Annyeong chingghuya!👋🧜
Aku salah kira, ternyata masih mau sedikit lanjutin beberapa part lagi buat cerita Narapidana. Soalnya ... apa yaa? mungkin mengobati rindu sama sosok aslinya😂
canda oy! :v
Dah, selamat membaca, yg kasih vote sebelum baca, makasih!❤️💋
****
Terimakasih pada Tuhan yang telah memberikan segala kebahagiaan. Memberi ketegaran pada hati menjadi lebih kuat. Bersyukur pada setiap kejadian, karena itu, menjadikan mu memiliki banyak pengalaman.
Kalau bukan karena luka, kamu mungkin tidak sekuat saat ini. Berkat lara, kamu paham arti bahagia.
"Kadang ... gue cape, harus terus ikutin kemauan Ibu dan Ayah gue."
Menunduk sejenak, Kenzi kembali meluruskan pandang. Mengukir senyum menutupi pahit. "Tapi ... kalau enggak ada mereka, gue juga hancur. Mereka malaikat."
Chiko di sebelahnya setia mendengarkan. Tak beranjak sedetikpun atau sibuk dengan dunianya. Dia ... memberi perhatian lebih untuk mendengarkan Kenzi.
"Enggak selamanya pilihan lo baik. Tuhan punya rencana kenapa lo harus ikutin kata mereka."
Kedua mata sipit Kenzi semakin hilang ketika tersenyum. Terdapat lesung pipi kecil di sudut bibir kanannya. "Ya, lo benar." Setiap perjuangan tak ada yang secepat membalikkan telapak tangan. Setiap perjuangan, walau melelahkan. Itu harus di lewatkan. Karena dengan melewati duri itu kita bisa mencapai tujuan.
"Makasih udah nyamperin gue kesini." Kenzi mendongak menatap Chiko yang berdiri- menghalanginya dari sinar matahari. Cewek itu ikut berdiri, menepuk kedua tangannya yang kotor oleh debu jalanan.
Awalnya Kenzi hanya ingin sendiri, meresapi segala sakit dengan sendiri. Begitu percaya bisa berjuang seorang diri. Namun nyatanya ia membutuhkan bantuan, bantuan yang menguatkan hatinya untuk melangkah.
Tak di sangka Chiko tersenyum ke arahnya. Walau tipis, itu sudah cukup menjadi sumber kekuatannya. Senyum itu yang selalu ia puja sejak tiga tahun lalu.
"Gue ada kalau lo butuh. Jangan merasa sendiri." Sembari menyerahkan satu batang permen milkita. "Dapet dari kantin kampus."
Hal sekecil itu sudah menumbuhkan semerbak bahagia di hati Kenzi, ia menerimanya dengan senang hati di sertai senyum lebar. "Terimakasih!" Apa ia perlu mengawetkan permen ini?
Chiko paham, hal sekecil itu sudah membuatnya bahagia. Membuat hatinya ikut berdebar hangat. Pemberiannya di terima tulus walau tidak memiliki harga tinggi.
"Gue masuk dulu. Lo semangat ya belajarnya!" Mengukir senyum manis, Kenzi melangkah mundur sembari melambaikan tangan. Ia akan kembali bekerja sebagai pelayan di restauran yang lumayan terkenal di Bandung.
"Chiko, hati-hati ya, dah!" Setelah itu ia benar-benar masuk.
Chiko menatapnya sampai cewek itu pergi. Masuk meninggalkan senyumnya dalam bayangan.
"Jika sejak awal tahu dekat denganmu membuat seuntai senyum bahagia, maka harusnya aku lakukan sejak dulu."Chiko_
****
Mendekati dua hari pernikahan, banyak yang Kael maupun Yumi siapkan. Cewek itu mulai belajar, menerima dan mencintai sosok yang tulus untuknya. Sosok yang selama ini telah berjasa untuk dirinya maupun Ibunya.
Siapa yang menyangka jika akhir mereka akan seperti ini? Sejak dulu tak pernah terpikir untuk menikah semuda ini di usianya yang belum genap delapan belas tahun. Padahal ... nikah di usia muda sangat beresiko baginya. Banyak yang di perlu di siapkan, selain soal finansial, mental dan kesabaran juga sangat-sangat di butuhkan.
Baginya, walaupun pernikahan ini di awali karena paksaan, Yumi tak terlalu memikirkan, karena dia juga tak memiliki hak untuk menolak. Selain itu ... bukankah tidak baik menunda lamaran dengan laki-laki sebaik Kael? Cowok itu terlihat dewasa dan baik dari segi manapun, walau terkadang, sifat posesifnya membuat Yumi merasa rumit.
Cowok yang dalam pikirannya itu datang, memeluk tubuh belakang Yumi sambil menyembunyikan wajahnya di pertengahan leher Yumi. Ia menghembuskan nafasnya, menunjukkan sikap manjanya.
“Yumi, kenapa jantung saya berdebarnya kencang sekali ya?” Cowok itu berbicara dengan suara lirih, membuat Yumi langsung berbalik dan menatapnya khawatir.
“Kenapa? Jantung kamu kerasa sakit? Atau gimana? Coba bilang.” Yumi mendongak, memberikan tatapan lekat pada calon suaminya.
Kael memegang dadanya, tersenyum rumit. “Dada saya setiap deket kamu, selalu kaya gini, kenapa ya?”
Lama Yumi berfikir sebelum akhirnya mendorong dada Kael pelan. Ia berdecak, namun juga tak dapat menahan senyumnya. “Lagi nyoba gombal ya?”
Kael menatapnya seolah bingung. “Loh? Tadi itu gombalan bagi kamu?”
“Ya gatau!”
Kael terkekeh, berjalan mendekat memeluk tubuh ramping Yumi erat. Ia kerepotan jika terus menekukan kaki, karena tinggi Yumi hanya 160, jadi ia angkat tubuh itu seperti koala. Membawanya berputar sehingga membuat Yumi tertawa.
Kael semakin menekan tubuh Yumi kepadanya dengan gemas, ketika cewek itu mengalungkan tangan ke lehernya.
Yumi menundukkan kepalanya sedikit ketika Kael menatapnya, mereka menyatukan hidung mancung mereka masing-masing. Yumi kegelian ketika Kael menggosokkan hidung keduanya, membuat Kael tertawa dan dengan sekilas mencium bibirnya.
Hanya sekilas dan tidak sampai dua detik, namun sanggup membuat Yumi membeku. Kedua pipi tirus berlemak bayinya memerah dan panas. Kejadian tadi benar-benar mengejutkan.
Yumi tersenyum malu, berakhir menyembunyikan wajah di leher Kael. Membuat Kael tertawa semakin gemas. Bukankah dirinya beruntung bisa di pertemukan dan sebentar lagi terikat hubungan suci dengan cewek semanis ini?
“Kamu milik saya, jangan pernah berfikir untuk lepas dari saya sampai kapanpun ...”
****
Makasih yang udah baca, makasih uda vote, semoga ini cukup menghibur yaa:"
Ajakin temen-temen kaliam buat ikutan bacaa woy!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
NARAPIDANA ✓
Teen Fiction{SELAMAT MEMBACA} ___ Julukan Napi sangat cocok untuk laki-laki berpakaian urakan itu. Selain sering tawuran, mabuk-mabukan, balapan liar, Napi juga seringkali keluar masuk penjara. Napi juga seringkali bergonta-ganti pasangan, hanya untuk main-mai...