38. Outsider

9.7K 1.1K 157
                                    

It's still question-able how our argument turn into a hot make out session yang membuat Dokter Talaga sampai harus mengusap-usap wajahnya dengan tisu basah untuk menghapus bekas gincu merahku yang melekat di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

It's still question-able how our argument turn into a hot make out session yang membuat Dokter Talaga sampai harus mengusap-usap wajahnya dengan tisu basah untuk menghapus bekas gincu merahku yang melekat di sana.

"Kamu kalau tiap ngambek kayak gitu, bisa panjang umur saya," kata Dokter Talaga. "Sering-sering aja."

Aku memelototinya sementara ia hanya tertawa.

"Nggak usah melotot," ucapnya. "Kan kamu yang cium saya duluan."

"Iya udah cepetan! Ini kita udah stay di depan rumah Dokter selama sepuluh menit dan belum keluar dari mobil juga," protesku.

"Iya sabar, siapa suruh lipstick nya transfer?"

Pipiku bersemu merah. Darahku berdesir cepat karenanya.

Setelah memastikan wajahnya bersih dari noda lipstik, laki-laki berkemeja hitam itu turun dari mobil, membukakan pintu untukku, lalu menggandengku. Ia membawaku masuk ke dalam rumah 3 lantai itu.

Ini kali keduaku berada di sini. Yang pertama adalah ketika belajar materi kardiovaskular waktu itu. Namun meski bukan pertama kali, jantungku rasanya mau meledak. Apalagi ketika melihat keadaan rumah yang sudah cukup padat dengan orang-orang yang tak aku kenal siapa. Aku asumsikan orang-orang itu adalah keluarga Dokter Talaga--mungkin keluarga jauh--serta teman-teman dari adik Dokter Talaga yang berulang tahun hari ini, Trisna. It doesn't really matter.

Kalau menurut Dokter Talaga, hanya ada tiga orang paling penting yang harus aku perhatikan ekstra hari ini; Tiara, Tania, dan Trisna. Iya, adik-adik kandung Dokter Talaga.

Dokter Talaga membawaku ke ruang tengah, tempat acara berpusat. Ruangan itu sudah didekor sederhana dengan balon dan pita di sana-sini yang sejujurnya agak kekanak-kanakan untuk ulang tahun remaja usia 17 tahun.

Dokter Talaga membawaku ke hadapan seorang si pemilik acara. Seorang laki-laki bertubuh jangkung yang fitur wajah tegasnya sangat mirip Dokter Talaga. Hanya jauh lebih muda. Bayanaka Trisna Gandawasesa, anak keempat dari keluarga ini. yang kata Dokter Talaga berpotensi paling mudah untuk menerimaku. Kalau kata Dokter Talaga, Trisna ini level 1.

Aku jelas mengingat Trisna, ia adalah adik Dokter Talaga yang patah tulang dan berdebat dengan Dokter Talaga di rumah sakit waktu itu. The rebel one. Alasan Dokter Talaga menyebutnya yang paling mudah adalah karena semua kuota kebencian Trisna sudah ia berikan pada Dokter Talaga. Iya, jadi bisa dikatakan ia akan menerimaku karena ia tidak peduli.

"Trisna, ini Bengawan, pasangan Mas," ucap Talaga.

Trisna menjabat tanganku. Wajahnya itu datar, sama persis seperti Dokter Talaga di awal-awal masa koas obgyn-ku dulu.

"Trisna," katanya.

"Bengawan," sahutku. "Salam kenal."

Keadaan lalu senyap. Aku tak tau harus bicara apa. Seolah latihan komunikasi selama berhari-hari lalu tak ada gunanya.

5 Criteria To Be My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang