.
Selamat Membaca
.Alena Enver POV
Kepalaku sakit dan pandanganku yang agak mengabur saat pertama kali membuka mata perlahan menjadi semakin jelas. Langit biru dengan awan putih adalah objek pertama yang kulihat. Sampai kemudian sinar matahari yang menyengat menjadi hal kedua yang kusadari dan otomatis ku kenali.
Aku menatap ke kanan dan pemandangan rumput setinggi telinga kiriku menutupi semuanya. Kemudian suara bising-bising anak laki-laki terdengar. Membuatku segera bangkit untuk melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi. Hamparan rumput hijau dengan hutan yang terbentang didepan membuatku hampir lupa caranya bernafas sampai juga lupa caranya berkedip.
"Where am i?" tanyaku pada diri sendiri saat menengok ke segala sisi secara bergantian.
Mataku menangkap kebun ubi-ubian disisi selatan dan gubuk yang berada disudut tembok disini utara. Lalu di depanku terdapat dua pondok kecil dengan jarak yang berjauhan. Dan menara pantau disisi tengah diantara keduanya.
Dari arah salah satu gubuk, seorang terlihat baru keluar dan sepertinya sedang berjalan menuju kearahku. Kemudian perlahan diikuti oleh beberapa orang lain dengan warna rambut dan pakaian yang terlihat berbeda-beda. Seketika, bawah sadarku terbangun dan siaga.
Aku berdiri saat satu dari mereka sudah berada dalam jarak yang cukup dekat. Aku pun sudah mengambil posisi dengan membuka kakiku selebar bahu dan menekuknya sedikit untuk menenangkan lututku. Kedua tanganku terpasang siap meninju didepan.
Melihat diriku yang seperti hendak melawan, orang yang berada dibagian depan langsung menghentikan langkah. Terlihat ia menaikkan tangannya seolah mengatakanku untuk tenang.
"Easy, kami takan menyakitimu." Anak laki-laki yang berada dibarisan paling depan itu berkata. Tangannya kananya masih terpasang didepan melindungi dirinya. Ia jelas mengambil langkah hati-hati saat mendekat kearahku.
Kakiku tidak tenang dan melompat-lompat kecil mempertahankan posisi. Aku tidak kenal mereka dan aku jelas tidak bisa mempercayainya. Wajahku yang terpasang galak rupanya tidak membuat anak laki-laki yang melangkah pelan-pelan ini berhenti.
"Berhenti!" aku berteriak. "Jangan ada yang mendekat!" teriakku lagi.
Semua anak laki-laki ini mengambil posisi siaga dengan pose yang sama. Salah seorang lain keluar dari barisan dan berusaha tersenyum. "Tenang, kami sungguh takan menyakitimu."
"I don't believe you! Stay back!!"
"Baiklah," anak laki-laki yang berada paling dekat denganku ini menurunkan tangannya. "Aku Alby, Ketua disini. Bisa beri tahu siapa namamu?"
Nama? Aku seketika terdiam karena tiba-tiba jutaan pertanyaan menabrak ingatanku dengan brutal. Tentang wajah-wajah kaku berkepala hitam yang menatapku dengan datar. Tentang ruangan serba biru yang mengelilingi disekitar. tumpukan tempat dan cahaya yang terlihat acak memusingkan. Aku melihat air dalam tabung yang seketika menenggelamkan sampai membuatku seolah mati karena tenggelam. Lalu suara wanita yang terdengar lembut mengucapkan kalimat yang sama berulang-ulang.
Kepalaku rasanya pening seperti terhantam tembok. Telingaku terblokir, tidak sanggup mendengarkan apapun selain suara ngiing yang terdengar makin lama makin keras. Aku tidak kuat dan terduduk sambil memegangi kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE
RandomLOVE // THE MAZE RUNNER Alih-alih Teresa, bagaimana bila ada gadis lain yang dikirimkan terlebih dahulu ke Labirin? Seorang gadis yang sengaja diciptakan untuk dibuktikan kekuatannya. Terlihat biasa saja dari luar tapi jelas tidak biasa untuk kapas...