8

394 95 2
                                    

***

Lisa tengah menyiapkan makan malam ketika seseorang menekan bel rumahnya. Harusnya Kapten Jung yang datang, namun orang yang menekan bel rumahnya justru sekelompok polisi dengan surat perintah penggeledahan. Lisa yang kebingungan hanya bisa mematung di pintu rumahnya. Ia bahkan belum mematikan kompornya yang sedang merebus sup. Tentu wanita itu bertanya apa yang sebenarnya terjadi di sana. Lantas ia diberitahu kalau dini hari tadi, Kapten Jung ditangkap saat tengah memindahkan beberapa kilogram ekstasi juga beberapa botol vitamin berisi LSD— narkoba.

"Suami anda ketahuan menyeludupkan narkoba dari Meksiko," kata Detektif Choi Seunghyun, orang yang memimpin penyelidikan itu.

"Tidak mungkin," komentar Lisa. "Suamiku tidak mungkin melakukannya. Untuk apa dia melakukannya? Dia tidak mungkin melakukannya," bingung gadis itu, sementara banyak polisi menerobos ke rumahnya, mulai menggeledah tempat itu. "Biarkan aku bertemu dengannya, dia tidak mungkin melakukannya," kata Lisa, sama sekali tidak peduli dengan rumahnya yang sedang diacak-acak sekarang. Ia bahkan lupa pada masakannya yang mungkin hangus.

"Kapten Jung tertangkap basah, di lokasi kejadian," tegas Detektif Choi. "Bisakah anda ikut ke kantor polisi untuk dimintai keterangan?" susulnya dan kali ini Lisa menggeleng. Kepalanya mulai bekerja lebih cepat sekarang. Kalau para polisi itu tahu ia pernah tinggal di Poppy Island, ia tentu akan ikut dicurigai.

Gadis itu kemudian jatuh ke lantai. Ia duduk di lantai dengan nafas yang terengah-engah. Tidak, ia tidak berakting. Tubuhnya benar-benar terasa lemas, kepalanya jadi luar biasa pening dan kenangan akan Poppy Island, narkoba, paman juga Kwon Jiyong, semua kenangan yang ingin ia lupakan, perlahan-lahan merayap menyerang otaknya.

Detektif Choi terkejut, ia pegang bahu Lisa meski refleksnya sedikit terlambat. Gadis itu sudah lebih dulu merosot turun tanpa sempat ia tahan. "Nyonya Jung? Nyonya? Sadarlah, Nyonya?" bingung Detektif Choi, juga seorang detektif lain yang tengah mengecek isi rak sepatu di dekat mereka.

Lisa tidak pingsan. Gadis itu masih membuka matanya, masih bernafas dengan nafas yang terengah-engah dan wajahnya seketika terlihat pucat. Kalau sedang berakting, berpura-pura terkejut, gadis itu tentu tidak akan bisa membuat wajahnya jadi pucat hanya dalam beberapa detik. Ia tetap diam meski orang-orang memanggilnya, mengguncang tubuhnya.

Isi kepalanya sibuk membayangkan bagaimana hidupnya di Poppy Island. Bagaimana kalau ia ikut dicurigai karena pernah tinggal di sana? Bagaimana kalau ia dipenjara karena dianggap kaki tangan suaminya? Di saat yang bersamaan, ia pun berfikir, menebak-nebak siapa orang yang memperkerjakan suaminya. Jung Hoseok tidak mungkin bergerak sendirian. Ia hanya kurir— yakin Lisa, sebab dirinya tahu kalau sindikat perdagangan narkoba itu sering memperkerjakan pilot sebagai kurir mereka.

Kepalanya kemudian berimajinasi, mengingatkan Lisa bagaimana rasanya hidup di pabrik LSD. Bagaimana sesaknya memakai masker pengap agar tidak berhalusinasi di dalam sana. Serbuk-serbuk putih masih berterbangan di udara meski tempat itu sudah dihalangi tirai-tirai plastik. Perlahan Lisa mulai pusing, ia mulai merasa mual hingga akhirnya ia harus berlari ke kamar mandi dan muntah di sana. Ia keluarkan semua makanannya seharian ini.

Setelah beberapa saat dan gadis itu mulai merasa tenang, Detektif Choi kembali bicara, ia ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada Lisa. Lisa bersedia, ia duduk di ruang tengah bersama Detektif Choi sementara polisi-polisi lain masih menggeledah rumahnya. Pertanyaan-pertanyaannya hanya seputaran Kapten Jung. Apa pria itu kelihatan mencurigakan, siapa saja yang sering pria itu temui, kemana pria itu sering berpergian, semua yang membuat Lisa menyimpulkan kalau Detektif Choi pun tidak tahu siapa yang memerintah Kapten Jung. Polisi tidak tahu siapa orang dibalik transaksi serbuk putih itu.

Lisa tidak mengetahui apapun dan ia tidak berbohong. Kapten Jung tidak pernah membicarakan pekerjaannya. Mungkin karena pria itu ragu Lisa akan memahaminya. Lisa yang hanya seorang pengasuh bayaran di rumah sakit, mana tahu tentang penerbangan? Apa yang mungkin ia ketahui tentang bisnis?— Kapten Jung merasa istrinya tidak akan pernah memahami kondisinya, karena itu ia tidak menceritakan apapun.

"Hal yang biasanya kami bicarakan hanya soal belanja, suvenir, menu makanan, orangtua, hanya sesuatu tentang itu," jawab Lisa. "Aku tidak bisa menjawab apapun pertanyaanmu, Detektif Choi," katanya lemah.

Detektif Choi akan bicara, namun kemudian seorang polisi memanggilnya. Polisi itu bilang kalau ia menemukan satu kantong handuk berdarah di tempat sampah. Jadwal pembuangan sampah kering besok lusa, jadi Lisa belum membuangnya. Setelah mendengar informasi itu, Detektif Choi melihat ke arah Lisa yang masih duduk di sofa. Gadis itu menundukan kepalanya, dengan kedua tangan yang menyangga kepalanya, meremas rambutnya sendiri. Nyonya Jung terlihat sangat tertekan— nilai Choi Seunghyun.

"Nyonya Jung?" tegur Detektif Choi. Lisa lantas mengangkat kepalanya, menatap pria itu dengan tatapan sendunya yang kelihatan sakit. Gadis itu menangis, meski air matanya tidak mengalir deras. "Kami tidak menemukan apapun di sini. Apa kau tahu dimana Kapten Jung biasanya menyimpan barang-barangnya?" tanyanya.

"Tidak," geleng Lisa. "Aku tidak tahu. Suamiku tidak pernah mengatakan apapun tentang pekerjaannya. Aku hanya wanita yang dikenalkan ibunya, aku hanya lulusan sekolah dasar, aku hanya pekerja paruh waktu di rumah sakit, merawat pasien-pasien lumpuh dan membersihkan lantai kalau mereka muntah atau buang air di ranjang. Suamiku tidak mempercayaiku," susulnya.

Detektif Choi pergi dari sana setelah memutuskan kalau tidak ada yang bisa mereka temukan— kecuali berangkas dan beberapa alat elektronik yang dibawa untuk analisis forensik. Kini Lisa ditinggalkan sendiri, dengan rumah yang berantakan dan masakan yang hangus. Lelah dengan yang baru saja terjadi, Lisa berbaring di ranjang yang sepreinya sudah berantakan.

Matanya terpejam, memikirkan siapa yang mungkin berdiri di belakang Jung Hoseok. Ia ingat-ingat semua gang yang pernah di ketahuinya. Semua yang pernah disebut-sebut oleh paman dan adiknya. Gang mana yang paling besar untuk mampu membayar suaminya. Kepalanya luar biasa nyeri saat ia berusaha berfikir.

Sementara itu di kamar hotel tempat Jiyong menginap— masih di kota Bellis— Asisten Song melaporkan penemuannya. "Obat barunya tidak ada pada polisi," katanya dengan sangat yakin. "Kapten Jung memberikannya pada kekasihnya, Im Nayeon," susulnya.

"Dan dimana kekasihnya itu?" tanya Jiyong, masih berusaha untuk bersabar.

"Kami masih mencarinya, dia bersembunyi di suatu tempat," jawab Mino. "Kami sudah mengirim seorang pengacara untuk mengeluarkan Kapten Jung dari kantor polisi. Kalau semuanya lancar, kita bisa mendapatkan obatnya juga mengeluarkan Kapten Jung dari sana," pria itu menenangkan atasannya yang sudah seharian ini kesal.

"Pastikan juga tidak seorang pun membuka mulutnya," tekan Jiyong.

"Tapi Boss, saat aku menyelidikinya, istri Kapten Jung— Lisa. Lisa yang kita kenal," katanya, tentu mengejutkan Jiyong. Membuat pria itu langsung menoleh, membulatkan matanya.

"Apa katamu?" Jiyong yang merasa telinganya bermasalah, meminta Asisten Song mengulangi lagi laporannya.

"Malam ini polisi datang menggeledah rumah Kapten Jung. Mereka tidak menemukan apapun, tapi Lisa yang kita cari ada di sana, aku melihatnya ada di sana," jelas Song Mino, membuat kepala Jiyong jadi semakin pening sekarang. Saat ini ada dua bom waktu di depannya.

***

Dancing In The HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang