20. Mine?

78 7 0
                                    

Selamat membaca 🐙

•••

-
-
-

Napi terkekeh sinis dari atas motornya. Kunci motornya di putar-putar. Hatinya panas melihat interaksi yang di lihat sangat dekat itu.

“Bilangnya nggak kenal, tapi deket cih!”  Salah kah jika dirinya marah? Napi terlanjur jatuh pada cinta indah milik perempuan itu.

Napi membuka ponselnya, melihat pesannya yang belum di balas oleh Yumi membuat nafas laki-laki itu memburu. Napi paling sulit mengontrol emosinya dari dulu.

Napi mengetikkan pesan baru pada Yumi, setelah itu memasukkan ponselnya pada saku celana. Ia memakai helm hitam miliknya, lalu menancapkan gas motornya–melesat pergi dengan cepat. Membelah jalanan dan juga mendahului kendaraan mobil Kael yang sedang melaju.

Di dalam mobil, Yumi terdiam. Netranya menatap motor besar Napi yang sudah melaju jauh.

“Napi ...”

Mengingat kejadian beberapa jam lalu, Yumi langsung membuka ponselnya. Ia terkejut ketika mendapat beberapa pesan dan panggilan Napi yang tak terjawab.

N<3

Lo di mana? Gue samperin ke kelas ko enggak ada [15.15]

Sayangnya api ko ga bales si?☹️ [15.20]

Lo di perpustakaan? Gue ksna ya [15.21]

gak ada juga:( [15.30]

Udh pulang ya? [15.35]

Kalau gak bisa harusnya lo bilang [16.00]

Yauda gapapa, kalau udah di rmh kabarin ya. [16.03]

gue cemburu Yumi [16.05]

Ada rasa sesak di hatinya ketika pesan itu usai di baca. Yumi memejamkan mata, ia melupakan janjinya untuk menemani Napi membeli gitar baru.

Perihal sepele ini bisa menumbuhkan secuil kecewa di hati. Memang, janji itu mudah. Menepatinya sering kali lupa.

“Maaf ...”

Yumi membuka kembali room chatnya dengan Napi. Ketika ingin menekan sebuah panggilan, ponselnya langsung di rebut oleh Kael.

“Maaf, saya akan bersikap egois.” Kael berucap tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Ponsel milik Yumi ia genggam di tangan kanannya.

Jika di pikir Yumi akan diam, tentunya tidak. Ia melawan.

“Kembaliin!”

“Maaf, saya tidak suka melihat interaksi kamu dengan dia.”

“It is none of your business!” Yumi berseru lantang. Memperjelas bahwa mereka tidak ada kepentingan apapun untuk saling campur tangan.

“Of course it's my business. Karena kamu calon istri saya.” Kael berujar, menoleh sekilas pada perempuan di sampingnya.

“Aku nggak mengiyakan. Aku enggak mau!”

“No one asked your opinion.”

Benar, memangnya Yumi siapa di sini? Hanya sebagai tokoh yang di paksa mengikuti alur yang telah di rencana. Ia tak memiliki kuasa untuk menolak–atau bahkan berkomentar. Hanya perlu mengikuti tanpa membantah.

Jika di pikir-pikir, dari dulu Yumi tak merasakan apa itu bahagia. Bahagianya hanya ketika bersama kedua sahabatnya dan–Napi, yang pertama kali mampir mengetuk pintu hatinya.

NARAPIDANA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang