***
Setelah bertemu dengan Nayeon, Lisa tahu alasan Nayeon begitu sombong di depannya. Nayeon tahu banyak tentangnya. Lisa yang sebelumnya bekerja sebagai pengasuh pasien di rumah sakit, bertemu dengan ibu Jung Hoseok. Wanita tua itu menyukainya kemudian menjodohkannya dengan putranya. Beruntung karena Lisa cantik dan Jung Hoseok menyukai wajahnya, juga tubuhnya, karena itu perjodohannya berjalan lancar dan mereka menikah. Nayeon mengetahui cerita itu dan tidak hanya sampai di sana, wanita itu mengetahui sebuah rahasia besar Kapten Jung. Rahasia yang katanya tidak akan pernah bisa Lisa bayangkan, tidak juga bisa Lisa ketahui.
"Kapten Jung tidak akan pernah bisa meninggalkanku," yakin Nayeon. "Dia akan hancur kalau meninggalkanku," susulnya yang secara tidak langsung memperingatkan Lisa agar berhati-hati padanya.
"Jadi apa yang kau inginkan?" tanya Lisa. "Kau ingin aku yang pergi?" susulnya, mencoba terlihat tenang meski sebenarnya ia sangat marah sekarang. Ingin sekali ia lempar gelas kopi di depannya ke wajah wanita itu.
"Aku pikir kau bodoh," komentar Nayeon, terus menghina Lisa setiap kali wanita itu bicara. Rasa percaya dirinya benar-benar luar biasa. "Kalau kau sudah mengerti, kita tidak perlu lagi duduk berdua di sini, bukan begitu? Cepat ceraikan dia. Aku tidak bisa menunggu terlalu lama," Nayeon bangkit. Ia akan beranjak pergi.
Wanita itu sudah lelah jadi simpanan Kapten Jung. Sekarang sepupunya sudah mengetahui tentang perselingkuhan itu. Hanya perlu menghitung hari sampai keluarga besarnya juga mengetahui statusnya sebagai seorang wanita simpanan. Sebelum keluarganya tahu, sebelum orangtuanya di luar kota tahu, Nayeon ingin Kapten Jung bercerai. Ia tidak ingin berpisah. Ia tidak ingin dipaksa berpisah. Karenanya, Lisa yang harus lebih dulu ia singkirkan.
"Kenapa memintaku melakukannya?" Lisa ikut berdiri. Ia raih tasnya kemudian bergerak dua langkah untuk memotong jalan Nayeon. "Kalau menurutmu dia tidak bisa hidup tanpamu, buat dia menuruti permintaanmu," ia itu lantas tersenyum. Mengusap bahu Nayeon untuk menyingkirkan rambut panjang yang tersampir di sana. "Padahal aku akan bersedia membaginya denganmu kalau kau memintanya dengan baik," bisiknya, yang akhirnya melangkah pergi lebih dulu. Meninggalkan Nayeon yang sekarang luar biasa kesal.
Tidak ada memar di leher Nayeon, tidak ada luka di bahu gadis itu, Lisa menyentuhnya untuk mencari bekas luka yang mungkin ada di sana, namun ia tidak menemukan apapun. Kalau semalam mereka berdua berbagi ranjang, bersetubuh, Nayeon harusnya terluka— begitu pendapat Lisa, mengingat bagaimana kasarnya Kapten Jung saat menjelang orgasme.
Dalam perjalanan pulang, Lisa memikirkan suaminya. Ia terus memikirkan pria itu sampai tidak menyadari kalau Kapten Jung meneleponnya. Lisa tiba di rumah setelah beberapa menit mengemudi dengan kecepatan tinggi. Gadis itu meninggalkan tas serta cardigannya di lantai, di lorong depan pintu utama kemudian membasuh wajahnya di westafel dapur. Ia perlu mendinginkan kepalanya.
Emosi memenuhi kepalanya. Berkali-kali ia membayangkan bagaimana Nayeon dan suaminya berhubungan, mencari-cari alasan kenapa tidak ada luka di tubuh Nayeon. Mungkin kah wanita itu menyembunyikan lukanya? Tapi kenapa gadis bergaji tinggi— dalam standar Lisa— itu mau bertahan dengan suaminya? Kalau Lisa ada di posisinya, punya pekerjaan bagus juga keluarga terpandang, ia tidak akan sudi dijadikan simpanan apalagi dipukuli.
Di menti selanjutnya, di tengah-tengah imajinasi Lisa, pintu depan di bukan dengan kasar. Suara lantang suaminya memenuhi ruangan. Pria itu berteriak, memanggil Lisa yang mengabaikan teleponnya. "Lisa! Lalisa! Lalisa! Kemana saja kau seharian ini?! Kenapa kau tidak menjawab teleponku?!" bentaknya, sedang Lisa hanya menatapnya dengan tatapan sinis. Lisa tunjukan dengan jelas bagaimana marahnya ia sekarang.
Jung Hoseok yang sebelumnya berteriak kini terdiam. Ia sembunyikan rasa terkejutnya ketika melihat Lisa begitu marah. Sembari mengurani volume suaranya, ia melangkah mendekat. "Kenapa kau tidak menjawab teleponku? Apa yang terjadi?" tanyanya, jauh lebih lembut dari sebelumnya. Entah pria itu berpura-pura bodoh atau Nayeon memang belum menghubunginya. Tapi menilai bagaimana peringai Nayeon tadi, harusnya gadis itu sudah memberitahu Hoseok tentang pertemuan mereka.
Lisa tidak menjawab pertanyaan suaminya. Gadis itu melangkah, akan melewati Hoseok namun jelas, tangan laki-laki itu menahannya. Ia genggam pergelangan tangan Lisa, menahan gadis itu agar tidak pergi. "Kita bicara-" ia tidak bisa melanjutkan kalimatnya.
Jung Hoseok di tampar istrinya. Untuk kali pertama sejak pernikahan mereka. Untuk kali pertamanya selama mereka saling kenal. Lisa hampir tidak pernah marah. Ia beberapa kali kesal di awal pernikahan mereka, sebab Hoseok menyakitinya. Namun setelah tiga kali kesal dan Hoseok tidak berubah, gadis itu berhenti marah. Ia hampir tidak pernah marah dan bagi Jung Hoseok, gadis itu meledak sekarang.
Saking terkejutnya karena Lisa tiba-tiba marah sampai menamparnya, Hoseok tidak menyadari kalau gadis itu sudah meninggalkannya. Lisa masuk ke kamar utama kemudian mengunci pintunya dari dalam. Jung Hoseok tidak akan bisa masuk kecuali ia cukup kuat untuk menghancurkan pintu kayu yang kokoh itu.
Kapten Jung mencoba membuka pintunya. Jelas terkunci. Selanjutnya ia panggil istrinya. "Lisa, buka pintunya," katanya dengan nada yang masih terdengar lembut. Ia ketuk pintunya, masih juga terdengar normal. Ia masih sangat terkejut dengan respon Lisa tadi. Kepalanya belum selesai mencerna apa yang baru saja terjadi. Bagaimana bisa gadis itu menamparnya? Jung Hoseok masih bertanya-tanya, tanpa mengimajinasikan jawabannya. Ia memanggil juga mengetuk, namun wanita yang ada di dalam masih diam.
Di dalam kamar tidurnya, Lisa awalnya hanya duduk. Gadis itu duduk di ranjang sembari menarik nafasnya dalam-dalam. Ia berusaha menenangkan dirinya sekarang. Rasanya tidak adil jika benar Kapten Jung memperlakukan Nayeon dengan baik. Jika gadis itu tidak dilukai. Jika gadis itu tidak dipukul. Jika gadis itu tidak dicekik. Lisa merasa marah, sebab Nayeon kelihatan mendapatkan banyak hadiah tanpa harus menerima rasa sakit apapun.
Mungkin Nayeon diperlakukan begitu karena ia mengetahui rahasia Kapten Jung— Lisa mengambil keputusan itu setelah ia mendengar ketukan di pintu jadi semakin keras. Kapten Jung mulai kehilangan kesabarannya. "Aku harus menemukan rahasianya," putus Lisa, yang sekarang bangkit dan mulai mencari. Ia buka brangkas di dalam kamar utama yang jelas bukan miliknya. Ia coba membuka kotak besi itu dengan tanggal ulangtahun Hoseok tapi gagal. Ia coba angka acak lainnya dan tetap gagal. Ia cari buku catatan yang mungkin ada di laci, hasilnya nihil. Hoseok tidak menyimpan catatan apapun. Terus ia coba meski Hoseok berteriak semakin keras, memanggilnya agar ia cepat membuka pintunya.
Lisa perlu waktu untuk membuka brangkas itu. Maka ia cari ke sekeliling kamar, sesuatu yang mungkin Jung Hoseok simpan tanpa sepengetahuannya. Laci-laci ia buka. Ia rogoh sela di bawah ranjang berharap akan menemukan sesuatu. Ia cari apapun mencurigakan di walk in closet dalam kamar utama itu. Satu-persatu saku di pakaian suaminya ia rogoh isinya. Tas-tas suaminya pun begitu. Ia buat semuanya berantakan diiringi pukulan di pintu juga teriakan suaminya.
"Lisa! Buka pintunya! Jangan membuatku marah! Lalisa! Cepat buka pintunya!" Jung Hoseok terus berteriak. "Bisakah kita berhenti bertengkar?! Cepat buka pintunya Lalisa!" teriakannya semakin keras, pukulannya di pintu pun jadi semakin keras. Pria itu mulai menendang pintunya sekarang.
"Terus pukul pintunya sampai tanganmu lepas," cibir Lisa, yang tidak menemukan apapun selain sebuah botol vitamin kosong di dalam tas lama yang hampir tidak pernah lagi Kapten Jung pakai. Lantas untuk menyamarkan pencariannya, gadis itu membasuh wajahnya dengan keras. Ia gosok pipinya juga bibirnya dengan air, sampai sebagian lipstiknya berantakan. Sampai ia terlihat begitu berantakan, juga sedih. Baru setelah itu ia buka pintunya, menatap Hoseok yang sedang mengangkat tangannya, siap memukul.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dancing In The Hell
Fanfiction"...jangan melakukannya, kau akan masuk neraka!" katanya, begitu kata mereka. Kenapa aku harus takut akan masuk ke neraka? Aku sudah hidup di sana, seumur hidupku.