GADIS ANTI SOSIAL YANG BERJIWA SOSIAL TINGGI
Mahesa menghentikan laju mobil, batal berbelok masuk ke gang Budi Luhur.
Seorang gadis berambut warna-warni tak sengaja lewat di depan mobilnya. Sepertinya sang ibu kost tak menyadari jika ada yang mereka berpapasan.
Tersenyum, mengagumi pemilik kost termewah nomor dua di Gang Budi luhur itu. Mahesa tahu apa yang ingin ibu kostnya lakukan. Mahesa menepikan mobil, tepat di depan restoran Padang.
Sang Tuan Muda mengambil kamera, keluar dari mobil listrik keluaran perusahaan Elon Musk itu.
Diam-diam mengikuti sang ibu kost dengan hati-hati. Jangan sampai gadis itu tahu keberadaan pria kaya itu. Membidik setiap tingkah laku Grace dengan kamera polaroid.
"AVA!!" seru Grace tertuju pada seorang gadis kecil yang berada di bawah tiang lampu lalu-lintas.
Gadis kecil pemegang kemoceng itu menoleh ke Grace. Bibir membentuk senyuman lebar dan matanya berbinar.
"ADA TETEH GRACE! ADA TETEH GRACE!" teriak riang bocah perempuan itu ke teman-temannya yang sedang berada di seberang jalan menunggu lampu hijau menjadi lampu merah.
Grace melambaikan tangannya ke anak- anak jalanan yang sedang berlari kepadanya. Sementara gadis itu duduk di undakan trotoar di samping seorang ibu tunawisma, sambil memasukan sepuluh lembar uang dua puluh ribu rupiah ke gelas hijau berisi kumpulan uang koin.
Sang ibu lusuh itu tersenyum bahagia, mata sedikit berkaca-kaca, "Nuhun, Neng Grace. Semoga Allah membalas semua kebaikan Eneng,"
Grace tidak menanggapi ucapan sang ibu. Membuang wajahnya dari sang ibu. Baginya yang dia lakukan adalah suatu kewajiban. Sebagai seorang diberikan rejeki yang berlebihan sudah tugasnya memberikan rezeki untuk orang yang kurang mampu.
Grace tidak sadar jika aksi sosialnya diabadikan.
Sepasang tangan yang terbungkus sarung tangan kain surta berwarna biru tua membidik Grace diam-diam dengan kamera polaroid.
Bibir pria itu melengkung senyuman penuh kekaguman.
"TEH (1) GRACE!" lima anak kecil berpakaian lusuh itu mendekati Grace.
"Kalian pengen makan apa hari ini?" tanya Grace sambil bangkit berdiri.
Setiap ada rezeki yang berlebih, Grace lebih memilih untuk memberikan makanan untuk lima anak jalanan yang mencari sekeping demi sekeping uang di lampu merah yang tidak jauh dari gang tempat kost Nona Grace berdiri.
Ke lima bocah berusia dua belas tahun ke bawah itu sedang berpikir. Apa pun yang mereka inginkan Grace pasti akan menuruti. Grace akan masuk ke dalam, dan memesan take away. Grace bukan hanya membeli untuk ke lima bocah itu, tapi untuk keluarga mereka.
"Aku mau makan di sana!" Ava menunjukan restoran mewah yang berdiri di pinggir pertigaan jalan. Menuju jalan Gegerkalong Hilir.
Mata Grace mengikuti telunjuk bocah itu, raut wajahnya berubah jadi lebih dingin dari sebelumnya ketika membaca nama rumah makan terbilang mewah itu. 'DAPUR NONA GRACE'.
Grace menggeleng. "Itu makanan haram," tukas dingin Grace.
"Bukannya itu restoran Abah (2) Teh Grace?" tanya polos anak laki-laki berusia delapan tahun. Mata tertuju pada restoran itu.
"Kita cari makanan yang lebih enak dari restoran itu?" Grace tak menanggapi. "Kita beli KFC aja,"
Setiap Grace mengingat ayam goreng tepung Kolonel Sander itu, pasti Grace teringat Sunny. Grace mengeluarkan ponsel, membuka aplikasi what's app, mengetik sesuatu di forum chat antara Grace dan Sunny. Memberitahu jika hari ini menu makan malam mereka adalah KFC.
Grace menyetop angkot berwarna hijau. Menyuruh lima anak itu masuk ke dalam angkot itu yang kebetulan kosong.
"Enggak perlu angkut penumpang lain, Mang!" Grace langsung memberi dua lembar seratus ribu.
Malam pertama di tempat baru, kamar baru yang memiliki sejarah kelam. Mata belum bisa terpejam. Masuk ke alam mimpi, menemukan cerita indah di sana.
Bukan karena tempat dia berbaring adalah tempat terakhir seseorang memutuskan meregang nyawa, melainkan bayangan seseorang yang menetap dalam benaknya.
