"Akhirnya kamu pulang juga," sapa Juwi dari pintu masuk. Perempuan itu lantas keluar rumah setelah mendengar suara deru mobil datang dari arah depan. Di kedua tangannya ada Aksa yang sedang bergerak sembari menggerakan mata ke sembarangan arah.
Sallyana menyembunyikan kedua tangannya yang terkepal dengan erat. Hatinya bergumuruh melihat rupa dari pembunuh Mama kandungnya. Dia pikir berpura-pura adalah hal muda, ternyata justru kebalikannya. Saat dia melihat wajah perempuan ini, Sally serasa ingin menerkam dan mencekik lehernya.
Berpikiran bahwa nyawa harus dibalas dengan nyawa.
"Huu~~~aaa!"
Suara manis Aksa terdengar mengalun di detik-detik menegangkan Sallyana berusaha menahan kebencian. Vino datang dari luar gerbang seraya membawa bingkisan berisi mainan, dia sudah tahu masalah yang diderita sang pujaan hati.
Dan iris abu miliknya menangkap jemari Sallyana terkepal erat dan saling terjalin, berupaya meredamkan amarah terhadap tersangka utama penyebab Juwi asli meninggal dunia.
Vino berjalan mendekat, segera memegang tautan jemari Sallyana. Memberikan usapanan ringan, berharap amarah dihati Sally bisa mereda karena untuk saat ini mereka harus mencari bukti yang lebih spesifik dan berbentuk jelas. Jangan sampai Yuwi melihat perubahan gerak-gerik Sally.
Atau Yuwi bisa menaruh kecurigaan dan meningkatkan waspada. Bila hal tersebut terjadi, Sally dan Kim Taehyun bisa kesulitan mencari bukti lain sebab bukti hasil rekaman CCTV hanyalah adegan dimana Yuwi menangis didekat ranjang tempat Juwi berbaring, mengemis ingin satu ginjalnya dan suaminya, serta berjanji akan menjaga Kim Taehyun sekaligus Sallyana atas nama Juwi.
Namun segalanya tidak lebih dari sekedar akal-akalan licik Yuwi.
Kasus tidak akan bisa dimenangkan hanya dengan bukti seperti itu. Sekarang Kim Taehyun dan Bram juga bekerja keras mencari sisa tenaga kesehatan yang bersangkutan untuk dijadikan saksi mata agar persentase keberhasilan kasus kelak bisa terjamin seratus persen.
"Maaf, Ma. Semalem waktu main, Sally ngantuk terus capek, Mama Cecil nyuruh Sally nginep dirumah beliau." Ujar anak gadis tersebut usai berhasil mengontrol dan menetralisir api kemarahan.
Yuwi menjitak kening Sallyana tanpa ada tenaga. "Kebiasaan emang kamu ini. Lain kali kalau ngerasa capek mending langsung pulang. Vino, Mama minta tolong ya, jangan biarin Sally pergi main ke rumah kamu pas dia lagi capek. Nanti malah ngerepotin."
"Santai aja Ma, rumah Vino juga sering sepi walau banyak penghuninya. Baru rame pas Sally main ke rumah, Mama tahu sendiri lah, dia 'kan mirip monyet. Gak bisa diem, banyak omong lagi, jadinya dirumah rame banget berkat Sally."
Diejek sedemikian rupa, mana mungkin Sally tidak marah. Dia sengaja menginjak sebelah kaki Vino hingga membuat pemuda tersebut mengerang kesakitan. Injakan Sallyana sering kali terasa lebih menyakitkan dari pada saat kakinya dijatuhi batu dengan sengaja.
Yuwi tertawa melihat kelakukan lucu dua anak muda dihadapan. "Udah, udah, kalian berdua ini berantem mulu kerjaannya pas disatuin. Tapi kalau dipisah pada kangen."
"Mana ada!"
"Jelas!"
Balasan serentak tapi berbeda jawaban malah membuat Yuwi geleng kepala. "Gak kelar-kelar ini, berantemnya udah dong. Sallyana masuk ke kamar terus ganti pakaian, Vino mau mampir dulu?"
"Iya, Ma. Vino mau mampir dulu, kangen sama Aksa. Ini juga Vino bawain banyak mainan buat nemenin Aksa pas lagi gabut."
"Ada-ada aja kamu ini, anak bayi mana mungkin gabut," respon Yuwi. Dia membawa dua anak muda dibelakangnya masuk ke dalam, tidak sadar bila keduanya saling bertukar pandang seakan bertukar kode. Yuwi meletakan Aksa ke ayunan kayu, "Mama minta tolong Vino jagain Aksa dulu, oke? Mama mau belanja, stok daging sama bumbu dapur tinggal sedikit, abis buat makan-makan besar bareng keluarga Ardi sama tetangga deket."
