Hai
Maap, kemaren lupa ngasih pengantar.
But anyway, kalian baik-baik aja kan? Semoga bahagia selalu
Semoga sehat selalu✨•
Selamat Membaca
•••••───ཹ🌹 ݇-݈
Menyambut dunia yang begitu familiar dengannya. Enver disambut dengan bau debu lembab ketika semakin masuk, hampir sama persis dengan apa yang dirasakannya di hari pertama.
Berdebar karena serangan cemas ringan menyusupinya begitu rumput dan lumut mulai membuatnya kesusahan berlari. Enver memang tidak lupa namun memang detailnya tidak diingat semua. Perasaan berdebar karena jantungnya memberikan asupan nutrisi dan oksigen pada organ supaya berkerja dengan maksimal.
Enver merasakan luapan adrenalin hingga membuatnya kesulitan mengontol kaki.
Hingga tanpa gadis itu benar-benar sadari, ia sudah masuk sangat jauh meninggalkan partnernya dibelakang. Rasanya seperti kembali.
Kembali pada kegiatan yang selalu dijalani. Menjadi rutinitas untuk alasan tetap hidup. Jika bukan karena semangat kecil yang bernama harapan itu ada, mungkin sudah tidak ada lagi yang menjalankan kehidupan penuh putus asa didunia.
Mungkin dunia yang ada di luar sana sudah berbeda. Yang untuk sekedar mengenali saja butuh waktu agak lama. Sisa-sisa yang tertinggal adalah triger kepala untuk mencubit sedikit memori dalam jangka lama yang tersimpan disalah satu seluk otak manusia.
Tapi ini baru seminggu, tidak cukup waktu untuk segera lupa saat setiap malam para Runner yang menggantikannya datang untuk menjelaskan apapun yang mereka temukan pada Enver. Sudut yang sama jika dilihat sekilas namun jelas berbeda jika saja dilihat dari atas. Enver sebetulnya penasaran ketika mendapati tanaman yang tubuh begitu tebal merambat sampai atas dinding abu tebal yang mengelilingi mereka. Hanya saja Enver seperti tidak sanggup untuk memanjat, ada sesuatu dalam dirinya yang ketakutan hanya dengan memikirkan akan sejauh apa jarak ke dasar.
Enver mengurungkannya, memilih bersandar pada sisi bayangan dari dinding super tinggi yang menjadi tempat pemberhentiannya. Ia mengambil kertas dan spidol yang dibawa dari glade. Membuka kompas dalam jam tangannya untuk melihat ada diarah mana sekarang.
Tangan Enver begitu lincah menatap kertas dan kompas bergantian. Seperti kehilangan indranya, Enver bahkan seperti tidak merasakan angin sejuk yang menabrak dirinya. Begitu lembut seperti sutra, namun tidak cukup sejuk untuk mendinginkan darahnya.
Newt jadi mengerti dengan ucapan Minho tentang Enver yang seperti lupa segalanya ketika berhadapan dengan kepalanya sendiri. Membayangkan segalanya dalam dirinya sendiri. Enver tidak berbicara sama sekali, bergeser ketika merasa pantatnya cukup kebas juga tidak. Newt jadi khawatir apakah Enver sempat bernafas ketika pergerakan bahunya seperti tidak ada.
Tapi Enver jelas bernafas karena meskipun samar, Newt mampu mendengarnya.
Bagi Newt yang tidak pernah menghabiskan waku terlalu lama seperti ini dengan Enver, seperti seharian adalah hal baru baginya. Gadis ini terlihat berbeda saat berada di luar melakukan pekerjaannya. Seperti ada bayangan lain dalam gadis itu yang jauh lebih besar dibandingkan mereka semua. Lebih kuat dibandingkan yang gadis itu tampakan pada mereka.
Rasanya Newt penasaran, ia ingin tau lebih jauh tentang Enver. Tentang mengapa gadis itu seperti tidak seperti mereka semua. Mungkin memang ada sesuatu. Mungkin memang Enver seistimewa itu.
"Selesai," seru Enver begitu ia selesai dengan tiga lembar kertas coklat ditangannya. Ia segera menyimpan dalam saku celana setengah pahanya. Dan memberikan spidol hitam yang tadi digunakan pada Newt yang diam memperhatikan Enver.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE
RandomLOVE // THE MAZE RUNNER Alih-alih Teresa, bagaimana bila ada gadis lain yang dikirimkan terlebih dahulu ke Labirin? Seorang gadis yang sengaja diciptakan untuk dibuktikan kekuatannya. Terlihat biasa saja dari luar tapi jelas tidak biasa untuk kapas...