HARI 46

25 6 6
                                    


KEHADIRAN YANG TIDAK DIHARAPKAN


"Grace sayang Mahesa. Lebih sayang saat Grace sayang sama Carlos." Grace memberi jeda.

Mendadak bayangan Carolus mendadak hadir dalam benak. Pertemuan mereka yang pertama kali di depan rumah mungil saat Carolus bertanya tantang kamar kosong. Raut wajah terkejut Grace saat melihat wajah Carolus tanpa topi bisbol.

"Grace kembali bertemu Carlos. Carlos sekarang sewa kamar nomor enam. kamar Miss X. Tapi dia aneh, cowok itu kayak nggak kenal Grace. Ah... kita nggak perlu bahas sesuatu yang udah lewat. Harusnya Grace ke sini bawain cerita-cerita bahagia,"

Cerita bahagia? Grace tertegun atas ucapan sendiri.

Grace menggeleng, dia belum memiliki cerita bahagia yang bisa dibagikan di depan makam wanita yang paling dia cintai.

Tanpa diminta, bayangan ketika peti putih yang menyimpan tubuh Maria diturunkan perlahan-lahan ke dalam liang kubur hadir tanpa Grace minta. Bahu Grace berguncang, tak sengaja meremas rumput-rumput hijau yang merupai jarum-jarum yang menempel di punggung landak. Mengingat betapa histerisnya saat peti itu diturunkan ke dasar lubang. Teriakan rancu yang membuat beberapa orang menatapnya dengan kasihan, juga ada tatapan merendahkan.

"Kepergian Mami buat hari-hari Grace jadi dingin, sunyi, dan gelap. Setiap hari..." mulut Grace bergetar hebat.

Di hari-hari awal meninggalnya Mami, Grace harus terbangun sendiri di rumah mungil, Grace menjadi gadis yang kehilangan kewarasan. Aroma tubuh Mami yang masih tercium, membuat Grace bertingkah laku seakan Mami masih ada. Grace mencari-cari keberadaan Mami ke sekitar rumah. Memanggil Mami terus-menerus. Berharap menemukan sosok Mami. Namun, semuanya sia-sia.

"Butuh waktu lama, menerima Grace dan Mami udah nggak bisa bersama lagi. Mengakui bahwa..." Grace menghentikan kata-kata. Air mata kembali mengalir, melewati pipi putih. "Grace sendirian. Grace sudah menjadi anak yatim piatu,"

Setelah sadar tingkahnya tidak akan mengembalikan Mami, Grace menjadi sosok yang dingin. Bergerak seperti layak zombie, tidak ada senyuman, bertanya dan menjawab secukupnya. Jika rindu akan Mami begitu kuat, Grace mencoba menghadirkannya dengan memproduksi imajinasi Mami sebagai upaya menghibur diri, tapi ujungnya tidak sesuai harapan. Grace malah makin menjadi-jadi.

Graace menghapus air matanya, berusaha tersenyum. Bahunya kembali berguncang.

"Mami mau tanya kapan Grace bisa tersenyum bahagia lagi?" Grace menatap Mahesa yang berada di atas puncak makam.

Ingatan Grace terlempar dua minggu yang lalu.

"Aku nggak akan bisa hidup tenang jika belum mendengar kalimat pengampunan dari kamu. Grace, kamu itu berharga untukku. Bantulah aku hidup tenang," ucap Mahesa penuh sesal.

Mau tak mau senyuman itu terbit. Ucapan lembut itu menyurutkan amarah di dada.

Kaki Grace melangkah mendekat, sedikit berjinjit, lalu mengecup pipi Mahesa. "Sudah bisa hidup tenang Tuan Muda Sanjaya?"

Dua minggu lalu. Lamakan Mi? Mami pasti udah bisa menebak siapa yang mengembalikannya?" senyum Grace mengembang ketika menemukan Mahesa sedang menatapnya dari jauh. Senyum Mahesa pun mengembang hangat.

"Aku jatuh cinta pada Mahesa. Tapi..."

Grace takut, Mahesa meninggalkan Grace seperti Papi meninggalkan kita.

"Selamat Ulang Tahun kami..." tepuk tangan dan suara merdu Grace mulai menyanyikan lagu untuk merayakan ulang tahun Mama. Walaupun, tanggal ini adalah tanggal kematian Maria. Tapi, Grace ingin tanggal ini akan selalu jadi tanggal kelahiran Mami yang baru.

Ini memang konyol. Bernyanyi selamat ulang tahun di depan makam. Menyalahkan lilin berbentuk angka lima dan satu untuk seorang yang tak hadir..

Mahesa mengikuti alur yang gadis itu inginkan. Walaupun itu menerobos akal sehatnya. Bukan hanya membeli kue ulang tahun, mereka merayakan ulang tahun seseorang yang tidak ada, tidak bisa hadir walaupun hanya satu detik saja. Namun, melihat ekspresi bahagia Grace. Demi melihat senyuman dan mendengar suara merdu Grace, Mahesa pun mengikuti. Ada rasa bahagia campur terharu yang berkembang di hati Mahesa. Mana tega Mahesa membuat senyuman Grace pudar. Toh, ini cara Grace menunjukan kasih sayang dan baktinya sebagai seorang putri.

"Sekarang aku potong kuenya. Untuk Mami, Untuk Mahesa, Untuk Grace," Grace memotong kue itu dengan pisau yang terbuat dari plastik.Menaruhkan potongan itu ke piring kertas.

"Ini untuk..."

Sebuah tangan tiba-tiba mengambil piring kertas itu.

Grace terkejut, matanya terbelalak. Bahu berguncang hebat. Tidak menyadari kehadiran seseorang. Tepat orang-orang yang dia pikir tidak akan pernah datang ke makam Maria.

"Hai, Cie Grace. Kuenya untuk Mercy, ya?" ucap riang gadis berusia delapan belas tahun. Tersenyum padanya. Tatapan polos memandang Grace yang dia anggap pahlawannya.

Grace menoleh menatap dengan dingin, "JANGAN DIMAKAN!" teriak Grace histeris. Tatapan penuh kebencian. Nafas memburu hebat.

Raut Mercy menjadi takut. Tangannya bergetar hebat, kue bolu merah itu meloncat jatuh ke rumput-rumput hijau.

Kegeraman Grace makin meningkat, meremas kedua tangannya. Potongan kue pertama yang seharus dia letakan di pusaran Maria kini jatuh ke tanah dan hancur. Air mata Grace mengalir.

"Mercy minta..."

"Pergi!" desis Grace.

Menoleh ke arah pasangan suami-istri memakai baju hitam-putih yang mendekati Grace. Melihat pasangan itu bergandengan tangan membuat dada Grace panas.

"Aku mau pulang, Mahesa!" minta Grace segera bangkit berdiri.

"GRACE!"

Peter bergerak menghalangi Grace masuk ke mobil Mahesa. Tatapannya begitu merindukan putri sulung. Berbanding terbalik dengan Grace yang memberikan tatapan amarah dan kebencian. Membuat Peter merasa asing dengan Grace.

"Anda harusnya tidak datang ke sini, Tuan Peter!" nada dingin meluncur dari mulut Grace.

Nada suara dan kalimat yang Grace pilih untuk menyapa Peter. Membuat dua lengan itu lemas, tak ada tenaga untuk diangkat.

"Untuk kali ini..."

"Bisakan Anda menyingkir? Saya sudah mengalah meninggalkan makam mami saya," Grace membuang muka. Tak kuat lama-lama menatap Peter. Rindu, sayang, benci, dan marah berbenturan di dada.

"Grace, Papi..."

"GRACE NGGAK PUNYA PAPI! GRACE YATIM PIATU!' teriak histeris Grace.

Kembali mengingat Peter menampar Grace di depan jasad Maria. Bahkan rasa sakit pada pipi kiri kembali terasa panas dan perih. Sejak saat itu hatinya bersumpah tak mau memanggil Papi ke Peter.

Teriakan Grace bagai panah yang menancap tepat dada. Mengakibatkan penyesalan dan rasa bersalah yang makin berakar di dada Peter.

Air mata Peter mengalir.

Berjalan meninggalkan Grace dengan langkah gontai.

Grace masuk ke dalam mobil tanpa mempedulikan Peter yang begitu hancur hatinya. Bahkan hati senang, merasa menang sekali lagi dia menghancurkan hati Peter.

Tatapan penuh kebencian di dalam mobil mewah itu, seakan mampu menusuk punggung tiga orang yang ada di depan makam wanita yang melahirkannya.

Kedua tangannya meremas kencang, mengingat Marta dan Peter pernah masuk daftar orang yang Grace sayang. Grace ingin sekali mengusir mereka dari makam Mami.

Grace belum puas untuk berada di makam. Belum lagi, gadis itu meninggalkan kue ulang tahun berwarna merah itu yang harusnya dia nikmati bersama Mahesa dan Imajiner Mami.

Rencana Grace ingin menikmati sambil menuju senja datang lalu pergi bersama seseorang yang baru gadis itu masukan ke daftar orang yang dia sayang. Tapi, semua digagalkan oleh kehadiran satu keluarga yang dia anggap musuh besar. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KOST NONA GRACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang