19

405 93 2
                                    

***

Sama seperti ketika ia memutuskan untuk melarikan diri, Lisa menjatuhkan air matanya seusai pengadilan mensahkan perpisahannya. Hoseok tidak datang ke pengadilan, masa tahanannya diperpanjang sampai perceraian itu selesai. Hanya Kang Daesung yang datang untuk mewakilinya, pengacara yang dengan santai menyetujui semua permintaan Lisa juga syarat-syaratnya. Jung Hoseok harus setuju, mau tidak mau atau nyawanya terancam.

Meski terlihat setuju, nyatanya Kapten Jung tidak menyukai ide perceraian itu. Ia justru membenci ide itu, sangat membencinya. Termasuk membenci pengacaranya juga orang-orang di baliknya. Jung Hoseok bersumpah, ia tidak akan diam saja, ia akan membalas mereka semua yang telah merusak pernikahannya. Amarah membuatnya mampu bertahan hidup meski perceraian telah merenggut separuh nyawanya.

Di dalam mobilnya, sendirian, gadis itu menangis. Ia terisak, mengasihani kehidupannya yang menyedihkan. Namun kini tugasnya belum selesai. Ia masih harus memberitahu mertuanya— atau harus disebut mantan mertuanya? Lama gadis itu terdiam, menimbang-nimbang bagaimana ia harus memberitahu orangtua Hoseok tentang perceraiannya. Bagaimana ia harus menghadapi mereka.

Akhirnya, seperti keahliannya. Ia melarikan diri. Lepas perceraian itu, ia minta pengacaranya untuk mengurus aset-asetnya kemudian meninggalkan kota. Tidak sampai satu bulan lepas bercerai, Kapten Jung bebas dan Lisa harus meninggalkan Bellis untuk menghindarinya. Song Mino menjemputnya di bandara, Bandara Internasional Bellis.

"Aku tidak percaya," katanya sebal. "Kenapa aku harus menjemputmu di sini? Kau bisa terbang sendiri ke Poppy Island dan aku akan menjemputmu di bandara, kenapa aku harus ke sini?" pria itu bertanya, setelah ia turun dari pesawat paling pagi hari ini.

"Ini di bandara," kata Lisa. "Dan secara teknis, aku yang menjemputmu," susulnya.

Gadis itu kemudian melangkah, mendahuli Song Mino. Mereka berjalan meninggalkan pintu kedatangan, melangkah ke mobil untuk meninggalkan bandara. Lisa tidak ingin pergi dari Bellis dengan pesawat. Ia tidak ingin terbang, lalu bertemu rekan-rekan kerja mantan suaminya di pesawat— meski kemungkinannya kecil. Kemarin, gadis itu menelepon Song Mino, meminta pria itu untuk menjemputnya, menemaninya naik kapal feri menuju Poppy Island. Tentu Song Mino menolak, ia tidak punya waktu untuk berkeliling kota dengan pesawat juga kapal feri. Namun saat dilaporkannya permintaan itu pada Jiyong, Jiyong menyuruh Asisten Song untuk pergi.

"Kenapa kau tidak meminta Boss untuk menjemputmu?" tanya Mino, yang duduk di sebelah Lisa si pengemudi.

Lisa hanya diam, sama sekali tidak ada jawaban darinya sebab ia sendiri tidak tahu jawabannya. Ia hanya menolak untuk menghubungi Jiyong, menolak untuk melihatnya, menolak untuk berinteraksi dengan pria itu setelah kali terakhir mereka bertemu. Setelah terakhir kali Jiyong melukai perasaannya.

"Aku tidak peduli dengan masalah asmara kalian," kata Mino sebab Lisa mengabaikannya. "Sementara pekerjaan, penghasilan, hidupku tidak terganggu karenanya. Aku tidak peduli dengan siapa kau ingin berhubungan. Boss atau pria lainnya. Karena itu..." Mino menggantung kata-katanya, ia menoleh pada Lisa dan kembali melanjutkan kalimatnya. "Jangan kabur seperti waktu itu. Boss tidak seperti Paman. Setidaknya katakan padaku kalau kau akan berhenti," pintanya, setelah ia mengingat bagaimana kacaunya bisnis mereka saat Lisa pergi.

Setelah perjalanan panjang, akhirnya pelabuhan ada di depan mereka. Mino kembali mengeluh, sebab perjalannya ke Poppy Island akan jadi sangat panjang sekarang. Ditambah dengan perutnya yang selalu mual karena ombak— mabuk laut. Masih sembari duduk di dalam mobil, mereka mengantri giliran untuk masuk ke dalam kapal feri. Namun makin dekat mereka ke kapal, makin gugup juga perasaan Lisa. Kembali ke Poppy Island setelah ia berjuang keras untuk pergi dari sana tidaklah mudah, tidak akan pernah mudah baginya.

