PART 33

59 3 0
                                    

⛓️ JANGAN PERNAH MENJADI PELANGI UNTUK SESEORANG YANG BUTA WARNA⛓️
-
-
-

-----------

Kini Nurul keluar dari ruang rawat Desi yang penyakitnya itu kambuh lagi. Kondisi sang mama semakin memburuk saat ini, tentu saja hal itu membuat Nurul gelisah, lalu ia memilih untuk keluar saja untuk menuju rooftop agar dirinya bisa sedikit lebih tenang.

Tapi saat ia membuka pintu kamar, dengan tidak sengaja ia berpapasan dengan Abinawa yang lewat. Keduanya pun saling menatap.

Berbeda dengan Abinawa, ia langsung panik dan refleks membolak-balik tubuh Nurul dan menempelkan telapak tangannya pada kening Nurul. "RUL, KAMU GAK PAPA? KAMU SAKIT APA? KAMU GAK PAPA KAN?!"

Lalu Nurul menurunkan tangan Abinawa yang memegang pipinya. "Gak papa, gak ada yang perlu di khawatirin."

"Lah terus kamu ngapain disini?" tanya Abinawa.

"Temenin mama aku."

"Kalau kamu sendiri ngapain disini? Jangan-jangan yang sakit kamu lagi?" tanya Nurul dengan raut wajah sedikit khawatir.

Abinawa yang mendengar itu menahan senyuman. "Ehem, khawatir nih." ucapnya sembari memutar bola matanya keatas dan kembali menahan senyuman.

"Aku cuma nanya, Bi."

"Yah, gak khawatir sama aku." raut wajah Abinawa langsung berubah menjadi sedikit masam.

"Gak tau, jawab pertanyaan aku, kamu ngapain disini?"

"Habis temenin kakek ronsen, sekarang dia lagi istirahat, terus aku baru aja ambil obat buat dia." jawab Abinawa dengan sangat detail.

"Lengkap banget." ucap Nurul dalam hati.

"Berarti senggang dong?" tanya Nurul.

"Iya."

"Temenin aku ke rooftop ya, Bi." lalu Abinawa langsung mengangguk dengan cepat saat itu juga.

Setelah itu mereka berdua menikmati pemandangan ibu kota yang sangat cantik di malam hari. Angin sepoi-sepoi menerpa keduanya. Dan hal itu membuat Nurul sedikit dejavu.

"Aku jadi ingat sesuatu kalo lagi di rooftop kayak gini." ucap Nurul dengan senyum tipis.

"Ingat apa?"

"Ah gak jadi." jawab Nurul dengan cepat.

Abinawa menganggukkan kepalanya.

"Rul, kalau boleh tau mama kamu sakit apa?"

Nurul menoleh sejenak pada Abinawa, dan kembali menatap pemandangan di depannya. "Gagal ginjal."

Sempat diam sejenak, Abinawa pun merasa tak enak pada Nurul. "Rul sorry dari tadi aku banyak tanya." cicit Abinawa.

"Gak papa santai."

"Mama udah lama sembunyiin ini dari aku. Dan yang tau penyakit ini cuma dia dan mamanya Karsa. Merasa dibohongin aku selama ini, tapi aku gak bisa marah dengan kondisi mama yang sekarang ini."
tiba-tiba Nurul bercerita dengan sendirinya.

"A-aku takut, Bi. Sekarang cuma mama yang aku punya, aku sayang banget sama dia dan gak mau kehilangan dia." ucap Nurul dengan suara yang bergetar.

"S-setelah aku t-tau semua itu, aku gelisah a-aku-" kini Nurul menahan tangisannya sebisa mungkin.

"Dan, aku juga capek harus hadapin kegelisahan ini sendiri. Aku nangis sendiri, rasain sendiri, lampiasin sendiri. C-capek aku Bi h-hiks."

Dengan cepat Abinawa memeluk tubuh Nurul yang bergetar. "Shtt, stop bicaranya. Nangis itu gak boleh ditahan-tahan, kamu boleh nangis sepuasnya sekarang." suruh Abinawa yang membekap Nurul dalam pelukannya.

AKU, KAMU, & ORGANISASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang