Manusia itu tidak akan tahu akhir hidupnya seperti apa. Mereka sama-sama bisa merencanakan tanpa tahu esok akan ada badai apa, Tuhan memiliki banyak kejutan untuk setiap hamba-Nya. Tak bisa menolak tak bisa mengelak, semua sudah menjadi jalan takdir yang di atur oleh-Nya.
Jika berakhir kesedihan, apakah masalalu bahagia di lupakan begitu saja? Apa kabar dengan penyesalan yang mendalam? Dan rasa sedih yang tak berujung habisnya.
Hari ini, mereka berdua di beri kesempatan bertemu, takdir yang menentukannya.
“Yumi, ayo lari, hujannya makin besar,” ajak Napi sambil buru-buru menarik tangan kanan Yumi.
Padahal langit malam ini tak menunjukkan adanya petir, namun hujan datang tiba-tiba seperti teman yang memeluk di saat sedih. Hujan itu ... banyak berkoban memeluk hamba Tuhan yang sedang menangis.
Mereka tertawa.Dengan iseng Yumi menendang air ke arah Napi, membuat cowok itu menoleh syok, lalu sedetik kemudian membalasnya.
Lagi-lagi, mereka tertawa ...
Keduanya, berada di bawah rintik hujan. Sepi, sunyi. Mana mungkin ada orang yang mau basah-basahan seperti orang gila? Kecuali ... mereka yang membutuhkan ketenangan.
“Aku mau lebih lama sama kamu. Boleh?” Mau sebagai manapun dia memiliki seseorang yang mencintai, nyatanya rasa di hati tak bisa membohongi. Yang menjadi cinta pertama Yumi adalah, cowok di depannya.
Napi membungkuk sebentar, lalu menarik pelan tangan Yumi untuk menari. Mereka ... menikmatinya. Berdansa di bawah shower alami alam yang menemani. Suara petir sesekali menjadi alunan musiknya.
Cinta mereka ... sangat miris.
“Aku mau ucapin sekali lagi kata terimakasi.” Yumi berujar dalam gerakan dansa mereka. Ia mengukir senyum paksa yang di baluti kesedihan.
“Terimakasih karena kamu udah hadir dalam hidup aku. Makasih udah nemenin rasa sepi aku. Berkat kamu, aku bisa kenal banyak orang.”
Napi balas tersenyum, menarik tangan Yumi supaya berputar. Lalu ia rengkuh pinggang itu lembut. “Sama-sama, selamat memulai bahagia yang baru.” Napi tak menutupi air matanya, lagi pula air mata miliknya tertutup oleh hujan.
“Kamu juga, kamu juga harus cari kebahagiaan yang baru.”
“Lo duluan aja, gue belakangan. Lupain lo perlu waktu.” Dalam setiap kalimatnya, mengandung banyak kesedihan. Di hatinya begitu besar rasa sakit yang menggerogotinya.
Napi membawa cewek itu berputar-putar, Yumi tertawa keras, kepalanya sedikit mendongak untuk menerima air hujan lebih membasahi tubuhnya.
Yumi masih sedikit tertawa setelah tubuhnya berdiri tegak. Lalu kali ini ia menyorot Napi dengan serius.
“Jangan berfokus sama aku. Kamu harusnya sadar, banyak yang tulus ada di samping kamu dalam keadaan apapun.” Walau sakit saat mengucapkannya, Yumi perlu mengatakan. Bagi Yumi, ketika mengikat seseorang terus memikirkannya adalah sebuah masalah juga bagi dirinya.
“Gue coba.”
Entah mengapa ... hati Yumi merasa sakit ketika mendengar jawaban itu? Namun, ia juga sadar, tak sepatutnya berlaku egois.
“Selamat tinggal kebahagiaan ku.”
*****
“Napi astaga, kenapa kamu hujan-hujanan gini sayang?” Lita menghampiri anaknya dengan penuh khawatir. Ia memeluk tubuh anaknya ke dalam dekapan, memberinya ketenangan tak kasat mata.
“Mah, maafin Api. Api enggak bisa jadi anak baik buat Mamah.” Napi menyembuhkan wajah di leher Ibunya, menangis seperti saat ia masih kecil. Penuh rengekan dan manja.
“Tolong jangan pergi, jangan ninggalin Api sendiri.” Suaranya bergetar dan penuh permohonan.
Lita mengangguk-angguk dua kali, menepuk pundak anaknya beberapa kali guna memenangkan. “Mamah di sini, enggak akan ninggalin Api. Mamah bakal bertahan buat Api, oke? Udah, jangan nangis lagi.”
Setelah kebenaran yang terungkap, Jenandra di bawa untuk rehabilitasi, di beri denda yang sesuai dengan hukum.
“Api bakal jagain Mama, bakal jadi benteng terdepan buat jadi perisai Mama.”
Lita tersenyum menanggapi ucapan putranya, air mata mulai bercucuran membasahi pipinya. Tak pernah sedetikpun terpikir ia menyesal melahirkan Napi, walau sikapnya begitu nakal, penentang. Tapi Napi adalah anak baik yang selalu hormat pada orangtuanya.
Ikatan Ibu dan anak sangat kuat, mereka tak akan bisa di lepas selain dengan kematian yang memisahkan.
“Mah, besok dia udah nikah. Bagusnya aku kasih apa?” Dalam keadaan masih basah, Napi berjalan menarik Ibunya menuju sofa. Ia berfikir, hadiah apa yang bagus untuk Yumi?
“Kamu mau dateng nak?”
Napi mengangguk antusias. “Mungkin itu terkahir kalinya aku bisa ketemu dia. Aku mau kasih sesuatu yang berharga yang akan selalu dia ingat.”
Lita tersenyum pedih. Hati ibu mana yang tega melihat anaknya merasa sedih begini? Merasa putus asa seperti ini? Napi memang tak menunjukannya, namun sebagai seorang Ibu ia sangat memahami kondisi putranya yang tengah di landa patah hati.
Wanita itu mengusap rambut anaknya lembut. “Apa aja, pasti dia bakal inget hadiah apapun yang Api kasih.” Sebagai Ibu ia hanya bisa mendukung dengan memberinya sedikit arahan supaya tetap maju.
“Anak Mamah hebat!” Dukungan penuh di layangkan oleh sang Ibu.
***
sip see you🧜
KAMU SEDANG MEMBACA
NARAPIDANA ✓
Teen Fiction{SELAMAT MEMBACA} ___ Julukan Napi sangat cocok untuk laki-laki berpakaian urakan itu. Selain sering tawuran, mabuk-mabukan, balapan liar, Napi juga seringkali keluar masuk penjara. Napi juga seringkali bergonta-ganti pasangan, hanya untuk main-mai...