Hanya kurang lima mobil lagi sebelum giliran mereka masuk dan perasaan gugup itu membuatnya kehilangan fokus. Ia tarik rem tangannya, membuat Mino langsung menoleh sementara ia buka pintu di sebelahnya. "Ya! Kemana kau akan pergi?!" tanya Mino, namun Lisa sudah lebih dulu keluar dari mobil, menjauhi mobilnya dan muntah di tempat sampah dekat sana. Di antara kerumunan orang yang juga mengantre untuk masuk ke dalam kapal.

"Hhhh... Dia mulai lagi," malas Mino, yang hanya menggerakan tubuhnya, pindah ke kursi samping untuk mengambil alih roda kemudi. "Cepat naik!" serunya, sementara ia mulai mengemudikan mobil itu maju beberapa meter ke depan.

Lisa datang setelah beberapa menit. Setelah mobil yang kini Mino kemudian maju sejauh dua mobil ke depan. Gadis itu naik ke kursi belakang, langsung menundukan kepalanya dan memijat sendiri pelipisnya. "Boss bilang, kalau kau tidak bisa kembali ke Poppy Island, kau bisa bekerja di Kokaina Hill," kata Mino sembari membuka semua jendela mobil itu, menyingkirkan aroma sakit dari tubuh Lisa. 

"Kokaina Hill?" ulang Lisa setelah ia membersihkan mulutnya dengan air dari botol plastik di sebelahnya. Air yang beberapa waktu lalu dibelinya namun tidak pernah ia sentuh sebelumnya.

"Sudah aku bilang Boss berbeda dari Paman," gumam Mino. "Setelah kau pergi dan Paman meninggal, Boss pergi ke Kokaina Hill, dia merebut tempat itu dari penguasa sebelumnya. Kau pasti pernah melihat berita kekacauannya di TV," kata Mino.

Kokaina Hill berada di pulau lainnya dalam Republik itu. Pulau yang berbeda dengan Kota Bellis, pulau yang berbeda dengan Poppy Island juga. Sebuah kota gemerlap mirip Las Vegas yang bebas. Beberapa tahun lalu tersebar berita pembunuhan seorang ketua gang di Kokaina Hill, disusul berita kerusuhan dengan lebih dari dua ratus korban jiwa. Pembantaian dan kerusuhan itu terjadi di dalam sebuah hotel.

"Sekarang Boss jauh lebih kuat dari Paman," kata Mino yang akhirnya memutar balik mobil Lisa itu, keluar dari antrian menuju kapal feri untuk mengemudi ke ujung pulau, melewati dua kota lainnya kemudian sampai di pelabuhan lainnya dan berlayar ke Kokaina Hill. Lisa membuatnya bekerja keras, meski Mino melakukan semua itu karena perintah atasannya. "Dulu Paman ingin menggunakanmu sebagai tali kekang para penguasa. Tapi Boss berbeda, tidak ia pakaikan tali kekang pada leher penguasa-penguasa itu," kata Mino sembari mengemudi menuju pelabuhan lain di sudut lain pulau itu.

"Lalu apa yang dia lakukan? Membunuh mereka?" tanya Lisa, bersikap acuh sembari menyandarkan kepalanya ke jendela mobil di sebelahnya. Kini ia duduk di sebelah Mino, menikmati perjalan memutar yang luar biasa panjang itu. Ia tidak mengerti kenapa Mino baru memberitahunya tentang Kokaina Hill setelah mereka tiba di pelabuhan tadi, setelah Mino melihatnya muntah dengan kepala yang hampir ditelan tempat sampah.

"Apa yang lebih kuat daripada seorang wanita yang bisa jadi jelek setelah beberapa tahun?" tanya Mino, namun Lisa enggan menjawab pertanyaan menghina itu. "Tentu saja obat. Karenanya dia beli barang baru dari Meksiko itu, tapi wanita simpanan mantan suamimu mengacaukannya," ceritanya.

"Sekarang situasinya kacau?"

"Masih bisa diatasi. Orang-orang jadi bodoh setelah ketergantungan," santainya.

"Bagaimana caranya?"

"Boss bunuh mereka yang merepotkan, kau ingin mendengar itu? Untuk membuktikan kalau Boss dan Paman sama saja?"

***

Dancing In The HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang