28# weekend

545 74 4
                                    

Di akhir pekan kali ini, seisi rumah di buat terkejut kala pukul lima subuh. Rachel, tiba-tiba mengatakan dirinya akan lari-lari pagi. Padahal di rumah ini, yang paling malas olahraga adalah gadis bertubuh paling tinggi itu.

Siapa sangka, jika Rachel ingin melakukan lari pagi karena ia akan mendaftar sebagai polisi. Namun belum ada yang tahu sama sekali keinginannya yang satu ini. Sudah satu Minggu ini Rachel memantapkan mimpinya ini. Entahlah, Rachel sendiri pun tak tahu kenapa tiba-tiba ia mantap ingin mendaftar polisi.

Tiba-tiba hatinya terketuk kala melihat banyak kejahatan copet akhir-akhir ini, ia bertekad jika berhasil menjadi polisi, Rachel akan memberantas kejahatan-kejahatan seperti itu.

"Widih, serius lo mau lari-lari?" Rachel merotasikan bola matanya. Sudah dua puluh kali Reyhana melontarkan pertanyaan itu.

"Sekali lagi Lo tanya begituan, beneran kw lempar pake ni sepatu ye," Reyhana terkekeh di samping Rachel yang sedang sibuk mengikat tali sepatu di tangga.

Meskipun ini hari Minggu, bukan berarti mereka akan bermalas-malasan dan bangun siang. David mendidik anak-anaknya untuk selalu bangun pukul empat subuh, selain untuk melaksanakan kewajiban sholat subuh, juga mereka sudah harus mandi subuh, supaya tubuh selalu sehat.

David berjalan dari dapur dengan membawa sebotol air minum dan ia berikan pada Rachel, "Nih." Rachel menerimanya dengan senang hati.

"Makasih ayaaaah," setelah itu, Rachel mulai berlari.

Banyak tetangga yang menyapa dirinya, tak sedikit juga cowok-cowok yang modus pada Rachel. Namun Rachel mah bodoamat sama para buaya penggatal itu.

Sudah sepuluh menit ia berlari, tak disangka ternyata ia sudah sampai komplek sebelah, di mana kediaman orang tua keduanya berada, yaitu kediaman Admaja.

Sebuah ide jahil muncul, ia kembali berlari menuju rumah orang yang akan ia kerjai. Admaja yang sedang menyirami bunga di halaman rumah terkejut melihat Rachel datang dan langsung mencium punggung tangannya.

"Lho, nak, ngapain kamu?"

"Hehehe, lagi lari-lari Pi," Admaja melihat penampilan Rachel dari atas sampai bawah dengan wajah terheran-heran.

"Tumben banget," Rachel mendengus sambil menampilkan raut wajah malas. Kenapa sih orang-orang kayak nggak percaya aja sama dirinya yang berubah menjalani hidup sehat, ya meskipun baru sekali.

"Mau ke dalem kan?" Rachel mengangguk.

"Yaudah, masuk gih, pasti Mimi mu seneng kamu ke mari," Rachel mengangguk dan masuk ke dalam.

"Assalamualaikum wahai calon penghuni surga," teriak Rachel. Para asisten rumah tangga di sini geleng-geleng, merasa kadang heran, kok ada ya, cowok-cowok yang naksir berat sama Rachel. Padahal jika mereka tahu kehidupan gadis itu di rumah pasti akan trauma, dulu pernah ada satu cowok di komplek ini yang tergila-gila dengan Rachel, dia tidak berani datang ke rumah Rachel sendiri karena takut pada David.

Jadi dia datang ke rumah Admaja dengan tujuan meminta izin untuk mendekati Rachel yang sangat sulit didekati. Namun hasilnya nihil, Rachel malah semakin sulit didekati, semua aku media sosial cowok itu diblokir oleh Rachel.

Dua bulan berlalu, cowok itu sudah tak pernah menghubungi Rachel lagi, ia pikir cowok itu sudah menyerah. Namun ternyata cowok itu dipondokkan oleh ibunya karena sering keluyuran.

"Wa'alaikumussalam neng cantik, tumben banget pagi-pagi udah kemari," ucap Mimi yang baru menuruni tangga.

Rachel mengambil roti di atas meja makan. "Bang Lukas mana Mi?"

"Di kamar, mau ngapain?" Heran Yuni yang duduk di depan Rachel yang juga sedang mengoles selai di atas roti.

"Mau bikin dia marah," Yunita terkekeh.

Rachel berdiri dan berjalan menaiki tangga menuju kamar Lukas, diketok pintu kamar namun tak ada suara. Rachel membuka pintunya dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara.

Ternyata sang pemilik kamar dengan nuansa rocker masih terlelap, Rachel membuat ancang-ancang untuk melompat ke atas kasur.

Bughh..

"Akhhhh," Lukas terbangun dengan mengaduh karena tubuhnya tiba-tiba ditumpangi oleh seseorang yang tidak ringan baginya.

"Bangun-bangun, jangan molor terus, katanya tahun depan mau kawin, masak males sih, gue mau nggak mau kalo jadi bini lo," Lukas menutupi kepalanya dengan bantal, rasa kantuknya ini masih terasa sebab ia baru tidur pukul dua dini hari.

Rachel berdecak karena laki-laki ini tak kunjung bangun, akhirnya ia melompat-lompat di atas kasur Lukas.

"Abang bangun, Abang bangun," teriaknya sambil melompati kasur.

Cukup!
Lukas sudah geram, ia bangun dan melemparkan bantal yang ia gunakan tadi. Lalu laki-laki itu bangun dan berjalan keluar kamar, Rachel berseru senang karena berhasil membangunkan sang kakak.

Di meja makan, Lukas sudah mengomel sendiri yang hanya dibalas gelak tawa dari kedua orang tuanya.

Saat Lukas hendak memasukkan roti tangannya dicekal oleh Rachel. "Apa sih, Chel?" Gemas Lukas.

Rachel melipat kedua tangannya, "Siapa yang nyuruh makan, ayok ikut Rachel lari pagi, biar tu perut ada roti sobeknya," Rachel langsung menarik tangan Lukas.

"Roti gueee, Mamaaaa," Yunita dan Admaja sudah tidak bisa menahan tawanya, mereka tertawa sampai sakit perut.

Hanya memakai sendal jepit saja Lukas akhirnya mengikuti si rese Rachel yang lari-lari. Rachel gemas karena Lukas seperti tidak serius berlari, laki-laki itu selalu saja menguap.

"Abang ih, masak lari-lari kayak gitu, yang semangat dong!" Lukas tak menggubris ocehan Rachel, ia memilih untuk duduk di emperan ruko yang masih tutup.

"Nggak kuat gue Chel, nyerah gue, emang nggak pernah bener kerjaan Lo," Rachel mendengus. Tiba-tiba ada tukang bubur ayam lewat, Rachel memberhentikannya.

Rachel memesan dua porsi bubur ayam, Lukas hanya diam saja tanpa berpikir yang macam-macam.

"Bang duitnya mana?" Lukas yang tidak tahu apa-apa hanya melongo.

"Duit Abang, malah melongo," Lukas menautkan alisnya dengan tatapan bingung.

"Hah?"

"Jangan bilang Abang nggak bawa duit," Lukas sudah konek.

"Rachel, ya mana bisa gue bawa duit, gue aja baru bangun terus Lo tarik. Kalau tau nggak bawa duit ngapain gaya pakai belum bubur juga," Lukas menarik pipi kanan Rachel.

"Iiiih, Abang nanti melar pipi Rachel, yaudahdeh. Kang, buburnya utang dulu ya, nanti berhenti aja di rumah pagar coklat sana oke?" Ujar Rachel pada tukang bubur.

"Yeee, neng mah, kalau nggak bawa duit jangan beli bubur atuh. Tapi nggak papa deh, nanti saya ke sana."

Memang kurang ajar si Rachel ini🤣

Davidson's House [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang