Part 18

2K 152 12
                                    

Waktu terus berlalu hari demi hari telah dilewati dan tahun silih berganti kini sudah 3 tahun lamanya sejak kejadian penculikan itu, Chania kini tumbuh menjadi anak yang pandai berbicara alias cerewet melebihi Chitta, Chitta sering mempertemukan Chania dengan Gibran serta Marcel namun tidak dirumah karena Chitta melarang Chania bertemu dengan Jonathan.

Handika kini telah berusia 8 tahun, Handika tumbuh menjadi anak yang pendiam tidak seceria dulu, ia akan banyak bicara jika dengan Chitta dan Chania saja.

Jonathan tetaplah menjadi Jonathan yang super sibuk ia selalu melewatkan harinya dengan bekerja setiap hari sehingga tak tau pertumbuhan Handika.

Handika pun kini mempunyai adik perempuan lagi hasil pernikahan Dita dan Tian yang di beri nama Yarra Talita Mardian yang dipanggil Yarra yang baru berusia 2 tahun, Handika pun sudah berani bertemu dengan Dita meski hatinya selalu gelisah saat bersama Dita.

Hari ini Chania berada di rumah karena anak itu jatuh sakit usai bermain hujan-hujanan bersama Handika kemarin, Chania yang rewel ia terus menangis ingin bertemu dengan Kakaknya.

Karena Gibran berada di Chicago lagi jadilah Marcel dan Wony yang menghantar Handika ke rumah Chitta dengan membawa beberapa cemilan untuk Chania.

Mobil yang Marcel kendarai kini terparkir di halaman rumah Chitta, Handika lantas turun ia berjalan dahulu untuk ke kamar Chania, saking seringnya berkunjung Handika bahkan sudah hafal setiap sudut ruangan rumah Chitta.

Chania memeluk perut Chitta sembari terus merengek ingin bertemu dengan Kakaknya.

"Chania" sapa Handika yang baru datang.

"Mas Dika" Chania merentangkan tangannya berharap Handika memeluknya, Handika menerima pelukan itu keduanya saling berpelukan.

"Hei kok nangis sih kan Mas bilang mau kesini" Handika mengusap air mata Chania, Chania ketika sakit akan sangat manja persis seperti Daddy nya, Jonathan.

"Uncle Mar, Aunty Wony! Kepala Chania pusing banget, Chania gak nafsu makan" adu Chania pada Marcel yang datang membawa satu plastik yang dipercaya oleh Chitta itu berisi cemilan.

"Hmmm Chania-nya Uncle sakit" Marcel menggendong Chania benar saja tubuh Chania panas.

"Mas Marcel, Wony aku buatin minum dulu" Chitta lalu pergi.

"Mam dulu ya sayang tadi Aunty beli bubur kesukaan Chani" Wony menyodorkan satu sendok bubur namun Chania menggelengkan kepalanya.

"Makan dulu Dek nanti sakit loh" bujuk Handika mencoba merayu adiknya tetapi Chania menggelengkan kepalanya.

"Chania mau sama Grandpa" Chania menangis lagi, Chania kalau sakit memang suka manja.

"Grandpa masih di Chicago, Chania kan nanti ke Chicago sama Uncle, Aunty, Mas Dika sama Mommy juga, makanya Chania makan biar cepet sembuh" Wony mencoba lagi menyodorkan sendok berisi bubur namun Chania menolaknya.

"Chania makan dulu!" bentak Handika, Chania yang tadinya menangis pelan sontak membuka mulutnya meskipun air matanya mengalir namun ia membuka mulutnya menerima suapan dari Wony.

"Pahit Uncle" adu Chania, menyembunyikan wajahnya di dada Marcel, manja sekali si buntelan daging ini.

Chitta datang membawa nampan berisi minuman, ia menaruhnya di meja belajar Chania.

"Gitu tuh Dika adik kamu susah banget disuruh makan capek tau Mommy bujuk dia ini aja Mommy gak sempet ke cafe habisnya Chania rewel nangis mulu" kata Chitta yang baru saja datang.

"Chania gak boleh bikin Mommy capek kasian Mommy kalau kamu masih bandel Mas Dika bawa kamu ke rumah Bibi Tantri nih" Handika memeluk Chitta dari samping kebetulan tinggi Handika dan Chitta hampir semampai entah Chitta yang kependekan atau Handika yang ketinggian Chitta pun heran, Chania takut pada Tantri adik dari Dimas.

Mommy For Handika [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang