*64*

2.2K 244 12
                                    

Haera turun dari mobil dengan tatapan kosongnya.  Rumahnya sudah ramai sekarang,  beberapa orang termasuk dua sahabat Haera menyadari kehadiran gadis itu.  Jena menatap Haera sendu begitu juga dengan Cheslin.  Mata gadis itu sudah membengkak.
Haera berjalan dengan gontai,  Mark menggenggam tangan Haera dengan kuat,  menguatkan gadisnya yg sedang rapuh saat ini. 
Saat di pintu badan Haera tiba tiba limbung, untung ada Mark dan Cheslin yg dengan sigap menahan badan Haera.  Jena berjongkok di depan Haera,  tangannya dengan lembut menghapus airmata di pipi sahabatnya "Ra,  yg kuat ya,  kali ini aku mohon kamu harus lebih kuat dari Sebelumnya"

Jena memegang tangan Haera lalu mendongak menatap Mark dan Cheslin "Haera harus lihat mami nya sekarang,  petinya mau di tutup" ujar Jena lirih tapi masih bisa di dengan Mark dan Cheslin.  Ketiganya membantu Haera untuk berdiri,  memapah gadis itu mendekati jasad mami Wendy yg sekarang terlihat sangat cantik dalam tidur damainya.

Rena menyadari kehadiran Haera,  Rena tersenyum ke  Haera lalu merentangkan tangannya,  seketika Haera menghambur ke pelukan kakaknya,  meluapkan semua rasa yg ada dalam dadanya saat ini.  Rena sekuat tenaga untuk gak menangis,  adik dan papi nya lagi rapuh saat ini,  setidaknya harus ada salah satu dari mereka yg harus tetap kuat dan Rena memilih untuk jadi orang kuat itu. 
Jeno mengepalkan tangan dengan sekuat tenaga menahan laju airmatanya saat melihat dan mendengar tangis pilu Haera saat ini,  bagaimana gadis itu terlihat sangat rapuh,  Jeno merasa sangat terluka.  Jeno ingin merengkuh tubuh lemah Haera kedalam dekapannya tapi dia harus sadar,  Haera milik abangnya,  dia harus menjaga perasaan abangnya.

Jena mendekati kun "dia Haera kak,  sahabat aku,  yg aku ceritain ke kakak kemarin"

Kun mengangguk lalu retinanya menatap Mark,  Jena tersenyum "itu kak Mark, pacarnya Haera"

Lagi lagi Kun hanya mengangguk.

Setelah melakukan pertemuan singkat mereka,  Jena merasa nyaman dengan Kun,  Jena memutuskan untuk melanjutkan perjodohan yg diatur oleh kedua orang tuanya,  Kun sudah tau siapa yg Jena suka, Kun gak masalah tapi Kun dengan tegas bilang pada Jena,  hubungan ini bukan untuk main main,  Jena harus mencoba untuk membuat hubungan ini menjadi hangat,  hangat yg Kun maksud dalam arti yg lain, Jena harus mencoba membuka hatinya untuk Kun begitu juga dengan Kun.  Jena gak keberatan,  dia mencoba menerima Kun di dalam hidupnya,  dan perlahan dalam hatinya.  Jena sudah melepaskan Jeno,  saat nya Jena melangkah kedepan,  semoga Kun memanglah seseorang yg akan menggantikan sosok Jeno di hatinya, Jena menyerah pada cinta sepihaknya.

#
Rena menuntun Haera untuk duduk di samping jasad mami Wendy,  mami Wendy seperti tengah tertidur saat ini.

"mi,  adek datang" ujar Rena dengan senyuman di bibirnya.

Rena membenarkan rambut Haera,  lalu matanya menatap papi nya yg sekarang sangat berantakan.  Rena gak boleh lemah,  dia harus kuat untuk papi dan adiknya saat ini.
Rena menatap Haera dengan sayu,

"mami kayak lagi tidur ya dek,  mami cantik banget,  ayo sapa mami dulu" ujar Rena pada Haera.

Haera menggeleng ribut "ini mimpi kan,  gak mungkin mami ninggalin kita"

Haera mulai histeris.  Dia bangun lalu memeluk jasad mami nya dengan erat,

"mami,  adek datang,  adek belum maafin mami jadi mami harus bangun sekarang"

"mami gak boleh tutup mata mami, ayo buka mi"

Haera mengguncang tubuh mami Wendy yg sudah tidur dengan sangat damai. Haera berharap kalau ini cuma mimpi,  Haera gak sanggup.

Tangan Haera gemetar,  tangisan pilu itu kembali terdengar, kerabat yg hadir di sana ikut menangis.  Tiba tiba orang tua mami Wendy dan papi Johnny mendekati peti jasad mami Wendy. Di belakang mereka ada seorang pendeta,  pastor Rhicard,  empat biarawati dan juga dua orang frater.
Mereka akan melakukan doa untuk penutupan peti jenasah. 
Doa pengantar arwah ke jembatan pelangi menuju tempat seharusnya.
Pada saat sesi doa bersama,  Rena dengan kuat memeluk Haera, menenangkan adiknya itu saat tubuh Haera mulai bergetar dengan suara tangis yg tertahan. 
Papi Johnny menatap wajah mami Wendy dengan tatapan kosongnya, belahan jiwanya akan pergi untuk selamanya.  Saat semua menyanyi lagu rohani,  papi Johnny menundukan kepalanya dengan tangan bertumpu di peti jasad istrinya,  bahunya bergetar dengan hebat.  Donghae memegang bahu sahabatnya itu,  memberikan kekuatan,  Tiffanie dengan setia duduk di samping Haera dan Rena.  Mark dari tadi gak lepas tatapannya dari Haera, kasian Haera, Mark yakin,  setelah ini Haera pasti merasa bersalah pada mami nya. 

Doa pun berakhir, 

"kepada pihak keluarga,  berikan ucapan perpisahan pada jasad saudari Wendy sebelum peti di tutup" seru pastor Rhicard.

Rena orang pertama yg mengucapkan perpisahan pada maminya,

"mi,  kakak bangga jadi anak mami,  makasih buat semua pengorbanan mami,  pergilah dengan damai mi,  kakak ihklas nglepasin mami"

Rena mencium kening mami Wendy cukup lama lalu memundurkan badannya sejajar dengan Haera. 
Haera masih gak bergeming,  masih gak percaya dengan apa yg terjadi saat ini.  Donghae menepuk pundak papi Johnny "Wendy mau pergi,  ayo antar dia dengan senyum biar dia gak khawatir"

Papi Johnny gak menjawab,  mendekati jasad istrinya lalu menunduk untuk beberapa saat,  setelah itu papi Johnny mendekati telinga mami Wendy "pertemuan kita indah banget Wen tapi perpisahan kita begitu menyakitkan,  makasih wanita hebat,  aku gak ihklas sebenarnya tapi aku gak bisa lawan takdir,  aku gak ada pilihan lain selain ihklas kan?"

Jeda sesaat,  dada papi Johnny rasanya sangat sakit,

"dengan berat hati aku bilang aku ihklas,   pergilah dengan damai,  jangan tersandung ya,  jangan nyasar juga buat ke tempat indahnya,  jaga aku sama anak anak kita dari sana ya sayang,  tunggu aku di sana,  i love you"

Setelah itu papi Johnny mencium kening mami Wendy,  cukup lama sampai airmata nya jatuh mengenai wajah mami Wendy.
Papi Johnny mundur,  semua menunggu Haera tapi gadis itu tetap diam seperti patung hidup.

"dek,  mami harus pergi,  ayo antar mami,  namti kemalaman lo mami perginya,  kasian mami" bujuk Rena.

Haera tetap gak bergeming.  Rena menangkup wajah Haera,  menatap mata kosong itu dengan tatapan sendu "kasian mami nungguin,  ayo,  kakak temani adek buat pamit sama mami"

Airmata kembali jatuh dari pipi Haera,  Mark berjongkok di belakang Haera,  memegang pundak Haera,  Tiffanie menggenggam tangan kiri Haera,  badan Haera perlahan mulai bergerak mendekati jasad maminya,

"mi,  mami ninggalin luka di hati adek tapi mami malah ninggalin adek tanpa mengobati luka itu"

"siapa yg bakalan ngobatin luka adek mi,  ayo bangun mi" ujar Haera dengan suaranya yg lirih dan pilu.

Haera mencium kening mami Wendy,  "adek sudah maafin mami tapi adek gak ihklas nglepasin mami"

Haera kembali menangis, semua ikut menangis.

"mi,  adek mungkin datangnya bukan dari rahim mami tapi bagi adek surga adek tetap di kaki mami"

Haera beralih ke kaki mami Wendy lalu mencium kaki mami Wendy dengan deraian airmata.

Haera menatap mata terpejam mami Wendy "Haera ijinin mami pergi meskipun belum ihklas mi"

Haera memeluk jasad mami Wendy dengan erat "maafin adek mi,  maafin anak yg gak tau diri ini"

Mark menggeleng mendengar kata kata Haera,  Haera bukan anak gak tau diri. Bagi Mark Haera itu anak yg sangat baik.  Rena memeluk Haera dengan erat,  Tiffanie mengelus punggung Haera,  Donghae menitikam airmatanya,  Cheslin sesenggukan di samping Jeno, Jena menatap punggung Haera dengan tatapan iba dan terluka.  

Good bye mami Wendy,  makasih sudah hadir di hidupnya papi Johnny,  Haera dan Rena.

Satu karakter ilang!.

TBC





I'm Not Her (MARKHYUCK GENDERSWITCH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang