29. 'Obat luka'

77 9 1
                                    

Malam minggu gausa keluar, di rumah aja rebahan. Kaya aku, enggak ada yg ngajak keluar si😏

Halah ini cerita flat banget, padahal ... gitu deh

OKE

~00~

"Mungkin kamu tak tahu. Tapi, walau hanya melihat senyum milikmu, aku kembali menjadi baik-baik saja.”

hahaha, masa?

~00~


Mereka berpapasan, saling berhadapan dalam keadaan semua tak lagi sama. Hal ini, apakah bisa membuat semuanya kembali membaik?

Kedua netra itu bertubrukan, saling menatap penuh rindu yang mendobrak ingin keluar. Mereka ... sama-sama terluka, tapi tak bisa memaksa untuk bersama.

H-3 acara pernikahan Yumi dan Kael akan di gelar. Semuanya sudah di persiapkan, mereka sama-sama sudah menyiapkannya diri. Terutama Yumi, ia berusaha rela, menerima cinta Kael yang tulus padanya.

Tak ada yang salah, semua memang takdir Sang Maha Kuasa.

“Hai manis! Ciee, bentar lagi tidurnya enggak sendiri. Selamat ya!” Mengucapkan dengan nada riang, tetapi berbeda dengan hatinya yang terluka. Semua tertutup sempurna dengan sebuah tawa.

Yumi tersenyum canggung, menerima sebuah hadiah kotak sedang ke tangannya. Hatinya masih sama : Sakit. Dia ... masih belum sepenuhnya melepas cinta.

“Terimakasih. Kamu ... dateng ya?” Berharap di acaranya nanti ia bisa melihat cinta pertamanya. Mungkin, untuk terakhir kalinya.

“Gue usahin.” Tentu berbeda dengan Napi, bagaiman bisa dia menyaksikan hal yang menggores hatinya? Jalan pikirannya tentu berbeda dengan Yumi.

“Yumira ...” Panggilan seseorang mengalihkan atensi keduanya. Yumi cepat-cepat mendekati Kael, tidak ingin lebih menyakiti hati laki-laki itu.

“Aku udah selesai. Mau pulang sekarang?” Yumi bertanya kikuk. Ia juga menunjukkan hadiahnya yang di angguki mengerti oleh Kael.

“Kami permisi.“ Kael menunduk sopan. Lalu, keduanya pergi. Meninggalkan Napi dengan sejuta rasa nyeri.

Matanya tak beralih, terus menatap punggung keduanya sampai keluar dari mall, menghilang dari pandangan. Setelah itu, ia menghela nafas, mengontrol hati yang tengah berduka.

“Oy!” Nayara tiba di belakangnya, mengernyit bingung ketika mendapati sendu di wajah sang sahabat.

“Napa lo?”

“Nggak. Lo udah selesai?” Napi mengalihkan pertanyaan. Nayara tahu dan tak ingin membahasnya.

“Udah. Menurut lo barang ini cocok enggak buat Yumi?”

“Mungkin.”

Cih, gamon!” cibir Nayara, mendorong pelan tubuh Napi, kemudian mengajaknya berjalan lagi.

“Menurut lo, cinta itu apa?" Napi membuka percakapan rumit.

“Yang pasti bukan cinta beda agama kaya lo,” sahut Nayara enteng. Napi langsung menoleh sinis, mengajak kepala Nayara masuk dalam ketiaknya.

Lambe mu itu loh!"

*****

Takdir memang kejam, melarang bahagia dengan pilihannya. Ini memang lebih rumit dari perkiraannya. Seakan Tuhan ingin menghukum Napi yang pernah berbuat jahat pada para perempuan.

NARAPIDANA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang