham?"

"Iya, Enver!"

Keduanya canggung untuk sepersekian detik. Atau Enver saja yang merasa demikian. Sepertinya si gadis polos ini masih tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Menolak untuk memahaminya. Pasalnya ini sama sekali tidak masuk akal. Bagaimana bisa ia tidak mengetahuinya. Begitu mudah dipahami, bahkan bayi saja pasti mengerti.

LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang