#3. Kepercayaan

67 16 0
                                    

Pagi dini hari, Sallyana berangkat sekolah diantar oleh Ardi. Pria paruh baya tersebut berhenti begitu saja di depan gerbang rumah sang tetangga ketika melihat anak gadis berdiri seorang diri menunggu datangnya taksi online.

Alhasil, disinilah Sallyana berada. Duduk berdua dijok belakang bersama Veen yang sedari awal sudah sibuk bersama bukunya sendiri. Hari ini merupakan hari terakhir ujian kenaikan kelas berlangsung.

Setelahnya, tersisa hari bebas yang biasanya akan di isi kegiatan-kegiatan seru anak didik.

Baru kemudian liburan panjang selama setengah bulan.

"Sally gimana sekolahnya? Gak canggung kan sama teman lama?" Ardi bertanya ramah dari jok pengemudi. Fokus matanya terpaku pada jalanan raya yang sedang ditempuh.

"Semua baik-baik aja, Yah. Ayah sendiri gimana? Sehat, kan? Maaf, ya, Sally belum bisa main ke rumah ketemu Ayah sama Bunda."

Ardi tertawa bahagia, melihat sendiri pertumbuhan Sally dari umur belia hingga beranjak menjadi seorang perempuan remaja—kasih sayangnya sungguh luas dan tulus pada Sally. Namun sayang sekali Veen berbalik mencintai perempuan lain.

Padahal dalam hati, Ardi berharap Sallyana menjadi menantunya kelak. Dia pun ingin lebih dekat dengan anak itu lalu mencurahkan kasih sayang seorang Ayah yang sangat dibutuhkan selama perkembangan proses pertumbuhan sosok anak perempuan.

"Kalau begitu lain kali wajib main ke rumah. Mainnya pas malem aja, jadi Ayah udah pulang kerja. Kita bisa kumpul bareng lagi kayak dulu."

"Em, nanti Sally bilang ke Mama. Selesai ujian, Sally pasti main ke rumah Ayah."

Sepanjang perjalanan, suasana terasa hidup ketika Ardi terus mengajak Sally berbicara, sedangkan Veen selalu setia tutup mulut dan sibuk membaca materi di buku catatan.

Jelas sekali Ardi bertindak melenceng dari sifat asli, Ardi itu tipikal pria dingin dan hemat bicara, tegas serta disiplin. Veen saja jarang bisa bercanda dan berbicara leluasa dengan Ardi, tetapi Ayahnya bisa begitu leluasa pada Sallyana.

Bandingannya ketika berhadapan dengan Sela berbeda jauh sekali. Jemari Veen diam-diam meremat buku catatan pada genggaman telapak tangan. Memang apa bedanya Sela dan Sally?

Sela juga perempuan baik-baik, mandiri, rendah hati, dan ramah, belum lagi sangat cerdas, pun dibekali perilaku dewasa dan paham situasi ketika ingin bertindak. Tapi Ardi dan Alisya seolah masih enggan menerima Sela sebagai pengganti sosok anak perempuan asli mereka.

Seakan posisi Sallyana telah menetap secara permanen dan tiada lagi sisi kosong dengan posisi anak perempuan untuk di isi.

Mobil berhenti. Veen buru-buru keluar, andaikan motornya tidak rusak mendadak pagi ini, dia mana mau diantar oleh Ardi ke sekolah. Dia malu karena rasanya kurang pantas seorang anak laki-laki dewasa masih diantar oleh Ayahnya waktu pergi ke sekolah.

Berbeda dari Sallyana yang sangat bahagia. Momen ini, dia sudah lama tidak merasakan bagaimana rasanya diantar ke sekolah oleh sosok Ayah. Mengingat usia Ardi dan Kim Taehyon tidaklah jauh, Sallyana benar-benar merasakan ikatan kuat terhadap Ardi.

"Ayah, Sally berangkat dulu. Ayah hati-hati dijalan, semangat kerjanya!" Ujar anak gadis itu sembari mencium punggung tangan Ardi hormat.

Ardi tak kuasa menahan tangan kirinya untuk membelai puncak kepala Sally. Helaan nafas panjang keluar dari bibirnya, tatapan mata hitam tajam seperti milik Veen tampak terkulai ke bawah, "Kamu juga, yang rajin sekolahnya. Ayah denger dari Juwi, kamu lagi ikut ujian buat loncat kelas. Kalau kamu lulus dan bisa satu angkatan bareng Veen, nanti Ayah kasih hadiah spesial."

SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang