#10. Aku Bahagia

51 14 3
                                    

Lestari berdiri bersamaan Snow beranjak dari tempat duduk. Binar mata bahagia senantiasa mengamati pergerakan anak gadis remaja di depan sana, rasa haru benar-benar membuncah pada dasar hatinya. Betapa beruntung putrinya, Yaya, bisa mendapatkan teman sebaik Snow.

"Non, sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak atas bantuannya. Tanpa bantuan Nona Snow kali ini, mungkin kami tidak akan bisa makan apa-apa lusa nanti."

Snow tampak santai saat disanjung karena dia bukan tipikal orang gila sanjungan. "Sama-sama, Bu. Kalau begitu saya pamit dulu sama Abang dan Sally. Semoga anak-anak di sini bisa hidup dengan baik dan bersekolah dengan lancar, jika anak-anak di sini ingin masuk ke SMA, tolong suruh Yaya hubungi saya saja. Paman saya pemilik dari SMA 1 Cakrawala, saya bisa bantu anak-anak ini untuk dapat beasiswa supaya bisa menimba ilmu dan menjadi orang sukses."

Sekali lagi Lestari sangat berterima kasih. Dia sedikit malu karena tidak ada makanan selain toples berisi kue kering tak seberapa, semua persediaan camilan sudah habis sedari lama. Snow begitu baik tetapi dia belum bisa memberikan makanan untuk tamu baiknya.

Vino dan Sallyana datang dari luar rumah. Mereka berdua asik bermain dengan Aci yang tiba-tiba saja bangun, untung tidak menangis.

"Ibu, ini Aci mungkin lapar habis bangun tidur." Pemuda bermanik mata abu itu menyerahkan Aci ke gendongan Lestari, namun seolah enggan, Aci menarik surai panjang Sally sedangkan tangan lain menggenggam erat jaket kulit Vino.

Lestari tertawa, "Aci kayaknya suka banget, ya, sama kakak-kakak baru?" Tanyanya lembut. Lantas Aci seakan paham dengan kalimat Lestari, langsung mengerucutkan bibirnya bersiap menangis.

Snow sejurus kemudian melirik Vino lalu ke Sally secara bergantian. Dua orang ini memang cocok dan terlihat serasi. Fitur paras menawan Vino terbilang sedikit dewasa dari usia sebenarnya karena tercampur darah Eropa, sedangkan Sally dengan fitur wajah cantik awet muda dan menggemaskan khas perempuan negeri ginseng.

Snow bagaikan melihat sepasang kekasih romansa yang sedang ramai dikalangan anak muda saat ini, yaitu pasangan anak gadis remaja dengan pria yang usianya rentang tujuh hingga sepuluh tahun.

"Adopsi aja Aci jadi anak kalian, gimana? Mami Cecil pasti juga seneng dapet cucu." Celetuk Snow sembarangan.

Vino dan Sally sontak melirik ke Snow berbarengan. Padangan mereka horor dan seakan ingin memukul kepala Snow untuk mengembalikan kewarasan otak perempuan berdarah campuran China itu.

Berbeda dari Lestari yang terlihat canggung, sesekali melihat dua anak muda di ambang pintu yang nyatanya tampak serasi dan manis. Tapi usia keduanya terbilang muda, bagaimana bisa tahu cara merawat bayi dengan benar?

"Itu mulut lo kalau mau ngomong emang perlu di kasih corong filter dulu biar bener." Ketus Vino kesal.

Sally melepaskan genggaman kuat jemari kecil Aci dari helaian rambut coklat panjangnya. Lalu menyahut, "Gak bisa, kan Sally sama Kak Vino bukan suami-istri. Mana boleh punya anak, nanti jadi gibahan tetangga dong."

Snow ingin kembali menjawab sebelum Vino mengerahkan tatapan paling menyeramkan, meminta supaya Snow bungkam saja dari pada berbicara tetapi menjadi kompor bara api.

"Sudah-sudah, Den, Non, saya jadi canggung ini, hehe."

"Maaf, Bu. Adik sepupu saya ini memang mulutnya kurang pukulan tongkat tata krama." Balasan Vino memicu tendangan Snow pada tulang kering pemuda tersebut.

Lestari tertawa kecil, "Tidak apa, kalian mau pulang dulu? Kalau masih ingin di sini, saya mau belanja ke warung terdekat. Saya masakin makan siang untuk kalian, bagaimana?"

"Mau!" Seru Sallyana paling awal.

Vino dan Snow mengikuti saja dari belakang. Keduanya sedikit khawatir dengan luka bakar dilengan kiri Sallyana.

SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang