#23. Kamu Milik Gadis Lain

52 16 2
                                    

Malam hari begitu semarak dengan kehadiran Ardi, Alisya, beserta Veen. Para perempuan sibuk memasak, berkutat bersama didapur sedangkan Ardi dan Veen bertugas menjaga Aksa yang anehnya tidak menangis sama sekali, rewel saja tidak, justru terus tersenyum tanpa henti.

"Ayah, dia kenapa senyum terus?" Iris hitam Veen melihat kembali wajah kecil Aksa yang terlihat tampan dengan kulit putih berona kemerahan. Setahunya anak bayi sering tidur, menangis, lalu rewel.

Lah, ini? Aksa terus saja membuka mata, tersenyum sendiri, bahkan sesekali memasang ekspresi lucu yang seharusnya tidak berada pada wajah seorang bayi.

"Mana Papa tahu, dulu waktu kamu masih bayi aja sedikit-sedikit oek, sedikit-sedikit oek, apa-apa oek, kalau enggak oek paling pret-pret sering kentut sekalian sama ampasnya." Ardi mengusap dagu sembari memasang mimik wajah seperti orang yang sedang menerawang jauh ke kenangan masa lalu. "Kamu ngeselin sih waktu masih jadi bayi gedongan. Baru pas masuk umur dua tahunan kamu mulai kalem."

"Ya enggak perlu dijelasin, Yah," sewot Veen karena merasa malu setengah mati. Untung Sallyana sedang membantu aktifitas memasak di dalam dapur. Coba kalau Sallyana ada di sini, harga dirinya mungkin sudah lama hancur hingga tidak bersisa.

Respon Ardi adalah tertawa kemudian menepuk bahu putranya beberapa kali, "Tapi sekarang, kamu pinter bikin Ayah sama Bunda bangga. Sebenernya Ayah mau ngomong sesuatu ke kamu, tapi belum kesampaian."

Veen berhenti mengelus pipi lembut Aksa, mendongak ke arah sangat Ayah dengan tatapan bingung, "Ngomong apa? Tumben."

"Kakek minta kamu main ke rumah."

Bibir Veen berubah kelu. Kakek yang dimaksud oleh Ardi pastilah Kakek dari pihak Ayah karena Alisya merupakan anak yatim-piatu. Kakek ingin bertemu Veen? Tapi mengapa? Mereka saja tidak pernah berhubungan, hubungan Kakek-Cucu pun tak pernah Veen rasakan.

"Mau ngapain?"

"Akhir bulan kemarin Kakek kamu datang ke tempat kerja Ayah, awalnya Ayah kaget karena Kakek kamu sudah berkeputusan untuk memutuskan hubungan Ayah-Anak diantara kami berdua. Jadi agak mustahil, dia mencari Ayah. Setelah kami berbincang sebentar, Bapak pengen tahu siapa cucunya dan bagaimana cucunya. Ayah harap kamu tidak menolak, mau bagaimana pun juga, dia tetap Kakek sedarah kamu."

"Bukannya karena Kakek, hidup Ayah dan Bunda sangat sulit setelah menikah tanpa restu orang tua?" Suara Veen terdengar acuh tak acuh dan sedikit apatis. Untuk apa dia perlu bersimpati kepada pria paruh baya yang telah membuat kedua orang tuanya menderita di masa lalu.

"Ayah nggak akan maksa lebih lauh jika kamu memang menolak. Lagian Bunda kamu masih ada sedikit dendam kecil sama Bapak. Tapi mengingat tempramen Bapak, dia mungkin akan cari kamu sendiri karena dia tipikal orang keras kepala dan berkemauan kuat. Sifat kamu mungkin nurun dari Bapak."

Veen hanya diam tanpa ada niatan merespon lagi, melihat hal ini, Ardi pun tak lagi melanjutkan bahasan tentang topik sensitif tersebut. Selang setengah jam, semua bahan makanan sudah selesai dimasak. Malam ini akan diadakan makan malam bersama untuk merayakan satu mingguan lahirnya Aksa ke dunia.

Juwi ingin mengundang Sela bergabung makan malam setelah mendapatkan persetujuan dari Sallyana, namun sayang sekali Sela sedang sibuk mengajar les untuk anak-anak SD dan SMP setiap malam, demi mencari biaya tambahan.

Sally melirik Veen yang menggendong Aksa. Terlihat lumayan aneh ketika Veen tidak menyusul Sela yang mungkin kerepotan mengurus banyak anak kecil dan anak remaja di tempat les. Ia menaruh mangkuk kaca besar berisi es buah, baru kemudian menyusul Veen ke sofa diruang tamu.

"Veen, kamu enggak ke tempat les Kak Sela? Dia mungkin butuh bantuan kamu," ujarnya seraya menarik tangan kiri Aksa yang dibungkus sarung tangan untuk dia cium.

SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang