Alisya menyiapkan satu piring berisi nasi dan beberapa lauk kegemaran sang putra. Ia sendiri hanya makan sayuran tanpa ada nasi karena tidak selera makan makanan yang berat. Cukup lama dia menunggu dimeja makan, hingga akhirnya Veen datang juga dari lantai atas.
"Maaf, Bunda. Veen lama."
"Enggak, nih udah Bunda siapin. Kamu makan dulu."
Veen menarik salah satu kursi dan duduk di sana, menarik piring pemberian Alisya. Dia meraih sendok dan garpu kemudian meletakkannya ke sisi piring, "Bunda tadi mau tanya apa?"
"Nanti aja."
"Raut wajah Bunda kelihatan serius waktu minta izin mau tanya ke Veen. Pasti ada urusan penting, kan?"
"Benar, penting sekali." Alisya mengenggam tangan kanan putranya yang sekarang ukurannya lebih besar dari miliknya.
Rasanya waktu berlalu amat cepat, padahal dulu telapak tangan putranya terasa sangat kecil. Anaknya benar-benar sudah dewasa, "Bunda cuma mau bilang satu ke kamu, jaga perasaan dari perempuan yang memang serius ingin kamu jadikan pendamping hidup di masa depan. Bila kamu sudah menentukan, jangan memberi harapan ke perempuan lain atau akan ada pihak yang tersakiti."
"Maksud, Bunda?" Kerutan terlihat pada kening Veen. Jelas sekali bahwa pemuda itu tidak tahu apa yang sedang dibahas oleh Alisya sekarang.
"Maksud Bunda, tolong kamu jangan bertindak terlalu jauh ke Sallyana. Bukannya Bunda gak suka kamu perhatian ke Sallyana, justru sebaliknya, Bunda sangat bahagia bisa melihat anak-anak Bunda akur lagi. Tapi sekarang situasinya sudah berbeda, kamu tumbuh dewasa dan Sallyana tumbuh menjadi seorang remaja yang emosionalnya mudah terpancing dan juga mudah suka pada lawan jenis. Kamu bilang Sela adalah perempuan terakhir kamu, jadi pastikan kamu tidak mengecewkan dua perasaan dari dua orang perempuan. Bunda bakalan sedih kalau Sally dan Sela terluka karena mencintai satu pemuda yang sama."
Penjelasan panjang Alisya berhasil membuat Veen paham alur bicara sang Ibu. Ternyata hanya kecemasan tentang perasaan. Veen menjawab acuh tak acuh, "Bunda, aku tahu. Sallyana meminta hubungan kakak-adik dan Veen hanya berusaha mengabulkan, sedangkan cinta sebagai lawan jenis hanya untuk Sela. Veen tahu dan Veen bisa atur perasaan Veen sendiri."
"Bagus jika kamu paham tentang kondisi ini lebih awal."
"Bun."
"Ya, sayang?"
"Bunda ngerestuin hubungan Veen sama Sela seratus persen?"
"Jujur Bunda maunya kamu bisa berdampingan dengan Sallyana karena Bunda kenal dia sejak kecil, tapi kalau hati kamu maunya Sela, Bunda sama Ayah bisa apa? Kamu putra satu-satunya yang kami punya, kebahagiaan kamu adalah prioritas kami."
"Makasih, Bunda."
"Sama-sama, dimakan dulu nasinya. Abis itu anter makanan ke rumah Sally, ya? Bunda masak lebih, sayang kalau dibuang. Lagian Ardi itu kebiasaan banget kalau pas lembur ngomongnya mendadak. Kalau ngomong agak sorean 'kan Bunda bisa ngurangin jatah masakan."
"Gitu-gitu Bunda juga sayang Ayah."
Alisya bersemu malu mendengar kalimat putranya, dia memukul kepala Veen memakai sendok sayur yang masih bersih, "Pinter banget bikin Bunda malu. Cepet dihabisin makanannya."
Veen mengangguk seraya menahan senyuman geli. Kehidupan rumah tangga kedua orang tuanya merupakan impian bagi Veen. Kelak, dia juga ingin memiliki kehidupan rumah tangga yang damai dan tenteram. Ayah dan Bunda jarang bertengkar, sekalipun bertengkar juga tidak akan lama karena Ardi dan Alisya sama-sama tidak bisa saling mendiamkan terlalu lama.
Kisah cinta Ardi dan Alisya pun lumayan pelik dimasa lalu sebab perbedaan kasta yang mencolok diantara keduanya. Ardi adalah anak seorang konglomerat dengan garis keturunan darah biru, sedangkan Alisya hanya perempuan biasa yatim-piatu yang merantau dari kampung ke kota demi bekerja menghidupi diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]
FanficWajib baca buku musim pertama. Judul : Wanna Be Me, bisa dibaca di akun wp @azzurayna