Kamu pasti sudah tahu siapa yang sedang ada dalam kepala Carolus. Nona Grace, gadis itu sama misterius dengan alasan penghuni kamar sebelumnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Peraturan Grace pulalah yang membuat Carolus harus ralat pemikirannya tentang kematian, bahwa orang bisa saja memilih tempat di mana dia mengakhiri perjalanan hidupnya.
Carolus beranjak dari ranjang. Mengambil jaket yang dia taruh asal di kursi meja belajar. Memutuskan untuk keluar dari kamar, mencari udara segar. Mungkin mencari kudapan hangat dari kios - kios makanan yang masih buka, sekalian berkenalan lebih dekat dengan lingkungan gang Budi Luhur.
Sapa tahu, ada orang yang bisa dia temui, dan mengenal beberapa bait fakta tentang gadis bernama Grace.
Grace artinya karunia, keanggunan, berkat. Namanya cantik sesuai wajahnya. Orang tua pasti memberikan nama itu, agar gadis itu akan menjadi berkat untuk sekitarnya dan selalu mendapatkan berkat berupa kebahagian. Tapi, ekspresi di wajah cantik bercerita bahwa dia jauh dari kata bahagia.
Gue ingin tahu cerita di balik ekspresi dinginnya. Penasaran bagaimana caranya tersenyum dan menguarkan kebahagiaan?
Sebelum meninggalkan kamar, mata Carolus melirik jam dinding di atas kepala ranjangnya. Pukul 00.20.
Pintu gerbang dua terbuka bersamaan dengan pagar gerbang pertama yang didorong oleh seseorang yang memakai tudung kepala. Cahaya dari lampu mobil tidak mampu memperjelas wajah siapa itu. Tubuhnya tinggi dan langsing. Mengingatkan dengan sosok yang pertama kali menyambut Carolus di kost ini.
Sosok itu masuk ke dalam yaris berwarna kuning, memasukannya ke dalam pekarangan. Berhenti tepat di samping rumah mungil itu.
Dari mana dia? Rasa penasaran kembali mengetuk sanubari Carolus. Tampaknya semua tingkah laku dan gerak-gerik sang pemilik kost akan selalu menarik perhatian Carolus.
Gadis itu turun, kembali melangkah dan menarik pagar putih itu. Menyatukan dengan pintu kecil yang berada di ujung.
Gadis itu mendadak terduduk, meringkuk, dan bersandar di pagar itu.
Ada apa? Kenapa dia nggak melangkah masuk ke rumah?
"KENAPA GUE NGGAK MATI AJA, SIH!" mendadak dan tak terduga gadis itu berteriak sekuat tenaga. Lalu bahunya berguncang. Membenamkan wajah jelita di atas lutut.
Carolus tertegun. Menatap iba. Kenapa gadis itu ingin mati? Apa yang dia lakukan di luar sana?
"Nona Grace!" panggil Carolus selembut mungkin sambil berjalan mendekati.
Grace menengadahkan kepala ketika nama dipanggil oleh suara yang masih terdengar asing di telinganya. Pipi memanas, menyadari kebodohan, dan menyesali tak dapat mengontrol emosi. Segera gadis itu bangkit berdiri, melangkah cepat ke rumah.
Langkah Grace terhalang oleh tubuh tinggi Carolus. Gadis itu hanya sebatas di dagu pemuda itu.
Dada Grace naik turun, menahan marah campur rasa lelah.
"Permisi!" ucap Grace dingin dan datar. Wajah tertutup tudung jaket kulit cokelat tua.
"Kamu bisa cerita kepada saya!" Carolus mencoba mengintip wajah cantik dalam tudung itu. Sekilas pria itu menghirup aroma keringat, darah, dan obat luka.
"Per-mi-si!" mulut bergetar dan mengeja.
"Kamu terluka?"
"Jangan sok peduli!" Grace melewati tubuh jangkung itu.
Apa yang terjadi pada Nona Kost ini?
Belum dua puluh empat jam Carolus berada di sini, sudah banyak pertanyaan yang memenuhi kepala Carolus dan semuanya tentang Grace.
Mata Carolus penuh perhatian dan tanda tanya mengawasi punggung Grace, hingga gadis itu lenyap terhalang pintu dorong.
(1) : Kakak perempuan dalam Bahasa Sunda
(2) : Ayah dalam bahasa Sunda
KAMU SEDANG MEMBACA
KOST NONA GRACE
RomanceNomor peserta : 27 Tema yang diambil : Mental health Nona? Hmm... kira-kira bagaimana wujud si ibu kost? Apa sama seperti ibu-ibu kost lain? Galak? Judes? Akan meneror jika kamu telat bayar? Seorang ibu yang sudah tua? Kesepian dan belum menikah...