28

321 81 1
                                    

***

Jung Hoseok bukan Kwon Jiyong yang punya banyak anak buah. Pria itu bekerja sendirian, memang sesekali ia membayar orang namun tidak ada lagi seorang pun yang cukup ia percaya. Setelah bagaimana orang-orang mengkhianatinya, sulit baginya untuk kembali percaya. Butuh waktu lama sampai ia matang dengan rencananya. Butuh waktu lama sampai ia tahu dimana Jiyong tinggal— meski alamat itu bukanlah alamat spesifiknya.

"Kwon Jiyong tinggal di Poppy Island, entah di bagian pulau yang mana," yakinnya setelah mencari pria itu selama beberapa tahun terakhir.

Tidak diketahuinya dimana pria itu tinggal, jadi ia temui semua polisi yang mungkin bisa membantunya. Setidaknya satu polisi dari tiap kantor polisi di Poppy Island ia temui. Ia beri mereka informasi namun hanya satu kantor polisi yang menangkap Jiyong. "Ah... Hanya ada satu kantor polisi yang tidak bekerja padanya," nilai Jung Hoseok setelah melihat bagaimana Jiyong ditangkap di salah satu bar miliknya.

Sayangnya pria itu langsung dibebaskan tiga hari kemudian. Sebab mereka tidak punya cukup bukti atas kejahatan itu. Sebab Jiyong punya orang-orang berkuasa yang melindunginya. Tahu kalau Jiyong bebas, Jung Hoseok lekas bersembunyi. Tidak ia biarkan pria itu menemukannya. Setelah lebih dari tiga minggu ia bersembunyi, baru lah disadarinya kalau tidak seorang pun mencarinya. Jiyong tidak mencarinya, orang suruhannya pun tidak. Jung Hoseok merasa ia bisa keluar dari persembunyiannya sekarang, ia bisa melanjutkan rencananya, mencari bukti lain kejahatan Jiyong. Bersikeras untuk membuat pria itu dipenjara seperti bagaimana ia dikurung di sana. Tidak pernah terpikir olehnya kalau Jiyong mungkin akan baik-baik saja meski tinggal di balik jeruji besi.

Yakin kalau dirinya tidak akan ditemukan, pria itu mencari Kwon Jiyong di Poppy Island. Butuh setidaknya satu minggu sampai ia temukan pria itu di depan salah satu barnya. Tempat Jiyong ditangkap beberapa minggu lalu. Tanpa tahu apa yang sedang Jiyong lakukan, ia buntuti pria itu.

"Akhirnya dia menemukanku," santai Jiyong setelah tahu kalau dirinya dibuntuti. Kira-kira tiga jam, sampai ia menyadari kalau ada sebuah mobil yang terus mengikutinya. Mobil yang selalu berada tidak jauh dari miliknya.

Selepas memberitahu Song Mino kalau rencananya akan mereka mulai malam ini. Jiyong menyuruh supirnya untuk pergi lebih awal. "Aku akan menyetir sendiri malam ini," katanya, masih di dalam bar. 

Begitu mendapatkan kunci mobilnya, pria itu masuk ke dalam mobilnya. Ia duduk sebentar, memperhatikan mobil Jung Hoseok yang langsung menyala sesaat setelahnya. "Harusnya dia tetap jadi pilot saja," geleng Jiyong, mencibir Hoseok sementara dirinya menelepon Lisa. Butuh waktu lama sampai gadis itu menjawab panggilannya.

"Aku harap bukan kabar buruk," kata Lisa begitu menjawab panggilannya. Panggilan yang hampir tidak pernah masuk ke handphonenya. Jiyong hampir tidak pernah meneleponnya, seumur hidup mereka.

"Dimana kau sekarang?" tanya Jiyong, mengabaikan reaksi Lisa atas panggilannya.

"Kenapa? Kau akan ke sini atau mau menyuruhku menemuimu? Dan kenapa kita harus bertemu?"

"Aku yang lebih dulu bertanya, jawab pertanyaanku."

"Jawabanku akan tergantung pada jawabanmu. Jadi jawab aku lebih dulu. Kenapa kau menelepon? Mabuk? Ini masih sangat sore."

"Aku ingin makan gurita."

"Lalu? Butuh teman memesan?"

"Hm..."

"Ajak asistenmu."

"Dia lebih sibuk dariku."

"Anak buahmu lainnya?"

"Kau sibuk?"

"Kau mampu memesan dua porsi sendirian-"

"Baiklah kalau kau sibuk," potong Jiyong, akan mengakhiri panggilan itu namun Lisa menahannya.

"Baiklah!" seru wanita itu, tiba-tiba. "Tapi bawa mobil yang lebih besar. Aku ada di tempat kursus. Bantu aku membawa sebuah meja, tidak terlalu besar, hanya meja untuk minum kopi, setelah itu aku temani makan gurita. Setuju?" tawar Lisa.

"Berapa ukuran mejanya? Tanya penjualnya kalau kau tidak tahu-"

"Ish... Aku tahu," ketus Lisa. "Tinggi dan lebarnya lima puluh sentimeter. Hampir persegi tapi bagian atasnya kaca."

"Kirim saja dengan kurir."

"Kalau begitu makan saja sendiri," balas Lisa, membuat Jiyong menyerah kemudian mengiyakannya. Ia setujui permintaan Lisa untuk membawa meja minum kopi itu. Maka keluarlah lagi ia dari mobilnya. Ia langkahkan lagi kakinya masuk ke dalam bar, meminta seseorang menyiapkan sebuah mobil yang lebih besar untuknya. Untungnya ada sebuah mobil SUV milik pegawai bar-nya yang bisa ia pinjam.

Dengan sebuah SUV putih pria itu kemudian mengemudi ke alamat yang Lisa kirimkan. Tidak jauh di belakangnya Jung Hoseok mengekori. Sembari mengemudi, ia perhatikan mobil sedan hitam yang mengikutinya, sampai akhirnya pria itu tiba di depan sebuah gedung empat lantai dan Lisa ada di bagian depannya. Jiyong hanya menekan klakson mobilnya, membuat Lisa melangkah menghampirinya.

"Turun," pinta Lisa. "Mejanya ada di dalam," kata gadis itu.

"Ada apa dengan tanganmu?" tanya Jiyong yang dengan terpaksa harus mematikan serta meninggalkan mobilnya. Saat Jiyong datang, dilihatnya tangan Lisa terluka, di perban di bagian telapak dan punggung tangan.

"Kecelakaan saat bekerja," santai gadis itu, yang kini mengajak Jiyong masuk ke dalam tempat kursusnya. Ia kenalkan Jiyong pada pelatihnya, mengatakan kalau pria itu adalah temannya yang akan membawakan mejanya.

Lisa buat Jiyong kagum dengan pekerjaannya. Tidak ia percaya gadis itu bisa membuat meja seperti yang dilihatnya sekarang. "Aku bisa mengangkatnya sendiri kalau tidak terluka," kata Lisa sementara Jiyong mengangkat meja itu dengan begitu mudah. Lisa tahu pria yang ia mintai bantuan itu bisa membawa dua meja sekaligus, sementara pelatihnya dengan canggung melangkah mundur. Pelatih itu berfikir Jiyong yang kurus akan memerlukan bantuannya untuk mengangkat sebuah meja minum kopi.

"Kau yang membuat ini sendirian?" tanya Jiyong sembari melangkah keluar bersama meja buatan Lisa.

"Ya," gadis itu mengangguk. "Bagus kan? Aku terluka saat memilih kaca-nya. Aku tidak tahu kalau kacanya akan sangat tajam. Tapi aku sudah mengikirnya, harusnya dia tidak tajam lagi sekarang," ceritanya, yang berjalan tepat di sebelah Jiyong.

"Buka bagasinya," suruh Jiyong, yang kemudian menatap ke arah saku depan celananya, memberitahu Lisa kalau kunci mobilnya ada di sana. Tanpa memikirkan apapun, gadis itu merogoh saku Jiyong. Ia cari kunci mobil di sana, membuka pintunya juga bagasinya.

"Kalau ditaruh begitu, kacanya tidak akan pecah, 'kan?" tanya Lisa sementara Jiyong sibuk menata bagasi mobil SUV itu, memastikan mejanya tidak akan rusak, tidak akan lecet apalagi pecah. "Jangan sampai pecah, aku mengerjakannya dengan darah dan keringat," susulnya kali ini sembari mengibaskan tangannya yang terluka di depan wajah Jiyong.

"Kita bawa mejanya ke rumahmu dulu sebelum pergi makan," kata Jiyong setelah yakin meja buatan Lisa tidak akan terluka di bagasi mobil itu.

"Dimana kita akan makan? Aku ada kursus lain dua jam lagi," katanya dan Jiyong mengangguk, Lisa bisa memilih dimana mereka akan makan gurita sore itu. Sementara Lisa mengekori Jiyong untuk masuk ke dalam mobil, di mobil lain, Jung Hoseok menahan dadanya yang akan meledak.

***
Buat mba mba yang ngasi aku uang untuk pipis, tengkyuuu... Aku pengen gantiin uangnya, tapi mbanya udah ilang, cepet amat mbanya 🥺🥺🥺
Malu banget guaaaa, mau pipis ga punya cash sama sekali, mau ke atm dulu ga kuat nahan pipisnya, tapi pipisnya ga bisa cashless... Terus nyimpen uang cash tuh sering ilang dikosan yang sekarangg... Berasa kosan w ada tuyulnya huhuhu
Berkat mba tadi w ga jadi ngompol pas antri atm, tengkyuuu~ walaupun ga mungkin dia baca hehe

Dancing In The HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang