06. KITA BERBEDA
___________
jangan jadi silent readers gesss🙃 aku emang buat ini cuman karena gabut dan banyak haluan, tpi klo kalian cuman baca doang tanpa vote.. itu buat kit heart
***
"Kamu mau apa sih?" tanya Yumi malas, keduanya sedang duduk lesehan di rumput hijau taman belakang sekolah.
"Mau ngajak pedekate." jawab Napi dengan wajah tengil.
Yumi memutar bola matanya malas, mahluk seperti Napi ini hanya sekedar main-main saja, Yumi sudah tau watak laki-laki seperti ini.
"Oh iya, topi kamu masih di aku. Terimakasih ya, maaf juga kamu jadi di hukum gara-gara aku." ucap Yumi pelan dengan tak enak hati.
"Santai, cuman kaya gitu doang. Apapun demi lo, gue lakuin deh!"
Yumi mencibir dalam hati. Sepertinya mulut itu terbiasa mengucapkan kata-kata so manis pada perempuan lain, sangat lihai.
"Boleh minta nomor lo?"
"Nomor apa?" sahut Yumi bingung.
"Nomor bh! Ya nomor WhatsApp lo lah! Tapi kalau mau ngasih juga gapapa si, buat persiapan masa depan--"
"Berhenti!" sela Yumi cepat dengan kesal dan malu. Tanpa merasa bersalah sedikitpun gadis itu menampar bibir Napi yang telah berbicara seenaknya.
"Anjir, main pukul aja lo." Napi mengusap bibirnya yang terasa panas.
Yumi dengan mimik wajah kesal, memilih berdiri hendak meninggalkan Napi, namun cowok itu dengan gesit langsung menahannya.
"Iya-iya, gue minta maaf. Lo di sini aja. Gue udah bayar lo ke Nara ya, gue nggak mau rugi."
"Aku bukan barang!" sela Yumi tidak terima. Hatinya benar-benar terasa panas karena amarah saat ini.
Yumi melepaskan cekalan tangannya dan menatap cowok yang tengah terduduk itu dengan marah.
"Iya, lo emang bukan barang, tapi calon istri gue." Napi menyengir lebar.
"Kamu pasien rumah sakit jiwa ya? Kamu nggak waras!" cetus Yumi tanpa merasa dosa.
Napi menganga, menatap tak percaya gadis di hadapannya. Saat mengucapkannya terlihat sangat lugu dan polos, namun ternyata lontaran yang keluar sangat pedas dan menusuk.
"Anjir, sebelas dua belas sama Nara lo. Pantesan jadi besti." sungut Napi, ia berdiri, menjadikan tubuhnya lebih tinggi dari Yumi.
Cowok itu mengeluarkan jepitan kupu-kupu berwarna biru. Menempatkannya di sebelah kanan.
"Ini sebagai lambang pembukaan pedekate kita." Napi tersenyum manis hingga memperlihatkan lesung pada kedua pipinya.
"Apaan sih? Enggak!" Yumi bergerak untuk melepas jepitan itu, namun Napi menahan lengannya.
"Gue udah beli ini buat lo, masa nggak lo pake? Hargai dikit ke." kata Napi dengan suara yang terdengar sedih.
"Aku nggak minta." sahut Yumi.
"Iya, ini inisiatif gue sendiri, salah apa beliin sesuatu buat orang yang gue suka? Atau lo maunya barang yang lebih mewah? Gampang, biar gue beliin, tinggal bilang aja langsung gue iyain. Mau apa?" celoteh Napi panjang lebar.
Yumi menggeleng, di buat bingung akan sosok di depannya. Awalnya Yumi pikir Napi memiliki kelainan. Tapi ternyata memang benar ya?
"Tapi aku enggak mau semua. Aku bisa beli sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
NARAPIDANA ✓
Teen Fiction{SELAMAT MEMBACA} ___ Julukan Napi sangat cocok untuk laki-laki berpakaian urakan itu. Selain sering tawuran, mabuk-mabukan, balapan liar, Napi juga seringkali keluar masuk penjara. Napi juga seringkali bergonta-ganti pasangan, hanya untuk main-mai...