"Vino undang juga dong, Ma! Masak cuman Vino yang belum diajak makan-makan Mama."
"Makanya ini Mama mau belanja dulu, kamu pulangnya nanti malem aja. Biar Mama masakin banyak makanan enak. Mama ambil uang dulu. Diawasi beneran si Aksa, jangan sampai anak Mama nangis kejer."
"Siap, Ma!"
Vino menaruh bingkisan berisi mainan teruntuk Aksa. Jemari panjangnya bermain dengan pipi gembul Aksa. Bayi laki-laki ini mirip dengan Sallyana, mungkin karena lahir dari Ayah yang sama dan dikandung oleh Ibu dengan rupa yang sama pula. Sehingga Aksa benar-benar terlihat mirip jika dibandingkan dengan Sally.
Namun kenyataan Sela putri kandung Yuwi belum bisa Vino terima. Dari segi mana keduanya terlihat mirip? Tidak ada deh menurutnya. Mungkin fisik Sela sangat mirip dengan Ayahnya yang antah berantah, sehingga ketika Vino melihat Sally dan Sela berdiri saling berdekatan, dia tidak menemukan kemiripan diantara keduanya. Pun, tidak menduga bahwa keduanya sepasang sepupu.
Yuwi pergi berbelanja setelah mengambil uang dan berganti baju. Harus Vino akui jika Yuwi merupakan perempuan kuat. Habis melahirkan langsung melakukan aktivitas seperti biasa secara mandiri. Bila perempuan lain, mereka akan kesulitan untuk berjalan apalagi bergerak akibat rasa nyeri dari tempat lahirnya bayi.
Tetapi Yuwi bisa berjalan lancar dan pergi belanja sendiri menaiki mobil pribadi.
"Sally! Mama udah pergi!"
Pemilik nama mengeluarkan kepala dari balik celah pintu, melihat ke bawah dimana Vino sedang duduk bermain bersama Aksa, "Seriusan udah pergi jauh 'kan, kak?"
"Udah, cepet masuk ke kamar Mama dan cari barang bukti!"
"Kakak juga ikut, kakak dorong ayunannya terus tinggal. Nanti Aksa bisa tidur sendiri, dia gampang tidur!"
Vino menurut, mendorong ayunan cukup kencang. Aksa memekik bahagia dengan sudut bibirnya tertarik ke atas. Vino sering dibuat kagum oleh senyuman Aksa, anak bayi ini masih kecil tapi sudah bisa mengeluarkan smirk begitu manis yang dimasa depan pasti bisa menjatuhkan ratusan perempuan lewat senyuman manisnya dan paras tampannya.
Pemuda blasteran itu berlari menaiki anak tangga menuju ke lantai dua, mengikuti Sallyana dari belakang. Bersama-sama memasuki kamar pribadi Yuwi.
Sallyana berjalan ke lemari, ingin membuka benda tersebut, tapi gagal karena dikunci. "Kak Vino, ini dikunci! Ayo cari kuncinya dulu!"
Vino mengangguk. Bergerak ke segala penjuru sudut ruangan dengan kedua tangan sibuk mengobrak-abik semua hal yang dia lihat. Usaha tidak mengkhianati hasil, dia menemukan kunci gantung yang jumlah kuncinya setidaknya ada sepuluh. "Ini aku dapet kuncinya, kamu coba satu-persatu, biar aku cari bukti ditempat lain."
"Oke!"
Sallyana gagal lima kali, dia sedikit gugup, takut kalau semua kunci ini tidak cocok dengan lubang kunci dilemari dan mereka harus kembali dengan tangan kosong tanpa ada hasil apapaun.
Suara klik berhasil mengantarkan kebahagiaan membuncah dalam hati perempuan bersurai coklat tua panjang di depan lemari. Sally bersyukur kepada Tuhan yang turut membantu dirinya menghukum orang jahat. Sallyana bermonolog memakai nada suara tegas dan dalam, "Mama, putrimu akan memberikan keadilan atas kematianmu! Sallyana berjanji!"
Dia belum pernah berbakti kepada Ibu kandungnya dan menjadi anak durhaka yang tidak pernah medoakan ketenangan jiwa Ibunya sendiri selama lima belas tahun. Anggap saja perjuangan Sallyana saat ini adalah demi berbakti kepada mendiang Juwi yang sudah pergi lebih dulu. Sallyana berharap, Mamanya akan bangga melihat dia melakukan ini semua.
***
kirimkan kata-kata mutiara untuk Yuwi dan Sela .....Instagram ; zura_tzu

KAMU SEDANG MEMBACA
SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]
FanfictionWajib baca buku musim pertama. Judul : Wanna Be Me, bisa dibaca di akun wp @azzurayna