13. Balap liar

91 16 3
                                    

Halowww ketemu lagii🧜

Selamat membaca, silahkan tekan bintang jika suka dan untuk menghargai.

☕☕

Malam ini di jalan terpencil yang biasanya di kuasai oleh anak geng motor terasa ramai karena akan di adakan pertandingan balap liar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam ini di jalan terpencil yang biasanya di kuasai oleh anak geng motor terasa ramai karena akan di adakan pertandingan balap liar. Meski begitu hadiah yang di dapat bukan main.

Terdapat dua geng yang berkumpul di masing-masing tempat. Mereka sedang berdiskusi dan menyemangati yang akan maju ke arena balap malam ini.

“Pi, gue nggak yakin dia jujur.” Dion berujar sesuai isi hatinya. Menurutnya, balapan yang di adakan oleh Ardhan--ketua geng motor yang bernama Mortal Enemy, itu sangat licik dan selalu ingin menang dengan caranya sendiri. Dion sudah sangat hafal tabiat Ardhan, karena ia adalah teman masa SD sampai SMP-nya dulu.

Hooh yakin pisan urang mah, dia nggak ada jujurnya jadi manusia,”  timpal Budi. (Iya, banget aku mah)

“Yaudahlah, gimana Allah aja.” Napi menyahut.

“Halah, laga lo nyebut Tuhan.” Johan berseru sambil menoyor kepala Napi.

“Yeuu, senakal-nakalnya kita. Sama Allah mah harus inget atuh!” Napi membalas.

“Tumben bener,” celetuk Chiko. Laki-laki jarang berbicara dan sedikit lebih waras dari yang lain itu sangat tampan.

Ingat saat Kenzi mengizinkan mereka untuk ikut pergi ke mall? Itu karena Kenzi ingin bersama Chiko.

“Iya atuh bang Iko.” Napi tersenyum selebar mungkin.

Setelah beberapa menit mereka habiskan untuk mengobrol, balapan pun segera di mulai. Napi bersiap menggunakan motor hitamnya. Tampilannya juga serba hitam, menyatu bersama langit malam.

“Semangat Pi! Lo menang kita party!” seru Budi bersemangat.

“Ah, bosen gue menang mulu.” Napi berucap enteng sambil menghirup asap rokoknya.

“Dih, sombong lo! Awas kalau sekarang kalah ya!” Budi menyemprot.

“Gapapa, gue mau ngalah.”

Bunyi peluit yang di bunyikan mengalihkan atensi mereka. Seorang perempuan cantik berpakaian seksi memegang bendera berwarna kuning. Ia memberi aba-aba bahwa balapan segera di mulai.

Napi membuang rokoknya lalu di injak. Ia langsung memakai helm dan segera bersiap memegang stang motor. Matanya menoleh pada Ardhan, sang lawan. Laki-laki itu memberi senyum hingga matanya menyipit, tangannya menyemangati menunjukkan ibu jari, tapi sedetik kemudian ibu jari itu di jungkir-balikkan menjadi ke bawah.

“Siap-siap buat kalah bro,” ejek Napi terkekeh.

“Lo yang bakal kalah anj*ing!” Ardhan menyeru marah.

NARAPIDANA ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang