08. Pagi hari bersamanya

139 14 50
                                    

Helow heloww🧜

Mumpung lancar otaknya, apdet sekarang aja🐙 mari baca sambil minum kopi dengan santeeiii

Klo suka mari kasi vote🐙❇️

*****

Rintik hujan yang datang di pagi hari ini membuat orang-orang malas untuk memulai aktifitasnya. Rasanya lebih nyaman bersama kasur di saat hujan datang pagi hari, lalu memejamkan mata.

Mungkin, jika bukan karena kewajiban seorang pelajar, seorang pekerja, atau seorang ibu rumah tangga. Mereka akan lebih memilih tidur sambil di dekap hangat oleh selimut, yeah, tetapi kewajiban itu mengharuskan mereka harus bergerak semangat walau sepertinya alam tak mendukung.

Yumi selalu ingin masuk sekolah di saat orang lain memilih untuk tidur di atas kasurnya. Di rumah besar ini sepi, hanya ada kekosongan yang ia tinggali sendiri setiap harinya. Maka dari itu Yumi selalu memilih untuk pergi ke sekolah.

Gadis cantik itu menuruni tangga dengan hampa, perasaan ini sudah biasa, tetapi rasanya tetap terasa sesak. Ia menginginkan kehangatan bersama kedua orangtuanya seperti Nayara, ingin di bangunkan setiap pagi untuk sekolah, ingin di marahi karena nakal, ingin di buatkan makanan kesukaan oleh ibunya, ingin tertawa dan bercerita bersama kedua orangtuanya. Masih banyak yang ia inginkan, tetapi tak satupun terkabul sejak dulu.

Helaan nafas lelah ia keluarkan dengan gusar, perasaannya selalu sepi.

Yumi melangkah keluar sambil memegang ponsel, ia berencana untuk memesan ojek online seperti biasa. Tetapi suara klakson motor menghentikan gerakannya, karena motor itu berasal depan gerbangnya.

“Loh, ngapain dia.” gumam Yumi. Ia menghampiri Napi yang sudah nangkring di atas motor dengan cengiran khas miliknya.

“Ayo neng, ojek? Abang anterin dengan selamat sampai tujuan.” Napi berujar menyerupai tukang ojek yang menawarkan.

Yumi terkekeh ringan. “Iya, bang, ke sekolah SMA Merpati satu, ya.”

Napi tertawa, mengangguk penuh semangat. “Ayo, neng.” katanya, sambil menurunkan sedikit motor besarnya untuk memudahkan Yumi naik.

Di perjalanan, Napi bertanya. “Neng, udah sarapan belum?”

“Belum bang, kenapa? Mau beliin saya makan ya?” sahut Yumi dengan suara sedikit keras.

“Iya neng, si enengnya mau apa? Biar abang beliin.”

“Eumm, nasi uduk deh bang!” jawab Yumi, bermaksud bercanda. Tetapi Napi malah berhenti sungguhan di depan warung nasi uduk.

Yumi buru-buru menepuk punggung tegap cowok itu sambil berucap panik. “Iiih, ko beneran? Aku bercanda ko.” katanya.

“Gue gak pernah bercanda soal perasaan gue ke lo.” sahut Napi ngawur. Ia tertawa setelah melihat wajah Yumi yang berubah sinis. “Gue juga belum sarapan.” Napi menarik jemari Yumi untuk duduk di warung uduk langganannya.

“Ibu, cihuy! Nasi uduknya dua ya.” Napi berucap sambil tersenyum menggodanya pada wanita paruh baya yang tak lagi muda.

Napi memang anak yang tergolong kaya, orangtuanya mempunyai berbagai perusahaan dan bisnis sendiri yang sudah melejit tinggi. Tetapi ia lebih sering makan-makanan yang seringkali ada di pinggir jalan. Lebih enak si menurutnya, daripada makanan yang ada di restoran.

Wanita paruh baya itu tersenyum atas kehadiran Napi. “Kemana aja si aden? Baru nongol lagi, aih ini teh siapa lagi?” katanya bertanya; dengan tangan yang sibuk membuat uduk.

“Calon istri bu." Napi bersiul menggoda sambil melirik ke arah Yumi.

Wanita paruh baya bernama Uti itu tersenyum mesem-mesem. “Eleh, meni geulis pisan nu ieu mah, euy.” ucapnya menggunakan logat sunda. (Cantik sekali yang ini mah)

Muhun atuh, iyeu mah menang ngado'a di sepertiga malam bu." sahut Napi sambil tertawa ringan. (Iya, ini mah dapet berdoa di seperti malam)

“Eleh bisa wae si aden, mah.” Kata bu Uti sambil tertawa. Wanita itu melirik Yumi dengan tersenyum hangat, yang di balas tak kalah ramah juga oleh Yumi. ( Bisa aja si aden mah)

“Nih, sok di emam hela, den, non.” ujar bu Uti ramah. (Silahkan, di makan dulu)

“Haturnuhun, bu." Napi membalas. (Terimakasih)

Sedari tadi Yumi hanya menyimak obrolan yang amat asing di telinganya. Walau terkadang ia mendengar Nayara dan Kenzi menggunakan logat itu, tetap saja ia tak mengetahui artinya.

“Di makan cantik, jangan di liatin doang, nanti salah tingkah dia.” ujar Napi, memperingati Yumi untuk segera memakan uduknya.

Gadis cantik itu tak menjawab, tetapi gerakan tangannya sudah menjelaskan bahwa ia menuruti Napi untuk memakan nasi uduknya.

*****


Motor besar Napi sampai di tempat parkiran sekolah, disini ramai oleh para laki-laki yang hanya sekedar menongkrong sambil menunggu waktu bel masuk.

Napi menghentikan motornya tepat di samping motor milik Johan, ia menengadahkan tangannya untuk membantunya gadis cantik di belakangnya turun dengan selamat.

Yumi menuduk, meremas rok sekolahnya malu. Rasanya ingin menghilang dari tempat ini, dimana kebanyakan laki-laki yang sedang nongkrong. Siulan-siulan menggoda terarah pada Napi dan dirinya, hal itu menyebabkannya jantung Yumi berdebar tak karuan karena malu.

“Sebentar ya.” ujar Napi dan menghampiri teman-temannya terlebih dahulu untuk bersalaman seperti biasa.

Euuy nu iyeu mah asa meni di sayang pisan.” gurau Ujang sambil tertawa menggoda. Yang lain heboh bersorak karena si Playboy merpati sepertinya telah insaf. ( Yang ini mah di sayang banget)

Hooh lah! Menang banyak urang.” balas Napi sambil tertawa.

“Balik sana, kasian cewek lo tuh tertekan banget kayanya.” kata Bagas terkekeh geli, mengkode ke belakang dengan matanya; melihat Yumi yang bergerak gelisah di tempat karena di tatap oleh puluhan laki-laki.

Napi menoleh--menatap Yumi dengan kekehan ringannya, lalu berpamitan pada yang lain untuk mengantar gadis itu terlebih dahulu. “Duluan lah mau nganter cewek urang hela.” katanya, lalu melangkah mendekati Yumi. (Aku dulu)

Oy, ntong di nananonkeun eta anak batur!” seru Ilham dengan maksud tertentu. (Jangan di apa-apain itu anak orang)

Napi menoleh sambil mengacungkan jari jempolnya. “Hente! Nu iyeu mah di jaga!” sahutnya, hal itu mendapat sorakan kembali dari yang lain. (Enggak! Yang ini mah di jaga)

Yumi melangkah keluar dari parkiran dengan terburu-buru mendahulukan Napi. Walau ia tak mengerti mereka membicarakan apa, tetapi Yumi tahu, topik yang di bicarakan adalah dirinya. Karena gelagat mereka yang selalu melirik ke arahnya.

“Aku duluan, makasih.” Yumi bergegas mendahului, tetapi Napi lebih dulu menahan lengannya.

“Hei, nyelonong aja. Tar dulu ah, gue masih pengen sama lo.” cegah Napi menahan kepergian Yumi.

“Aku mau ke kelas.” ujar gadis cantik itu malas.

“Lo punya hutang sama gue." kata Napi.

“Eh, aku lupa, maaf.” Lantas Yumi bergerak mengeluarkan uang dari dalam tasnya. Tetapi Napi langsung menahan lengan itu dan memasukan uangnya kembali.

“Gue nggak butuh uang sebagai penggantinya. Yang gue mau itu, elo.”

*****


Nah, gimana chapter ini, Rain harap kalian suka 🐙🙌

See youu🧜

NARAPIDANA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang