Halowww🧜
Kalau suka mari vote🐙
Selamat membaca dengan santai, semoga suka🐙💞
~~~
Nayara dan Kenzi sudah tiba di rumah besar milik keluarga Alexander, kedua gadis itu menekan bel yang terdapat di pinggir pagar besar. Pagar itu tertutup oleh sebuah penghalang yang membuat orang luar tak bisa melihat halaman besar kediaman Alexander.
Kini kedua gadis itu tak berhenti menekan bel, berkali-kali. Sampai-sampai tetangga yang di perumahan itu menoleh dan bertanya.
“Ada apa neng?” tanya ibu-ibu yang tengah membawa belanjaannya dengan ramah.
“Maaf Bu, mau tanya. Di dalem ada orangnya nggak ya?” kata Nayara berusaha tenang di tengah kecemasan.
“Kayanya si ada, kemarin saya liat mobil Oak Jafalino masuk,” jawab ibu itu, yang lantas membuat kedua gadis berseragam SMA itu menoleh serempak.
“Maaf Bu, Pak Jafalino-nya masih di rumah atau udah pergi, ya?" Kali ini Kenzi yang bertanya.
“Saya nggak tau neng. Memangnya ada masalah apa ya?” Ibu itu penasaran, apalagi saat melihat raut cemas kedua gadis remaja di depannya.
“Ah, nggak apa-apa Bu, terimakasih ya Bu,” ucap Nayara. Lantas ibu itu pun mengangguk dan membalas ucapan terimakasihnya, setelahnya berlalu meninggalkan Nayara dan Kenzi yang bingung harus apa.
“Coba telfon, cepet, siapa tau di angkat.” titah Kenzi menyerbu panik.
Nayara langsung mengeluarkan ponselnya, berkali-kali panggilan tak di angkat hingga sambungan mati dengan sendirinya.Yumi menatap panggilan Nayara dengan datar, ia mendengar bel rumahnya terus berbunyi. Keributan Nayara serta Kenzi terdengar sampai telinganya. Tetapi perempuan itu tetap diam tak berkutik dengan mata yang kosong.
Tidak ada harapan untuk dirinya hidup, sedari dulu dirinya tak di harapkan. Semenjak ayahnya meninggal, ibunya mengabaikannya seperti seorang yang tak pernah melahirkan dirinya. Setelah itu, Zeny-ibunya, menikah lagi dengan seorang pria kaya-- yang tak lain adalah Jafalino. Ibunya hanya menginginkan harta sang ayah tiri. Sehingga dendam pria itu pun di lampiaskan pada Yumi.
Yumi ingin menyerah. Sedari dulu, dirinya terus di siksa, di tinggalkan, di jauhi teman-teman kecilnya. Semua yang menyakitkan selalu menghampirinya tanpa jeda, seolah memang takdir tak mengizinkan ia untuk bahagia.
Dalam diam perempuan itu menangis kembali, sesak itu kembali hadir saat dirinya teringat pada memori-memori menyakitkan itu. Bahkan sampai sekarang, memori duka itu tetap bersemayam dan tak menghilang.
“Kenapa harus aku?” racau Yumi; menutup wajahnya dengan telapak tangan, dadanya terasa terhimpit ratusan benda tajam yang membuatnya sakit.
“YUMI,” Teriakan itu terdengar oleh Yumi, ia diam, terus mendengarkan teriakan-teriakan kedua sahabatnya yang menyuruhnya untuk turun.
“GUE TAU LO DI DALEM. ANGKAT TELFONNYA SUPAYA KITA TAU LO BAIK-BAIK AJA MI!” Suara cempreng Kenzi bermutu di saat sekarang, gadis berwajah imut itu menetralkan deru nafasnya yang memburu setelah berteriak lantang.
“Gue takut Yumi kenapa-kenapa, Ken ..,” cicit Nayara, menggigiti ujung kuku jarinya.
“Apa kita masuk aja ya?” kata Nayara meminta pendapat akan idenya. Gadis itu sudah tak memikirkan sopan santun bila nanti ada orang lain di dalamnya. Terlampau panik sehingga gadis itu bergegas membuka pagar rumah yang ternyata tak terkunci. Kenzi mengikuti di belakangnya hingga tepat di depan pintu besar bercat putih.
“Masuk aja, lah,” serbu Kenzi, mendorong pintu dan terperangah. Pintu tak terkunci. Mereka berdua saling tatap, setelahnya berlari menuju kamar Yumi.
“Yumi, lo di dalem?” tanya Nayara, mengetuk pintu berwarna silver.
“Lo di dalem kan? Kita masuk ya ..” Sebelum Nayara membuka gagang pintunya. Pintu berwarna silver itu sudah terbuka dari dalam, menampilkan raut wajah Yumi yang... berantakan, tetapi perempuan itu tetap menunjukkan senyum khasnya.
“Mi ..,” lirih kedua gadis itu terkejut. Mata keduanya berkaca-kaca, otak mereka dengan cepat mengerti akan apa yang telah terjadi.
“Kenapa? Kalian ngapain kesini?” tanya Yumi dengan senyum yang senantiasa mengembang, tetapi matanya berkaca-kaca.
Tanpa aba-aba, Nayara dan Kenzi memeluk Yumi sangat erat, tangis mereka pecah bersamaan dengan Yumi yang juga mengeluarkan air matanya.
“Yumi, bilang sama gue kalau pikiran gue ini salah ...,” gumam Nayara di sela isak tangisnya, dadanya terasa sakit saat melihat penampilan Yumi yang berantakan.
“Aku nggak apa-apa ...,” sahut Yumi, semakin melebarkan senyumnya.
“Kenapa nggak bilang? Kenapa lo nggak bilang kalau lo butuh bantuan?! Kenapa lo diem aja, Mi!” sentak Kenzi menangis, menguraikan pelukan keduanya.
Yumi tertunduk, air matanya berjatuhan tanpa bisa di tahan.
Nayara membawa Yumi masuk ke dalam kamarnya, mereka bertiga duduk di tepian kasur sambil mengusap punggung polos Yumi yang terbalut selimut.
“Mi, jangan bilang ini perbuatan ...” Kenzi tak sanggup melanjutkan kata-katanya, ia langsung memeluk Yumi kembali. Perasaannya ikut sesak, selain sebagai sahabat Yumi, Kenzi juga seorang perempuan yang akan sama sakitnya saat merasakan hal sama seperti ini.
“Maaf kita baru tau, sebagai sahabat seharusnya kita peka sama lo.” Kenzi menangis pedih.
Kenzi dan Nayara hanya tahu jika ibu Yumi menikah lagi. Zeny hanya menginginkan harta Jafalino, membuat pria itu melampiaskan kekesalannya pada Yumi, sehingga melakukan kekerasan. Mereka tak tahu jika selama ini selain kekerasan yang Jafalino berikan, pria itu juga selalu menjadikan anak tirinya sebagai pemuas nafsu. Mereka juga tahu, jika ibunya Yumi adalah seorang wanita yang merelakan tubuhnya demi uang pada setiap pria di club.
“Kenapa kalian minta maaf? Kalian nggak salah, kalian itu bener-bener sahabat dan kebahagiaan aku. Aku beruntung bisa ketemu kalian, aku bahagia,” ungkap Yumi, tersenyum menatap kedua sahabatnya. Matanya berkaca-kaca, hatinya mengahangat merasakan kepedulian mereka pada dirinya.
“Aku bisa senyum, ketawa, senang, itu karena ada kalian. Kalian baik banget sama aku, sampe aku bingung cara balasnya gimana. Aku cuman berharap, kalian nggak menjauh setelah tau aku ...” Nayara dan Kenzi langsung memeluk Yumi dalam dekapan, tak membiarkan perempuan itu melanjutkan ucapannya.
“Kita sahabat, gue sama Kenzi akan selalu ada buat lo. Kita nggak akan menjauh dari lo, nggak akan Mi,” potong Nayara, air matanya sedari tadi tak berhenti turun.
“Jangan sedih lagi, Mi. Kita akan ada buat lo. Selalu,” imbuh Kenzi.
KAMU SEDANG MEMBACA
NARAPIDANA ✓
Fiksi Remaja{SELAMAT MEMBACA} ___ Julukan Napi sangat cocok untuk laki-laki berpakaian urakan itu. Selain sering tawuran, mabuk-mabukan, balapan liar, Napi juga seringkali keluar masuk penjara. Napi juga seringkali bergonta-ganti pasangan, hanya untuk main-mai...