HARI 25

48 21 0
                                    


GAGAL UNTUK KE TIGA KALINYA


Mereka masih mematung di tempat dan posisi yang sama. Saling memandang satu sama lain.

Kalimat-kalimat di luar sana membuat niat mereka terhenti. Membiarkan debaran di dada bergemuruh seakan mendesak bibir mereka bergerak maju, menempel, dan saling mengenal.

Grace harus kembali menelan rasa penasaran, bagaimana rasa ciuman pertama dan rasa bibir Mahesa. Tatapan kecewa memperhatian Mahesa menaruh obat merah ke luka-luka Grace, lalu menutupinya dengan plester luka.

"Kamu belum siap, Nona Grace. Saya pun belum yakin sama perasaan kamu kepada saya," ucap Mahesa sedingin es.

Wajah Grace merona, Mahesa mampu membaca apa yang sedang dia pikirkan. Terkejut, tapi untuk Grace itu sedikit menenangkan. Mahesa adalah manusia istimewa yang membuatnya takjub.

"Kenapa kamu mau nolong saya?"

Mahesa menghelakan nafas. Udara yang keluar dari hidung bernada kesal. "Kamu pikir Bara akan membunuhmu? Dia akan membawa kamu dan menawan kamu sampai batas yang dia sendiri pun tak tahu. Kamu juga tahu apa yang Bara ingin lakukankan ke kamu?" jawab Mahesa dingin.

Grace membuang wajahnya, wajah memerah. Tangannya meremas kencang. Lebih baik gue mati, daripada tubuh gue dinikmati oleh manusia brengsek macam Bara. Shit! Kenapa dia nggak cari pelacur aja?

"Kalau kamu mati, apa kamu akan bertemu Tante Maria? Kamu lupa kamu memutuskan menjadi seseorang agnostik, berhenti percaya Tuhan. Bagaimana bisa bertemu mamamu di Surga," ucap Mahesa mengejek.

Kali ini mata Grace terbelalak, marah. Meremas tangan kanan sekuat tenaga, "Jangan sok jadi cenayang!" Grace harus meralat apa yang tadi dia pikirkan, kemampuan Mahesa tidak menyenangkan, tapi menyebalkan. Tapi, kadang ada rasa iri, seandainya Grace mampu membaca pikiran seseorang, Grace bisa membaca apa yang di pikirkan orang-orang yang dulunya masuk daftar orang yang dia sayang, mengetahui alasan mengapa Peter dan Marta berselingkuh.

Mahesa menanggapi dengan dua bahu terangkat.

"Sepertinya, Tuan Muda harus meninggalkan kamar saya. Saya mau istirahat," Grace mengusir halus.

Lama-lama bersama Mahesa membuat jantung tidak sehat. Jantung berdebar kencang, di atas kecepatan normal.

Mahesa menatap pergelangan kaki Grace sebelah kanan, "Nona butuh tukang pijat?"

"Hah?"

"Untuk beberapa minggu Nona tidak mungkin bisa keluar dari rumah," Mahesa bangkit berdiri.

"Eh..."

"Coba bangkit berdiri! Antar saya keluar!"

Dengan alis yang hampir menyatu, Grace beranjak dari ranjang, menuruti apa yang perintah Mahesa. Ketika kedua kaki Grace menyentuh lantai, terasa kaki kanan Grace terasa nyeri luar biasa. Tak dapat bertahan lama menopang bobot tubuhnya.

Sebelum Grace roboh ke ranjang, tangan kekar Mahesa sigap menangkap pinggang Grace.

Mata mereka saling beradu. Mata Grace kembali tertuju pada bibir Mahesa yang terlihat sangat sensual. Diam-diam menelan saliva yang terasa menganjal di tenggorokan.

Mahesalah yang memutuskan kontak mata mereka. Seakan Mahesa sudah tak penasaran lagi 'rasa' bibir perawan Grace.

"Kaki kanan Nona keseleo. Mau dipanggilkan tukang pijat atau Dokter?" Mahesa menduduki Grace pelan - pelan. Mengangkat kaki Grace ke atas ranjang.

KOST NONA GRACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang