Lebih dari satu dokter dan beberapa perawat handal datang dengan pakaian jubah hijau khas tidak lupa memakai masker, sarung tangan, serta penutup kepala. Pihak rumah sakit langsung menerima pengajuan operasi setelah Yuwi berkata Sallyana sehat dan merupakan sepupu dari Sela.
Veen menunggu didepan ruang operasi ditemani kedua orang tuanya dan Yuwi. Ketika dia melihat Sallyana tidak sadarkan diri saat dibawa masuk ke ruang operasi, hatinya mulai gelisah dengan alasan tidak jelas. Seolah merasa semua ini salah.
Namun operasi sudah dimulai dan keluarga pasien harus menunggu secara tenang di depan ruang operasi.
Hari menjelang sore, para dokter dan kelompok suster keluar dari ruang operasi. Salah satu dokter yang biasanya mengurus Sela membuka masker dan mendekat ke Yuwi, "Operasi berjalan lancar, awasi pola makan, pola tidur, dan seluruh kegiatan Nona Sela selama beberapa bulan ke depan. Nyonya bisa datang seminggu satu kali menemui saya untuk memantau perkembangan kesehatan Nona Sela. Sedangkan untuk Nona Sallyana, tubuhnya lemah, dia juga kekurangan darah. Saya harap Nyonya juga lebih memperhatikan kesehatan Nona Sallyana. Sepertinya sebelum ini, Nona Sallyana terlalu sering mengkonsumsi obat penenang diluar batas aturan."
"Obat penenang?" Suara terkejut ini berasal dari Veen.
"Benar, beruntung Nona Sallyana belum lama mengonsumsi obat tersebut sehingga ginjalnya masih sehat dan aman dari serangan zat kimia di obat penenang ketika dikonsumsi dalam jumlah berlebih. Nona Sela dan Nona Sallyana akan segera dipindahkan. Saya pamit dulu."
"Terima kasih dokter."
"Sama-sama. Semoga kedua Nona bisa hidup sehat dan bahagia setelah ini."
Sallyana ditarik keluar lebih dulu, wajahnya benar-benar pucat bagaikan seorang mayat. Nyawa gadis tersebut nyaris diujung tanduk karena kurangnya darah. Alisya bersyukur di dasar hati melihat Sallyana masih bernafas. Tuhan, dia hampir membuat Sallyana kehilangan nyawa.
Setelah ranjang Sallyana dibawa keluar, suster yang mendorong ranjang Sela akhirnya muncul dari dalam ruang operasi. "Mari, ikuti saya. Nona Sela akan dipindahkan ke ruangan khusus lain. Efek bius akan hilang satu jam lagi, Nona Sallyana juga sama. Tolong ajak Nona Sela berbicara agar hatinya tenang dan tidak stres. Teruntuk Nona Sallyana nanti, mohon biarkan dia istirahat karena darahnya sudah berkurang banyak dan perlu istirahat total. Saya akan segera memberikan donor darah kepada Nona Sallyana."
Alisya dan Yuwi mengangguk bahagia karena Sela berhasil kembali sehat setelah menerima satu ginjal milik Sallyana. Keduanya pergi mengikuti suster, Veen melirik Ardi yang terdiam, "Ayah, aku ke ruangan Sela." Ujarnya sambil lalu.
Ardi diam tak merespon. Saat lorong sepi, tangan kirinya memukul dinding sekencang mungkin. Mengacuhkan rasa sakit saat daging dan tulangnya berbenturan dengan permukaan keras dinding rumah sakit. Ardi bergegas mengejar suster yang membawa ranjang Sallyana.
Sallyana dimasukan ke ruangan biasa, suster lain datang ke ruangan, ditangan suster itu ada kantung darah untuk pasien. "Laina, ini kantung darah yang dibutuhkan pasien. Aku pamit dulu, masih ada pekerjaan."
Laina menerima kantung darah serta meja dorong berisi alat-alat medis. "Makasih, Mei."
"Sama-sama."
Laina beralih ke Ardi yang duduk didekat ranjang Nona Sallyana. Dari banyaknya anggota keluarga dua pasien. Hanya pria paruh baya itu yang datang kemari. Laina agak kasihan dengan Sallyana, nyawa anak muda ini nyaris melayang karena kehilangan banyak darah ditambah kondisi tubuhnya sedang kurang fit. Beruntung Tuhan masih berbelas kasih.
"Pak, saya tinggal dulu sebentar, ya? Mau ambil catatan sekalian memanggilkan Dokter untuk Nona Sally."
"Ya, Sus. Tolong cepat, terima kasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]
Fiksi PenggemarWajib baca buku musim pertama. Judul : Wanna Be Me, bisa dibaca di akun wp @azzurayna