Sejak kejadian beberapa hari yang lalu, Raya jadi sering tidak bisa tidur lebih awal seperti biasanya. Padahal di rumah ini Raya adalah manusia yang selalu konsisten tidur sebelum pukul sembilan, namun sekarang ia baru bisa tidur pukul sebelas, bahkan pernah pukul tiga ia baru bisa menutup mata.
Alhasil saat di kelas ia tidak fokus karena mengantuk. Beberapa hari yang lalu David sibuk dengan pekerjaan kantornya sehingga membuat ia tak sempat mengecek kondisi anak-anaknya saat malam hari, namun malam ini ia sudah free, jadi pria itu bisa melakukan kegiatannya mengecek kondisi anak-anaknya di kamar.
David heran saat melewati kamar si bungsu , di mana lampu kamar masih menyala dengan terang, ia membuka pintu, dan benar saja, terlihat anak gadisnya yang sedang melamun di depan jendela kamarnya sambil memeluk lutut.
"Adek, kok belum tidur, mana ngelamun lagi, lagi mikirin siapa sih?" Raya terperanjat kaget.
"Eh, ayah," Raya terlihat panik dan hendak menuju ranjangnya karena tertangkap basah sedang melamun, David terkekeh dan menyuruh Raya untuk tetap duduk di sofa yang langsung menghadap ke jendela kamar. David ikut duduk di samping Raya.
Yang tadinya hanya Raya saja yang melamun sekarang ketambahan David, sudah lima menit mereka berdua sama-sama diam dan tenggelam dengan pikiran masing-masing.
"Yah," Raya memecah keheningan dengan hendak bertanya.
"Hmm?"
"Kenapa dulu bunda pergi ninggalin kita?" Raya menatap David dengan sorot mata lelah, David menatap Raya, terlihat jelas bahwa sang anak terlihat kurang tidur dari bawah matanya yang sedikit kendor dan terdapat mata panda.
"Kenapa adek nanya gitu?" Raya mendengus, ayahnya ini selalu begitu setiap ditanya soal sang bunda.
"Kenapa malah balik nanya ayaaahh."
"Ayah kenal kamu nggak cuman setahun dua tahun, ayah tahu, kamu pasti ketemu bunda kan akhir-akhir ini?"
Kok ayah bisa tahu sih, batin Raya. Ia masih tak percaya jika sang ayah bisa langsung menebak.
"Ish, ayah mah sok tahu."
"Yeee, ngejawab mulu ini bocil," ucap David sambil menarik pipi kiri Raya yang membuat anaknya cemberut.
"Ketemu di mana?" Kali ini wajah David terlihat serius, kalau sudah begini, Raya harus menjawabnya dengan jujur.
"Di sekolahan, dan ternyata dia adalah kepala sekolah baru itu," David mengangguk paham.
"Udah jam segini, waktunya tidur sayang, udah, jangan mikir apa-apa lagi ya, fokus persiapan buat kuliah, bentar lagi juga pengumuman snbp kan? Jangan terlalu dipikirin, mau kuliah di luar negeri ataupun di dalam negeri yang penting adek seneng," Raya mengangguk, David berjalan untuk mematikan lampu dan menutup pintu kamar Raya lalu pergi ke kamar anak-anaknya yang lain.
Setelah kepergian David, Raya masih belum bisa tidur, rasa ingin tahunya tentang sang bunda masih menggebu-gebu. Namun benar juga kata ayahnya tadi, ia harus tidur.
***
"Jadi menurut Lo gue nggak bakal lolos snbp gitu?" Kesal Reyhana pada Maven yang sedang belajar bersama di kelas.
Laki-laki itu hanya mengedikkan bahunya sambil mengerjakan soal-soal, Reyhana mendengus. Sepertinya pilihannya datang kemari bukanlah ide yang bagus, malah semakin membuat mood-nya semakin anjlok.
Sejak pagi tadi hati Reyhana rasanya sangat gundah, sepertinya sejak sang ayah yang tiba-tiba tidak mengizinkannya kuliah di kota kesukaannya yaitu, Bali.
"Yah, Reyhana udah gede. Pasti bisa jaga dirilah," kekeh Reyhana.
Pria berkacamata putih yang sedang mengoleskan selai di rotinya tetap menggeleng. "Ayah bilang nggak ya nggak Hana!" Atmosfer di meja makan mendadak horor, Rachel yang biasanya menjadi penengah di kala hal seperti ini terjadipun tidak berani melakukan apa-apa.
Sejak pertengkaran ini di mulai Raya sudah menyenggol kaki Reyhana untuk mengalah, namun tak digubris. Pada Rachel pun Raya sudah berkali-kali memberi kode untuk menghentikan adu argumen sang ayah pada saudarinya. Namun sepertinya semua itu tidak ada gunanya.
Reyhana berdiri dari kursinya. "Ayah kenapa sih, yang lain boleh bebas milih kampus, tapi kenapa Reyhana nggak ayah!" Gadis tomboi itu mengambil tas yang ia gantungkan di punggung kursi makannya dan pergi dengan menghentakkan kakinya.
Rossa yang baru keluar dari ruang kepala sekolah tak sengaja melihat Reyhana yang sedang bermain di kolam ikan samping ruangan guru-guru dengan memasukkan tangannya di kolam dan berusaha menangkap ikan-ikan di sana.
Terdengar teriakan dari salah seorang guru pada Reyhana supaya menjauh dari kolam, Rossa terkekeh melihat raut Reyhana yang cemberut. Benar-benar plek-ketiplek David pikirnya.
"Rey," panggil Rossa pada Reyhana.
Gadis itu berjalan menghampiri Bu Rossa. "Eh Bu Rossa, ada apa?"
"Kayaknya saya lihat, kamu lagi bete ya?" Reyhana mengembuskan napas panjang, dia mengangguk.
Rossa yang melihat itu tersenyum, Reyhana memang terlihat sangar jika dari jauh. Namun, jika dari dekat seperti ini, gadis ini terlihat seperti anak kecil. Wanita itu mengelus kepala Reyhana.
"Ada masalah apa sayang?" Rossa yang baru sadar dengan panggilan yang ia berikan pada Reyhana langsung menutup mulutnya. Awalnya Reyhana terkejut mendengarnya, namun siapa sangka jika gadis itu malah menghamburkan pelukan pada Rossa.
"Hiks, ayah Bu Rossa..."
"Ayah? Kenapa sama ayah?" Tanya Rossa yang membalas pelukan Reyhana, bagi Rossa rasanya sangat nyaman dengan posisi ini.
Reyhana langsung melepaskan pelukannya dan menceritakan kejadian tadi pagi sambil sesekali menarik kembali ingus yang turun.
"Sepertinya yang ayah kamu ada benarnya juga Rey," ucap Bu Rossa sambil memberikan segelas air pada Reyhana.
Sekarang mereka berada di ruangan Bu Rossa, tadi Bu Rossa mengajak Reyhana untuk mengobrol lebih lama di ruangannya saja karena malas dilihat orang-orang yang lewat.
"Kok Bu Rossa malah belain ayah sih, seharunya kan dukung keputusan Rey," kesal Reyhana. Rossa terlihat berpikir keras supaya gadis itu tidak salah paham dengan ucapannya.
"Gini deh Rey, mungkin ayah kamu percaya kalau kamu bisa jaga diri, tapi coba kamu bayangin. Semisal nih ya, kamu kuliah di Bali, Rachel di kepolisian, terus Raya kuliah di luar negeri. Kalau ada apa-apa sama ayah kamu gimana? Mungkin ayah kamu nggak ngomong itu secara langsung sama anak-anak karena takut kalian khawatir, tapi dari kalian apa ada yang mikir kesana?" Reyhana mencerna setiap kalimat yang keluar dari mulut Bu Rossa.
"Saran saya, kamu pikirkan itu matang-matang."
Sejak kembali dari ruangan Bu Rossa, Reyhana jadi terlihat murung di kelas. Jika biasanya dia akan menjadi biang keributan ketika jam kosong, kali ini dia absen. Teman-teman satu sektenya menatap heran gadis itu.
"Jujur, mending lihat Bu Silma marah anjir dari pada lihat si cebong kayak begitu," ucap salah satu cowok di sana yang tampilannya sudah seperti preman kelas, yang lain mengangguk setuju.
![](https://img.wattpad.com/cover/304009947-288-k127066.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Davidson's House [END]
FanficMenceritakan sebuah rumah yang dihuni seorang pengusaha tampan yang sedang naik daun dan ternyata telah memiliki tiga anak kembar berwajah cantik. Rumah tak pernah sepi selama tiga remaja kembar itu ada, meskipun pria itu harus mengelus dada akan ke...