#20. Boneka Beruang Putih

54 15 1
                                    

Sallyana mengencangkan pelukan kedua lengannya pada pinggang pemuda yang sibuk mengamati jalanan sembari berkendara. Ketika pulang sekolah tadi, tiba-tiba Veen menawarkan tumpangan tanpa perlu dia minta, kalau pun Sallyana meminta, Veen sering menolak.

Jadi saat ada kesempatan bagus seperti ini, mana mungkin Sallyana berani mengabaikan. Dan membiarkan Vino untuk pulang sendirian.

Di depan, Veen membuka kaca helm hitam miliknya, bersuara dengan intonasi lumayan keras agar bisa didengar oleh Sallyana. Suasana lingkungan jalanan terlalu semarak dan ramai. "Kita mampir dulu ke mall!"

"Mall?" Beo Sallyana. "Mau ngapain, Veen? Mending langsung pulang aja!"

"Gue perlu beli sesuatu."

Lampu merah berganti ke warna hijau, Sallyana urung untuk memberi balasan lagi. Dia pikir tujuan Veen ke mall pasti karena ingin membelikan sesuatu bagi Sela yang sedang sakit saat ini. Huh, Sally juga mau, tapi dia tidak berani bilang. Veen itu sangat sensitif!

Selang lima belas menit, mereka akhirnya sampai di Jaya Mall yang terletak tidak jauh dari rumah. Veen menarik telapak tangan Sallyana untuk dia genggam, "Jangan lepas, nanti ilang."

Mendengar hal tersebut, Sallyana menggembungkan kedua pipinya hingga mirip tupai, "Aku bukan anak kecil lagi!"

Veen menarik sudut bibirnya ke atas walau hanya sekilas tanpa diketahui orang lain selain dirinya dan Tuhan. Kakinya melangkah menuju tempat penjualan serba-serbi ragam boneka. Mulai dari beruang, sapi, paus, gurita, dan masih banyak lagi boneka-boneka lucu lainnya.

Sally langsung berbinar diberikan pemandangan dunia boneka, anak perempuan itu berlari ke tempat boneka beruang diletakkan. "Wah, lucu-lucu banget, tapi nanti Mama bisa marah kalau Sally ketahuan beli boneka lagi." Gumamnya sedih.

Bagaimana Juwi tidak marah jika boneka koleksi putrinya menghabiskan satu ruangan khusus yang cukup luas untuk dijadikan sebagai kamar tidur!

"Selamat datang, kak. Silahkan dilihat boneka koleksi dari toko kami. Jika ada yang ingin dicari namun tidak ada di rak, kakak bisa tanya ke saya." Ujar seorang pegawai perempuan muda, mungkin usianya belum sampai dua puluh lima tahunan.

Veen menoleh sebentar, dia sedari tadi terlalu fokus melihat boneka unik yang ditempatkan dirak paling atas. "Ya, bisa minta duplikat lain dari boneka itu?" Jemari telunjuknya terangkat ke atas. "Yang boneka Raja dan Ratu saling memegang matahari kecil."

"Ada kak, tunggu sebentar saya ambilkan."

Selepas pegawai tadi pergi, Veen memilah boneka sapi berukuran sedang dan terlihat lucu. Ini akan cocok untuk Sela. Ia mengambil boneka tersebut kemudian berjalan mendekati Sallyana yang sibuk melihat rak berisi boneka jenis beruang.

"Mau pilih yang mana?"

"Eh?" Hembusan nafas panas dari belakang membuat Sallyana tersentak dan langsung berbalik dengan sedikit beringsut sebagai refleks. Ia semakin mundur ketika jarak keduanya terlalu dekat. "Nanti Mama marah kalau Sally beli boneka lagi. Boneka sapinya buat Kak Sela, ya? Boneka sapinya lucu, Kak Sela pasti suka."

Menarik nafas panjang, Veen melangkah lebih dekat ke rak kemudian meraih boneka beruang berwarna seputih salju dengan leher terlilit oleh pita merah bergandul lonceng. "Biar gue yang bilang ke Mama kalau bonekanya gue beliin. Beliau pasti nggak marah."

"Oh? Tumben baik?"

Ekspresi Veen seketika berubah masam, "Yaudah, gak usah beli. Gue balikin lagi bonekanya ke rak."

"Eh, eh! Jangan dong! Kasihan bonekanya di kasih harapan palsu, kalau udah diambil berarti harus dibeli. Sini, Sally aja yang bawa, hehe. Makasih Veen!" Sallyana buru-buru merampas boneka beruang seputih salju yang mirip seperti boneka beruang pemberian Veen dulu. Sayang sekali boneka pemberian Veen kecil terlanjur dia berikan kepada Sela sebagai hadiah ulang tahun perempuan itu.

"Sama-sama. Kita ke kasir dulu bayar semuanya."

"Siap, bos!"

Sallyana terus bermain dengan kedua tangan boneka beruang putih seperti anak kecil. Ia mengintip dari balik punggung Veen dan melihat dua bungkusan .... dua? Bukannya Veen hanya beli boneka sapi?

"Veen beli boneka lagi? Buat siapa? Buat Veen, kah?"

Veen memutar bola mata setelah menerima kembali kartu kredit pribadinya, berbalik kemudian mendorong kening Sallyana ke belakang, "Kejantanan gue masih tulen."

"Gak papa kok kalau cowok suka boneka, lagi pula kan ada boneka superman, boneka tor, boneka hulk—um!"

"Ini mulut mau di lem biar diem?"

Kepala kecil Sally menggeleng keras berulang-kali.

"Makanya diem."

Kepala Sally beralih angguk-angguk. Ia menarik nafas panjang karena pengap ketika mulutnya di tutup oleh tangan Veen. Sally ingij mengusapi wajahnya kemudian tidak jadi karena ada wangi parfum Veen.

Mereka berdua naik ke lantai paling atas untuk mencari makanan lalu makan berdua, ketika hari menjelang malam, barulah keduanya pulang ke rumah. Alisya dan Juwi yang sedang berbincang diluar pintu gerbang masing-masing tampak asyik walau terbentang jarak lumayan lebar.

Dua ibu-ibu tersebut sedang menunggu kepulangan anak mereka yang seharusnya sudah pulang sejak sore tadi.

"Mama!" Teriak Sallyana lantang. Kedua tangannya melambai tinggi ke udara, "Bunda!"

"Tuh kan, apa aku bilang, mereka berdua pasti lagi main bareng," celetuk Alisya senang begitu mendapati putra putrinya bisa kembali akrab walau belum bisa seakrab dulu ketika masih kecil.

Juwi dibuat heran, dia tahu Veen agak bersikap dingin pada awal-awal dia dan putrinya kembali menetap ke Jakarta, namun tak lama setelahnya sikap Veen lumayan melunak, tapi ada satu masalah. Apakah Veen pernah berpikir bahwa sikap baiknya mungkin saja bisa membuat putrinya jatuh cinta?

Sallyana sekarang berusia lima belas tahun lanjut, usia remaja dengan emosi hati paling labil, mudah berubah-ubah, emosional, dan gampang suka.

Motor ninja Veen berhenti lebih dulu di depan gerbang kediaman Arsania. Pemuda itu memberikan satu bingkisan kepada Sallyana, "Nih, bawa."

"Huh? Sally dapat dua boneka?" Perempuan itu berbinar bahagia, tanpa rasa sungkan segera meraih bingkisan lain, boneka beruang putihnya selalu dia peluk dan tidak dibungkus karena Sallyana sangat suka memeluk benda berbulu hangat.

Juwi berkacak pinggang, "Beli boneka lagi! Kamu gak lihat boneka kamu di rumah udah kayak kebun binatang?!" Omelnya kesal setengah mati. Andai saja dia tidak sedang hamil tua, sudah habis Sallyana dia pukuli. Anak perempuannya satu ini terlalu obsesi pada boneka ....

"Ma, bukan Sallyana yang beli, tapi Veen. Tadi mau beliin boneka buat Sela, jadi sekalian Sally juga dibeliin. Kasihan pengen banget boneka beruang tapi takut kena marah sama Mama."

"Pusing pala aku mikirin boneka punya kamu, Sal. Lama-lama ini rumah jadi tempat penangkaran boneka. Ini terakhir kali kamu boleh beli boneka! Veen juga, jangan lagi beliin dia boneka!" Biar adil, Juwi memerahi dua anak muda dihadapannya saat ini.

"Ibu hamil jangan galak-galak, pamali. Anaknya bisa ikutan galak, loh!" Goda Alisya dari depan gerbang rumahnya sembari menahan tawa geli.

"Si Sally kalau gak digalakin gak mempan, Lis! Ayo masuk ke rumah, lain kali mau mampir itu bilang-bilang dulu biar orang rumah nggak pada cemas!"

"Sally minta maaf, Ma."

"Veen juga minta maaf, Ma."

"Dimaafin, dah, sekarang Veen pulang sana. Bunda kamu juga nungguin kamu pulang dari tadi. "

Alisya membalas lambaian tangan sampai jumpa dari Juwi. Ia beralih melihat putranya dengan tatapan kompleks, pemikirannya hampir sama dengan pemikiran Juwi meskipun dua perempuan paruh baya itu tidak bertukar pikiran satu sama lain.

"Veen, Bunda mau bicara sama kamu sebentar, boleh? Tapi kamu ganti baju dulu sana gih, Ayah malam ini lembur jadi pulang larut. Kita makan malam cuma berdua."

"Boleh, oke sebentar. Veen pergi ke kamar." Veen melepaskan helm dan melepaskan jaket, mencium sebelah pipi Alisya sebelum berlari masuk ke dalam rumah. Ditinggalkan sang putra sendirian, Alisya tersenyum simpul.





***
Silahkan share cerita ini jika kalian sukakkk💜

Instagram ; zura_tzu

SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang