04. Malam minggu bersamanya

199 19 50
                                    

04. MALAM MINGGUAN

__________

"Nay! Nayara!" teriak Napi menggedor-gedor pintu bercat putih dengan brutal.

"Woy Nayara! Lo masih hidup kan?!"

"Apasih! Berisik banget lo!" ketus Nayara menampilkan wajah kusut setelah membuka pintu dengan malas.

"Gitu amat sama tamu. Tamu itu adalah raja, jadi lo harus sambut dengan bahagia!"

"Halah bacot!"

"Mau apasih lo kesini? Ganggu aja!" ketus Nayara mengerucutkan bibirnya sebal.

"Mau ketemu temen lo yang cantik jelita itu. Dimana tuh dia, yang namanya yummy yummy itu." cetus Napi menatap sekeliling mencari sang gadis cantik berambut coklat.

"Siapa sih? Yumi maksud lo?"

"Nah, iya!"

"Mau apa lo? Gue lagi seneng-seneng ya, jangan ganggu, pulang aja sono!" usir Nayara mendorong bahu tegap sahabatnya untuk pergi.

"Gitu amat lo."

"Nayara." Tahu-tahu Yumi datang dengan menuruni tangga, belum sadar ada kehadiran sosok lain di sini karena gadis itu sedang fokus pada tasnya.

Nayara terkejut dengan kehadiran Yumi, seakan-akan kehadirannya di waktu yang salah karena nanti akan tertangkap monster.

"Nay, aku pulang--" ucapan Yumi terhenti saat kepalanya mendongak, menemukan Napi dan Nayara yang tengah berdiri di depan pintu.

"Lo mau pulang sekarang? Udah ada yang jemput belum?" tanya Nayara berusaha melindungi Yumi dari Napi yang seperti monster.

"Aku naik taxi aja." jawab Yumi.

"Serius? Gapapa emang?" kata Nayara memastikan dengan khawatir.

"Gapapa ko, ya udah, aku pulang dulu ya." pamit Yumi sambil tersenyum.

"Daripada lo pulang naik taxi, mending sama gue, udah gratis, dapet jatah liat muka ganteng gue lagi." ucap Napi dengan penuh percaya diri sambil tersenyum genit, layaknya om-om yang menawarkan diri.

"Dih amit-amit, yang ada mual kali dia liat muka lo!" Nayara yang menjawab dengan wajah julid miliknya.

"Aku bisa pulang sendiri." jawab Yumi membalas dengan wajah yang senantiasa datar.

Yumi lalu berpamitan pada Nayara dan tersenyum ke arah sahabatnya. Percakapan mereka tidak luput dari pandangan Napi, saat Yumi melewatinya untuk keluar, ia pun mengejarnya.

"Lo bisa senyum ke Nayara, tapi ke gue ko enggak?" tanya Napi dengan nada yang terdengar bete.

"Enggak tahu." Yumi menjawab acuh, karena pertanyaan Napi sungguh tidak penting menurutnya.

"Pulang bareng gue aja." Napi menarik lengan kecil itu menuju motornya.

"Gak, aku bisa sendiri." Yumi melepaskan genggaman Napi yang berada di tangannya dengan raut risih.

"Gue bukan kuman kali, jangan risih gitu."

Yumi menetralkan kembali raut wajahnya, merasa tak enak hati dengan perlakuan refleknya yang memang tidak terbiasa dekat dengan laki-laki.

"Ayo," Napi memberi arahan untuk Yumi naik.

"Aku bisa pulang sendiri, kamu duluan aja." Yumi melangkahkan kakinya untuk pergi, dan Napi buru-buru turun dari motor untuk menahannya.

"Kenapa sih? Bareng gue aja, gue gak bakal nyulik lo juga." Napi kembali menarik paksa tangan Yumi dan dengan paksaan juga menyuruh gadis cantik itu untuk menaiki motornya.

Yumi menahan kesal. Akhirnya gadis itu pun menaiki motor dengan bantuan Napi yang sedikit memiringkan motornya untuk memudahkan Yumi naik.

"Pegangan dong neng, takut jatoh." Napi meraih tangan Yumi untuk memeluknya.

Yumi menatap punggung tegap itu dengan kesal, banyak mau banget sih? Pikiranya begitu.

"Kamu kenapa gak jalan-jalan sih?" tanya Yumi malas.

"Peluk dulu dong, baru gue jalan."

"Ya udah, aku naik taxi aja deh." Yumi bersiap turun namun Napi langsung menginterupsinya dengan cepat.

"Iya-iya, ini gue jalan. Jangan turun, pulang sama gue pokoknya." Napi pun mulai menjalankan motornya dengan pelan, bermaksud untuk menjaga Yumi untuk tidak takut, sekaligus... modus.

***

Jalanan malam di kota Bandung selalu ramai, apalagi malam ini adalah malam minggu. Dimana malam-malam anak remaja keluar untuk bersenang-senang dengan gebetan atau teman.

Yumi menutup mulutnya saat menguap, rasanya mulai mengantuk karena udara malam yang sejuk.

Napi melihat itu dari kaca spion, senyum laki-laki itu terbit saat kepala Yumi hampir menyandar di punggungnya namun selalu tidak jadi. Napi menghentikan motornya di depan penjual sate, asap mengepul dari arah panggangan, membuat kantuk Yumi sirna dan tergantikan dengan rasa lapar.

"Kita ngapain kesini?" tanya Yumi heran.

"Lo belum makan kan? Kita beli sate dulu, sekalian nikmatin malam minggu." Napi mengedipkan satu matanya genit.

Napi menarik lengan Yumi lagi, menyuruhnya untuk duduk di salah satu bangku kayu di sana.

"Mang, biasa ya. Dua porsi." ucap Napi yang sepertinya sudah sangat sering kesini, terbukti saat penjual sate itu membalas dengan akrab pula.

"Lo ngantuk banget?" tanya Napi menatap wajah cantik Yumi.

Yumi menggeleng dengan lugu. "Udah ilang."

"Nih, silahkan di nikmati den-- eh omong-omong, siapa nih? Cantik bener euy." ucap penjual sate menatap Yumi sekilas sambil menaruh dua mangkuk sate di atas meja.

"Calon pacar." celetuk Napi.

"eleh eleh yang ini mah cantik pisan." puji mang Koko, penjual sate.

"Wah pasti, berkat do'a di sepertiga malam mang." ucap Napi tertawa.

"Cakep. Yaudah atuh, saya mau layani yang beli dulu. Kalau ada yang kurang bilang aja sama saya, ya den." kata mang Koko tersenyum.

"Yoi mang, semangat!"

"Kenapa di liatin aja? Lo laper kan? Makan atuh." kata Napi.

"Ini emang buat aku?" tanya Yumi dengan raut polos.

"Ya terus buat siapa? Ya kali gue makan dua porsi, nanti perut kotak-kotak gue bisa ilang."

"Tapi aku nggak bawa uang.." cicit Yumi berkata pelan.

"Duit gue banyak, lo bisa nambah kalau mau lagi."

Yumi tak menjawab, ia hanya diam dan memakan sate itu dengan menikmati jalanan ibukota Bandung.

Napi menatap wajah cantik itu. Baru kali ini, baru kali ini ia menemukan gadis yang menjadi incarannya, yang membuat jantungnya berdebar-debar hebat walau hanya menatap wajahnya.



***

NARAPIDANA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang