09 | ONE STEP CLOSER

6K 762 49
                                    

Nora mengetuk pelan daun pintu yang tak sepenuhnya tertutup, ia mengintip di celah pintu, menatap Papi yang berada di dalam kamar, sedang membaca sebuah buku.

Saat Papi mengangkat pandangan ke arahnya, ia berhenti mengetuk. Menyunggingkan senyum tipis ke arah Papi dan meminta izin untuk masuk.

Papi mengalihkan pandangan, kembali menatap buku. Memberinya izin masuk hanya dengan berdehem pelan. Papi kembali sibuk membaca buku.

Nora pun masuk, ditangannya, ia membawa sebuah nampan. Ada secangkir teh yang asapnya masih mengepul. Ia pun menaruhnya di atas coffee table. Tepat di hadapan Papi.

Sejak tadi siang, Papi tak turun ke lantai bawah. Bahkan saat makan siang, Aurora yang membawa makanan untuk Papi, sekaligus memaksa Papi untuk makan.

Kata Mami, Papi merajuk. Mengurung diri di kamar, enggan bicara dengan siapapun.

Tentu gara-gara kedatangan Kalandra.

Tapi, kata Mami karena Papi kalah main catur dari Kalandra hingga Papi bersikap seperti anak-anak saat ini.

Entah, mana yang benar. Nora tetap merasa sedih melihat Papi yang menjadi pendiam seperti ini.

"Papi ...," panggil Nora pelan.

Papi hanya berdehem, tanpa menatapnya. Tetap fokus ke bukunya.

Meski seperti ini, Nora tetap bersyukur karena Papi masih mau meresponnya.

"Papi marah?"

"Menurutmu?!" balas Papi sengit, meliriknya sekilas. Nora bergerak gelisah seraya meremas tangannya satu sama lain.

"A-aku ... aku bakal larang Mas Kala datang lagi. Kalau dia nekat datang, aku bakal usir dia. Aku janji!" ujar Nora mantap setelah meyakinkan diri.

Papi pun menatapnya cukup serius. "Kamu serius?"

Nora meneguk ludahnya kasar. Matanya bergerak gelisah. Tentu tak yakin. Pikiran serta hatinya berperang untuk menjawab pertanyaan Papi.

Iyo menghela nafas pelan. Ia meletakkan bukunya di atas meja kemudian meraih kedua tangan anaknya yang terasa dingin. Membuka kepalan tangan tersebut kemudian mengusapnya dengan lembut. "Jangan pernah berjanji kalau kamu gak yakin."

"Papi ..."

"Adek ... dengerin Papi," sela Iyo membuat Nora bungkam. "Sekarang ini tentang kebahagiaan kamu. Bukannya kamu mau bahagia?"

Nora mengangguk pelan.

"Nah, untuk apa kamu berjanji kalau janji kamu itu gak bikin kamu bahagia?"

"Maksud Papi?"

"Kamu gak usah ngelarang Kala datang menemui kamu ataupun kalau dia datang, kamu gak usah usir dia." Nora mengkerutkan keningnya mendengar perkataan Papi. Tentu merasa heran sekaligus bingung.

"P-Papi ... aku bingung."

"Apa yang bikin kamu bingung?"

"Bukannya Papi marah karena aku dan Mas Kala masih pacaran? Terus kenapa Papi ngomongin hal sebaliknya?"

"Nanti, kalau kamu jadi orang tua, kamu akan mengerti apa yang Papi lakuin saat ini. Seorang orang tua, tentunya ingin melihat anaknya bahagia."

Mata Nora memanas, bibirnya bergetar pelan. Kemudian ia menggeleng. "Tapi kalau aku tetap bersama Mas Kala dan gak bikin Papi bahagia, gak usah. Aku gak mau lihat Papi gak bahagia," rengek Nora. Nora tak ingin menjadi egois. Meski ia menginginkan kebahagiaan bersama Kalandra, tapi yang lebih utama tentunya kebahagiaan orang tuanya.

When He Loves MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang