TEMPAT YANG BERNAMA LORONG BAWAH TANAH
Pintu kamar terbuka, muncul wajah Sunny, menatap bingung melihat sahabatnya yang sedang membangunkan setengah tubuhnya.
Pasalnya, Gracelah selalu bangun sebelum raja pagi berkuasa di atas sana. Kadang, ketika Sunny membuka kamar kost, menemukan Grace sedang membersihkan area kost atau menyiram semua tanamannya.
Sedetik kemudian, mata Sunny membulat. Menemukan wajah sahabatnya penuh dengan lembab.
"Lo pergi ke Lorong Bawah Tanah?" pekik Sunny khawatir.
Melangkah masuk, berjalan ke ranjang queen size itu. Memperhatikan lebih jeli bulatan-bulatan memar di pipi, pelipis, sudut bibir. Walaupun, babak belur, Sunny akui kecantikan Grace tidak bisa disembunyikan.
Sunny berdecak kesal, kemudian menghelakan nafas. Geleng-geleng kepala. Tentu Sunny mengetahui dari mana Grace semalam.
Tempat itu mereka beri nama Lorong Bawah Tanah. Dulu, hampir tiap malam Grace akan datang ke sana. Sunny pikir setelah kepergian Mami, Grace akan berhenti pergi ke sana. Misi gadis itu di sana sudah selesai. Lagi pula penghasilan dari kost ini udah melebihi cukup untuk biaya hidup Grace.
Untuk apa lagi Grace ke sana, pulang dalam keadaan babak belur?
Pernah satu kali Sunny diam-diam mengikuti Grace. Malam itu, Sunny merasa curiga sekaligus penasaran, tiap malam Grace keluar rumah pada pukul sebelas malam.
Awalnya, Sunny mengira Grace ingin cari makan, pasalnya mobilnya terparkir di sebuah restoran siap saji hasil produksi dalam negeri. Ternyata, sahabat tidak masuk ke dalam ayam tepung buatan lokal itu yang rasa tak jauh dari ciptaan ayam Kolonel Sander.
Grace berjalan ke belakang restoran siap saji, di sana berdiri sebuah bangunan tua yang sudah terbengkalai, mungkin sudah ada sebelum Sunny maupun Grace dilahirkan. Cat tembok yang mengelupas, diganti dengan lukisan grafiti hasil tangan-tangan jahil. Tidak ada pintu maupun jendela.
Sunny sempat ragu meneruskan langkah untuk mengikuti Grace. Tapi. Rasa penasaran mengalahkan rasa ragu. Balik ke rumah, juga membuat Sunny tidak bisa tidur, dilanda rasa penasaran. Dengan langkah setengah ragu, Sunny masuk ke dalam. Awalnya memang terlihat tidak ada apa-apa. Kosong dan gelap. Sosok Grace juga mendadak menghilang.
Ketika mata Sunny mengelilingi bangunan yang membuat bulu kuduk berdiri, mata menemukan lubang menuju ke bawah, anak-anak tangga bernuansa remang-remang. Sunny turun ke bawah dengan pelan, jantung yang berdegup kencang.
Tiba di bawah, kumpulan pria-pria berbadan besar berserta bau keringat yang menguar dari pori-pori tubuhnya. Membuat Sunny mual, belum lagi suhu ruangan yang terasa panas dan pengap. Namun, demi misi gadis berusia sembilan belas tahun itu bertahan.
Suara dentuman keras dan teriak-teriakan yang menyerukan nama yang sangat kenal, Grace dan satu nama orang lain yang Sunny tidak kenal. Dengan dahi mengerut, menoleh ke sumber suara. Sahabatnya sudah berada di depan riang pertarungan yang dipagari tertuju besi. Mirip seperti kandang anjing berukuran raksasa,
Di sana, Grace terlihat seperti seorang cewek jagoan. Menghindar dengan lincah ketika lawannya yang badannya jauh lebih besar menyerang. Lalu membalas memukul dan menendang lawannya hingga tumbang.
Malam itu, Grace menang, membawa belasan juta, uang yang dia pakai untuk membeli obat dan sebagai ditabung untuk biaya operasi Mami.
"CK, kenapa sih, lo harus ke sana lagi?" intonasi Sunny meninggi.
"Nanti aja ceritanya. Gue lapar banget. Pengen Indomie goreng, pake sosis, nugget, telor mata sapi setengah mateng," minta Grace datar.
Sunny menghelakan nafas. "Sana cuci muka! Gosok gigi! Utang cerita lo,"
Lima menit kemudian, Grace sudah ada duduk manis di meja makan bulat, yang hanya sanggup menampung empat orang.
Meja makan itu sudah ada sebelum Grace lahir. Hadiah pernikahan kedua orang tua dari kakek - nenek pihak Papi. Mungkin dulu, Akong dan Amah berharap orang tua Grace memiliki dua anak, Grace dan seorang adik laki - laki. Tapi, yang lahir hanya Grace. Lahir kemudian bertumbuh dengan hantaman kekecewaan, yang berakhir pada kebencian dan dendam mendalam kepada sosok yang dahulu dia panggil Papi dengan nada manja.
Kaki Grace naik ke jok kursi, meletakan kepalanya di atas lutut. Wajah kesal, kembali membayangkan orang yang sudah membuat wajah babak belur dan sampai sekarang masih merasakan denyut-denyut sakit. Membuat mood pagi begitu buruk. Malas mengerjakan tugas wajibnya.
Mata Grace sekilas menatap punggung Sunny yang sedang berdiri di depan kompor, menggoreng nugget dan merebus nasi. Sekali sahabatnya melihat panci tempat merebut mie instan.
"Kemarin gue abis lima belas juta cuman satu kali pertarungan. Bangke!" Grace membuka suara, nadanya menahan kesal.
Tangan Grace hendak bergerak mengambil gelas kaca di hadapannya, tapi dia tahan. Di bayangkan, dia ingin membanting gelas ke lantai sekuat tenaga.
Bukan karena uang yang melayang, tapi dia nggak terima kalah. Apalagi dikalahkan oleh seorang pendatang baru. Grace sebagai 'ratu' Lorong Bawah Tanah merasa terhina. Grace jarang sekali kalah, ya setahun bisa dihitung jari.
"What?!" pekik Sunny ikut kesal sekaligus kecewa.
Tentu aja kesal, Grace menghamburkan uang senilai laptop atau ponsel terbaru.
"Mendingan uangnya lo kasih gue buat jalan-jalan ke Bali," lanjut Sunny menggerutu.
"Gue berharap mati di sana," mata Grace berkaca-kaca. Nada putus asa.
Ucapan Grace yang dingin menghentikan tangan Sunny yang hendak mematikan kompor.
"Siapa lawan lo?" nada Sunny sedikit bergetar. Matanya berkaca-kaca.
Grace, kenapa lo ngomong gitu? Apa lo nggak mikirin gue? Kalo lo mati gue sama siapa?
Grace mengangkat kedua bahunya, "Cowok itu memakai masker dan topi bisbol. Sok misterius," cibir Grace. "Gue harus bertarung ulang sama itu cowok," sambung Grace.
Baru kali ini, Grace melawan sosok yang 'sok' misterius. Mengapa lawannya harus menutupi wajahnya? Apa yang mau dia tutupi? Tapi, ada hal yang Grace rasakan ketika baku hantam merebutkan uang lima belas juta itu terjadi, Grace merasa mengenal orang itu. Tapi, mau siapa pun dia, tetap saja Grace tidak terima dikalahkan. Dari kecil, memang Grace nggak suka dikalahkan. Grace harus menjadi yang pertama.
Kekalahan tadi malam menghadirkan rasa putus asa. Kekalahannya bagai hukuman mati untuk Grace. Berharap pertarungan kemarin membuat Grace menyusul Mami.
Mata Grace berkaca-kaca. Tangan putih itu segera mengusap kasar pipinya. Grace tidak ingin sahabatnya melihat cairan bening sialan itu mampir di wajahnya. Bahkan, dia ingin Sunny mengira Grace sudah tak bisa memproduksi air mata lagi.
Grace pun tak tahu, jika Sunny pun mencoba melakukan hal yang sama dengannya. Sunny berusaha keras untuk melenyapkan tangisannya. Terfokus dengan pekerjaan yang kerjakan. Sunny tahu memohon ke Grace untuk berhenti datang ke sana, dengan alasan Sunny takut Grace akan mati, hanya memicu pertengkaran. Hal yang selalu Sunny hindari, lebih baik menghindari. Toh, Sunny tahu, lawan-lawan Grace nggak mungkin membunuh Grace di medan pertarungan. Walaupun ilegal, tapi orang-orang di sana memiliki peraturan yang tidak berani dilanggar tidak membunuh lawan.
Sunny menoleh padanya, Grace langsung membuang muka. Menatap ke luar rumah lewat jendela. Tak sengaja menemukan si anak baru yang berjalan sambil mengendong gitar. Mengingatkan Grace pada seseorang di masa lalunya.
"Kayaknya gue pernah lihat tuh cowok, tapi di mana ya?" celetuk Sunny mengikuti apa yang sahabatnya lihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOST NONA GRACE
RomanceNomor peserta : 27 Tema yang diambil : Mental health Nona? Hmm... kira-kira bagaimana wujud si ibu kost? Apa sama seperti ibu-ibu kost lain? Galak? Judes? Akan meneror jika kamu telat bayar? Seorang ibu yang sudah tua? Kesepian dan belum menikah...