PART 24

47 29 0
                                    

⛓️ PENJELASAN DAN PERMINTAAN MAAF⛓️
-
-
-

----------

Hembusan angin bertiup lumayan kencang, sehingga para empu bisa merasakan rasa dingin yang lumayan menusuk tulang. Lalu, dengan nekat kini Nurul berdiri di rooftop rumah sakit, Nurul berdiri di tepi pembatas merasakan hembusan angin tanpa menggunakan baju tebal. Nurul kini masih menggunakan baju seragamnya.

Perasaan gelisahnya tak kunjung reda. Ia takut, takut sekali kehilangan sang mama. Karena cuma ia satu-satunya kelurga Nurul saat ini. Ditengah-tengah lamunannya, Nurul tersadarkan oleh seseorang yang membalut dirinya menggunakan sweater yang lumayan tebal.

Orang itu adalah Karsa yang menggunakan hoodie coklat juga stelan celana berwarna coklat. "Minimal pake ini kalo mau diluar, anginnya lagi kenceng." ucap Karsa yang mengambil posisi disebelah Nurul.

Nurul menolehkan kepalanya. "Loh, bukannya kamu udah pulang Sa?" tanya Nurul pada Karsa. Memang sebelumnya Karsa sudah pulang bersama mamanya, sekitar 1 jam yang lalu.

"Nih, mama bawain baju ganti buat lo. Sekarang lo mandi, terus pulang. Tante Rini biar gue yang jaga." suruh Karsa.

"Enggak, aku gak bisa pulang. Aku mau sama mama disini." tolak Nurul sembari menolak pemberian kantong kertas yang berisi baju yang sebelumnya disodorkan pada Nurul.

"Rul, jangan bandel. Sekarang lo pulang terus makan baru tidur. Lo besok harus sekolah." yakin Karsa lagi.

"Kamu juga sekolah, Sa."

"Gue gampang."

"Sekarang lo pulang dulu. Pulangnya kerumah gue. Terus buku-buku sama tas lo ada di mobil, nanti gue ambil." Karsa sudah siap dengan perlengkapan Nurul untuk besok hari. Karena sebelum ia ke rumah sakit ia mampir ke rumah Nurul untuk mengambil semua itu, dan itu merupakan perintah dari mama Karsa sendiri.

"Iya, kalo mama bangun, hubungin aku." Nurul pun patuh, lalu setelah itu ia turun terlebih dahulu dibanding Karsa yang sepertinya ingin menggantikan Nurul di rooftop tersebut.

Karsa menikmati angin malam yang dingin tapi bagi dia itu adalah suatu karunia dari tuhan yang masih bisa ia rasakan. Satu pikiran muncul di benak Karsa. Karsa memilih untuk menelfon Landra saja.

Beberapa menit kemudian, sudah sepuluh telfon yang tak diangkat oleh Landra.

"Kenapa gak di angkat si, Lan." gerutu Karsa.

Dari pada ia mengulangi itu lagi, Karsa memilih untuk menelfon Yoliva saja.

Tut, tut, dan tersambung.

"Halo."

"Liv, Landra kemana sih gak angkat telfon gue?"

"Dia gak kenapa-napa kan?"

"Ceilah, tenang Sa. Aman dia dirumahnya. Tadi abis nelfon gue."

"Lah?! Kok telfon lo malah dijawab, sedangkan gue enggak."

"Gini nih kebiasaan buruk cowok. Gak mau introspeksi diri!"

AKU, KAMU, & ORGANISASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang