BAB 1

453 62 15
                                    


PROLOG

Gadis berdaster batik itu berlari sekuat tenaga dan secepat yang dia bisa. Menahan rasa sakit pada perut dan mual yang terus menganggu hari-harinya.

"Nona Sunny berhenti!" teriak panik seseorang wanita dari belakang.

Lima meter di belakang Sunny, seorang wanita berpakaian baju pelayan dan seseorang pria berbadan besar mengejarnya. Mereka adalah orang yang dibayar untuk menjaga dan mengawasi gadis bernama Sunny.

Lima menit lalu, si bodyguard teledor untuk membiarkan pintu tak dijaga. Tak berpikir jika Sunny akan mengendap-endap keluar dari penthouse mewah itu. Berlari mencari pintu besi yang membawanya turun ke bawah. Melarikan diri dari gedung bercakar langit itu. Menghilang dan berharap bumi menelan tubuhnya sehingga tak satupun dapat menemukannya.

Hari ini dia muak untuk hidup, menanggung dosa yang sangat besar, berwujud bayi yang sedang bersemayam dalam perutnya.

Alas sandal yang terlalu tipis itu tak sengaja menyentuh kabel yang tergeletak sembarangan. Lutut Sunny mendarat mulus di karpet tebal.

Sebuah tangan terbungkus sarung tangan hitam berbahan kain itu menangkap pergelangannya. Menariknya berdiri dengan kasar. Sunny meringis kesakitan.

Wajah Sunny pucat pasi, rencananya kabur gagal total. Lepas dari dua orang itu, tertangkap bos dari dua orang di belakangnya. Menatap tajam laksana raja hutan yang sedang menatap mangsanya.

"Pilih ke Kantor Polisi atau Rumah sakit jiwa!" nada pria itu  sedingin batu es.

"Lepasin gue, Mahesa! Biarkan gue mati!" teriak Sunny frustrasi. Berusaha menarik tangannya dari cengkraman tangan kekar itu, tapi sia-sia.

Mahesa menggeleng. Raut wajah perlahan berubah, lembut dan menaruh rasa kasihan pada gadis berusia dua puluh tiga tahun itu. Menusuk tepat di mata Sunny yang penuh dengan air mata. Tatapan itu menghantarkan kehangatan dan kedamaian.

"Kita akan segera menikah. Gue akan bertanggung jawab atas bayi yang sedang lo kandung,"

Mata Sunny melebar. Menggeleng tak percaya dengan apa yang dia dengar. Kepala seketika itu membayangkan wajah cantik oriental yang selalu memasang wajah dingin.

"Gimana sama Grace? Lo cinta'kan sama Grace?" nadanya meninggi.

Mahesa mengeluarkan ponsel, menghubungi seseorang.

"Halo..." suara lembut seseorang gadis di seberang sana. 

Sunny sangat-sangat mengenal suara itu. Terbesit rasa rindu.

"Mahesa ajak gue nikah," pemberitahuan Sunny dengan mulut bergetar.

"Iya. Gue mau lo dan Mahesa segera menikah," jawab gadis di seberang sana dengan nada bergetar.

1

DILARANG MENINGGAL!?

Langkah sepatu kets abu-abu itu terhenti tepat di pagar yang sejajar dengan bahu kurus laki - laki itu. Pagar putih tulang yang baru dipoles ulang. Sisa-sisa aroma cat menyapa indra penciuman.

Pria itu tersenyum, nampak sederet gigi putih terkurung kawat gigi.

Seakan sudah menemukan tempat tinggal yang tepat. 

Bagai seorang pria yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang gadis yang baru saja lewat di hadapannya, begitu juga caranya memandang bangunan yang berdiri kokoh di hadapannya.

Rumah nomor sepuluh. Halaman luas yang sanggup menampung lima mobil. Terdiri dari dua gerbang, sebut saja gerbang satu dan gerbang dua.

Di belakang gerbang satu yang sudah dia lewati itu, sebuah rumah mungil dua lantai, memanjang, menantang jalan masuk gang Budi Luhur. Dihiasi oleh bunga mawar, anggrek, dan bunga matahari. Berdiri kokoh pohon mangga harum manis, tanaman tomat, terong, dan strawberry. Menandakan bahwa sang pemilik kost suka bercocok tanam.

KOST NONA GRACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang