HARI 39

29 7 1
                                    


CEK BUKTI PEMBAYARAN DENGAN NAMA YANG SALAH


Radit mengerutkan kening, ketika memasukan pembalut kekasih ke laci khusus menyimpan barang-barang keperluan mandi.

"Kok kamu nimbun banyak pembalut sih. Semua juga masih disegel," keluh Radit yang merasa Sunny terlalu boros.

Sunny belum menyahuti. Wajahnya berubah menjadi murung. Memutar-mutar cincin lamarannya dengan Radit. Memandangi kilauan batu berlian itu. Wajah Sunny terteguk murung. Kepalanya dipenuhi pikiran-pikiran yang menganggu. Ada sesuatu yang ingin dia utarakan, tapi ragu. Hanya membuat dadanya sesak.

"Hei," telunjuk Radit mengangkat dagu Sunny.

Mata mereka bertemu. Radit mengecup bibir polos itu, tapi Sunny nggak bereaksi sedikit pun. Membuat Radit bingung, biasanya bibir Sunny akan merespons dengan antusias.

"Ada apa? Jangan bikin cemas. Bahkan Grace sampai mengancam mau patahin kaki aku kalau aku berani lukai hati kamu. Ucapannya begitu bersungguh-sungguh, bahkan bulu kudukku sampai merinding," ucap Radit berlutut.

Air mata Sunny keluar, "Aku takut," desis Sunny. Mulut bergetar. Tangan bergetar, memegang tangan Radit. Menaruhnya di perutnya.

"Kita udah sering melakukannya, Radit. Aku takut," Air mata Sunny berdesakan keluar, membasaui pipi putih kemerahan itu.

Radit menarik tubuh Sunny ke dalam dekapannya. Mengurung tubuhnya mungil itu dalam kehangatan. Tangannya mengelus rambut warna-warni.

"Kita ke dokter, ya?"

Sunny menggeleng, "Aku belum siap. Tunggu satu bulan lagi,"

Radit menghelakan nafas. Dekapan makin erat, mata berkaca - kaca ketika tangisan Sunny lebih kencang. Tangisan rasa takut campur rasa dosa. Sadar bahwa semua yang mereka lakukan adalah dosa. Seharus mereka lakukan saat mereka sudah jadi sepasang suami-istri.

"Kamu nggak sendiri, Sunny. Ini masalah kita berdua,"

"Aku takut, gimana nanti..." Sunny tidak berani mengutarakan apa yang ada di kepalanya. Takut apa yang dia ucapkan menjadi doa.

"Aku akan selalu ada untuk kamu. Kita akan hadapi bersama-sama, My Little Rabbit," Radit berusaha menenangkan.

**

"Sunny, makan malam bareng Ko Radit," pemberitahuan Grace ke Mahesa. Raut wajah sedikit kecewa. Tapi, ketika melihat bersama siapa dia sekarang, kecewa itu seketika menguap. Grace ingin berdua dan kembali mengenal Mahesa.

Tuan Muda Sanjaya itu membantu Grace menaruh barang-barang belanjaan ke tempatnya. Mahesa bagai tuan rumah, tanpa diberitahu, dia tahu di mana letak barang-barang itu disimpan.

Grace terkesima, koreksi selalu terkesima dengan tingkah laku Mahesa. Yang membuat gadis itu tercengang, Mahesa lebih rapi dan terorganisir dalam menata barang-barang.

Sedangkan Grace, seperti kemarin, gadis itu duduk di meja makan yang merangkap menjadi ruang tamu. Sejak Mami masih hidup, Mami lebih suka menjamu tamunya di ruang makan, daripada ruang tamu yang sebenarnya. Lalu mengeluarkan semua makanan yang mereka simpan.

"Mau makan di luar atau..."

"Kamu harus dihukum, Mahesa," potong Grace cepat.

Mengingat apa yang kemarin Mahesa rencanakan lalu batal.

Mahesa mengerutkan kening, "Dihukum? Atas dasar apa kamu menghukum aku?"

"Setiap orang yang buat salah harus mendapatkan hukuman. Kamu harus dihukum," Grace memamerkan senyuman jahil.

KOST NONA GRACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang