BAB 11

56 29 0
                                    


KENANGAN TENTANG 

NASI GORENG YANG TIDAK BERWARNA COKELAT


Dengan mata yang berkaca - kaca, Marta membungkuk, menaruh rantang enamel merah itu di depan pintu.

"Dimakan ya, Grace! Jangan sering jajan di luar! Datang ke rumah, A Yi pasti masakin apa yang Grace mau. Sehat-sehat ya, Grace. Maafin A Yi," mulut bergetar Marta mengutarakan kalimat sesal dan penuh ketulusan. Titik - titik air mata jatuh ke lantai putih itu.

Grace membuang wajahnya. Menghiraukan tangisan dan sesal Marta. Grace tak akan tersentuh oleh air mata Marta, seberapa banyak pun wanita itu hamburkan.

Bagi Grace pemintaan maaf Marta udah terlambat bertahun - tahun yang lalu. Pintu maaf itu tertutup selama-lamanya di hari Grace melihat peti mati Mami dimasukan ke liang kubur, terendam oleh tumpukan tanah.

Selama lima belas menit Grace masih mematung di tempat, mengabaikan ponsel yang terus berdering.

Entah siapa memanggilnya? Kemungkinan Sunny, hanya Sunny temannya, dan hanya Sunny yang menghubunginya selepas kepergian Mami.

Mata Grace berair. Sekeras tenaga gadis itu menahan cairan bening itu tidak jatuh ke pipi putihnya. Menatap penuh permusuhan ke rantang makanan yang berdiri di luar sana.

Grace membuka pintu kawat nyamuk, mengambil kasar, lalu membanting rantang makanan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Grace membuka pintu kawat nyamuk, mengambil kasar, lalu membanting rantang makanan itu.

Rantang itu membentur tanah. Menunjukan apa yang wanita yang Grace anggap musuh besarnya itu bawa untuknya.

Tiga makanan yang paling Grace suka waktu kecil; rambut nenek, rawon daging, dan nasi goreng Hongkong andalan Peter.

Bahu Grace berguncang hebat. Mata Grace terfokus pada butiran-butiran nasi bersatu dengan kacang polong, butiran kuning telor, cumi, dan wortel yang diiris kecil.

Grace kecil itu mengerutkan keningnya, menatap piring yang berada di hadapannya. Memperhatikan yang ada di atas piring itu. Menghidu aroma lezat, mengundang air liur menetes dari sudut bibir mungil itu. Namun, tatapan mengisyaratkan ada yang salah dengan isi piringnya.

"Pi, kok nasinya gorengnya nggak berwarna cokelat?" tanya Grace polos.

"Itu nasi goreng Hongkong, Sayang," jawab pria itu yang duduk di samping putri. Mengambil sendok di piring dan menyuapi Grace.

Grace membuka mulut, melahap makanan yang belum dia kenal. Grace mengunyah, mencoba menganalisa butiran nasi putih yang dicampur dengan sosis, bakso, dan telor yang dipotong kecil - kecilnya.

"Enak?" tanya Papi.

Grace mengangguk dan tersenyum. "Enak," riang Grace sambil mengayunkan kakinya. Tanda bahwa dia begitu menyukai nasi goreng buatan Papi.

KOST NONA GRACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang