Rencana Nora untuk pergi melihat sunrise batal karena Nora sangat mengantuk. Alhasil, ia pun ditinggal sendirian di villa tersebut. Ketiga pasangan suami istri tersebut keluar di pagi buta seraya bersepeda.
Bahkan saat bangun untuk buang air kecil, Nora tak mampu memejamkan matanya. Menghembuskan nafas pelan dengan tangan bergetar karena kedinginan. Ia pun menaikkan suhu pendingin kamar. Melihat jam di dinding, waktu baru menunjukkan pukul setengah enam pagi.
Menyibak tirai jendela, pemandangan yang ia lihat hanyalah sekelebat kabut.
Meraih cardigan berbahan rajut lalu mengenakan pada badannya yang telah diselimuti baju piyama berlengan panjang. Turun ke lantai bawah.
Menuruni anak tangga satu per satu.
Saat hendak mencapai tangga paling bawah, langkahnya berhenti saat mendengar suara gaduh.
Segera, ia mempertajam pendengarannya. Tak ada lampu yang menyala dan kondisi rumah masih gelap. Jika salah satu atau rombongan orang yang pergi melihat sunrise pulang, harusnya menyalakan lampu, bukan? Dan suara gaduh tersebut seakan seseorang menabrak sesuatu hingga jatuh ke lantai karena tak adanya penerangan yang maksimal.
Nora menuruni anak tangga secara perlahan, sebaik mungkin tak menimbulkan suara. Bahkan melepas kedua sandal rumahnya. Saat tiba di anak tangga terakhir, Nora kembali diam, bersandar di dinding seraya memegang erat-erat kedua sandalnya. Mendengar suara langkah kaki mendekat.
Haruskah Nora lari sekarang?
Atau ia menghadapi si penyusup itu?
Nora merasa bimbang.
Saat hendak memutuskan untuk berlari kembali ke kamarnya, ia dikejutkan saat tiba-tiba melihat orang itu yang muncul. Refleks ia berteriak dan menampar wajah itu menggunakan sandalnya.
Mata Nora membulat saat mendengar suara mengaduh kesakitan dari orang yang ia tampar menggunakan sandal.
"Mas Kala?!" Suaranya tercekat.
Kalandra yang mengusap pipinya, menegakkan kepala. Meski minim penerangan, tapi mereka bisa melihat satu sama lain.
"Em ... maaf," ujar Nora gugup dan merasa bersalah. Tiba-tiba ia merasa semakin dingin.
Apa karena udara sekitar semakin menurun, atau karena tatapan dingin pria tersebut?
Haruskah Nora sekarang melarikan diri?
•••
Tentu Nora tak akan lari, ia mengompres pipi Kalandra yang memerah karena tamparan sandalnya. Tak ada percakapan di antara mereka. Bahkan jarak duduk mereka cukup jauh, hingga tangan Nora terjulur ke arah pipi Kalandra. Menempelkan kompres tersebut di pipi kiri Kalandra.
Nora ingin protes, harusnya Kalandra saja yang pegang, tapi pria itu hanya diam membuatnya merapatkan bibir.
Suasana benar-benar canggung.
Nora merasa pegal. Punggungnya yang terlalu tegak dan tangannya yang sedari tadi menggantung.
Karena tak tahan dengan keheningan, Nora pun kembali bersuara. "Maafin aku, Mas," ujarnya mencicit. Kembali lagi ada perasaan takut pada Kalandra. Mengingatkannya pada saat masih kecil dulu.
Kalandra hanya diam, bahkan tak menatapnya.
Ia menggigit bibirnya cemas. "A-aku minta maaf. Tadi aku refleks, bener-bener gak sengaja."
Kepala Kalandra menoleh ke arahnya membuat Nora kembali bungkam, bahkan tangannya kini turun dari pipi Kalandra. Berhenti menempelkan kain kompres.
"Buat apa lo jelasin?" tanya pria itu dingin. Nora kini benar-benar menarik tangannya dan menaruhnya ke atas pangkuannya. "Bukannya kita dua orang yang saling gak kenal, kan? Itu kan kemauan lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
When He Loves Me
ChickLit|Sequel I Hate Men| I Hate Men.... But when he loves me, I feel peace and happiness... -Annora Shabira Satrio ▪︎Oct, Copyright ©2022 NanasManis