#7. Kesempatan Memperbaiki

64 15 1
                                    

Iris hitam Veen tertuju ke lengan kiri Sallyana. Luka itu buruk sekali, air di gelas kaca tadi pasti benar-benar sangat panas. Ia menutup mata, kemudian membukanya kembali. Berjalan masuk lebih jauh setelah menutup pintu.

Pemuda itu tiba-tiba berkata dengan tulus namun masih mempertahankan suara beratnya yang dingin dan acuh tak acuh, "Gue minta maaf."

Sallyana tersenyum semakin lebar, "Gak papa. Lagian cuma luka kecil, nanti pasti sembuh abis di kasih obat. Veen mau duduk? Cerita bareng lagi seperti dulu, ya? Sallyana lagi pengen banget cerita ke Veen."

"Jangan salah paham, gue dateng ke sini untuk minta maaf, tidak lebih tidak kurang. Thanks udah maafin, gue mau balik duluan. Sela harus pulang ke panti asuhan, beruntung luka Sela bukan luka besar. Jadi gue bakal lepasin lo kali ini." Lantaran suasana mendadak terasa aneh, Veen buru-buru balik badan. Berjalan pergi dan menjauh.

Sallyana tak mampu berbuat lebih selain melihat punggung tegap yang amat dia rindukan perlahan bergerak semakin jauh. Terlalu jauh sampai rasanya dia kesulitan untuk menggapainya kemudian memeluknya. "Veen, salah Sally apa? Kenapa kamu benci banget ke Sally? Bukankah harusnya Sally yang benci kamu karena sudah menodai kepercayaan Sally waktu itu?"

Langkah kaki Veen terhenti tepat di depan pintu keluar yang belum sempat dibuka. "Lo mau ngomong kalau gue salah dan harusnya gue sujud ke lo buat minta maaf karena udah jalin hubungan sama Sela waktu kita masih jadi tunangan?"

"Enggak. Sally enggak mau Veen sujud dan merendahkan diri ke siapapun, entah itu orang lain atau Sally. Karena Sally selalu berharap kelak, Veen menjadi orang yang dihormati banyak orang. Sally tanya begitu karena Sally merasa bingung. Dimana letak perilaku Sally yang salah sampai buat kamu semarah ini?"

"Asal lo tahu, karena lo Sela selalu sedih waktu orang tua gue selalu bahas orang lain ketika Sela ada di depan mereka. Lo tahu seberapa kecewa dan sedih Sela? Harusnya lo sadar dimana posisi lo sekarang di keluarga gue."

"Ternyata begitu. Veen marah ke Sally karena itu? Masih ada lagi, enggak?"

"Ada, banyak. Lo nggak perlu tahu semuanya, lo cukup tahu diri dalam menempatkan posisi."

Sallyana dengan perih menarik nafas untuk mengusir rasa sesak dalam hati. Suaranya masih saja bergetar walau dia sudah berusaha untuk tegar, "Makasih Veen, udah mau jenguk Sally. Di lain hari, Sally akan berusaha bersikap lebih baik supaya Veen nggak makin marah lagi ke Sally. Kalau Sally berhasil, janji ya mau baikan lagi sama Sally?"

Kepala Veen menoleh ke belakang, dia langsung mendapati Sally menatap dirinya dengan tatapan mata karamel jernih berkaca-kaca. Dari beningnya manik mata tersebut, dia seolah bisa melihat bayangan bintik kecil berjumlah cukup banyak. Bagaikan bintang yang bersinar terang di langit malam.

Mata karamel itu sering menatapnya dengan tatapan cinta dan kasih sayang di masa lalu. Menatapnya dengan tatapan melebar ketika bahagia, menatapnya dengan tatapan sayu ketika sedih, dan menatapnya dengan tatapan mendelik ketika sedang kesal.

"Ya, gue janji. Asalkan lo bisa buat Ayah dan Bunda nerima Sela, gue bakal nurutin permintaan lo. Kita bisa akur kembali."

Terbelalak senang, Sallyana tersenyum hingga kedua mata indahnya menyempit indah menyerupai bulan sabit. Tanpa sadar tetesan air mata mengalir melintasi kulit putihnya, "Makasih .... makasih Veen .... Sallyana janji untuk bujuk Ayah dan Bunda supaya sayang sama Kak Sela."

Kening Veen berkerut gelisah tatkala melihat air mata turun membasahi bantal rumah sakit yang saat ini digunakan oleh Sallyana. Dia tidak lagi merespon dan langsung keluar dari ruangan.

Pasca perginya Veen dari ruangan, suasana bahagia belum mereda sedikit pun. Sallyana terus mengembangkan senyuman tulusnya, "Raja bisa kembali kepada Ratunya ...." lirih anak gadis itu kelewatan girang.

SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang