"Semalam tidur dimana lo?" Sebuah pertanyaan menyerobot tanpa diundang dari belakang. Dua anak muda yang sedang asik berbincang seketika menoleh ke belakang karena merasa pertanyaan itu ditujukan bagi salah satu dari mereka berdua.
Sallyana menaikan sebelah alis tipisnya, "Ternyata Veen, kamu tanya ke aku?"
"Iya, emang mau ke siapa? Dia?" Dengan tak santai jemari telunjuk Veem menuding ke arah hidung Vino.
Dituding seolah dia adalah penjahat, tentu memicu amarah Vino yang mudah berapi-api. "Tunjuk-tunjuk sembarangan! Lo kira gue patung jalanan! Minggir, gue sama Sally mau masuk ke kelas."
"Aduh, udah-udah. Jangan berantem," lerai perempuan berambut coklat tua tersebut, lantas menoleh kembali ke Veen dan berkata lembut, "Semalem Sallyana tidur dirumah Kak Vino bareng Snow. Kenapa Veen tanya? Ada sesuatu yang mau diomongin ke Sally?" Sorot binar sepasang mata karamel itu langsung bercahaya.
"Enggak, cuma tanya. Yaudah minggir, gue mau lewat," datang sesuka hati dan pergi tanpa sopan santun, tindak-tanduk sombong Veen benar-benar membuat Vino geleng kepala sepuluh kali demi mengusir amarah dalam otak.
"Kakak berangkat ke kelas sendiri, ya?"
"Aku anter—"
"Gak perlu, Sally mau bareng Veen aja!" Perempuan itu segera berlari kencang membuntuti Veen dari belakang seakan ekor panjang yang tidak akan lepas dari pantat tuannya.
Tahu bahwa dia sudah kalah dipagi-pagi buta, Vino menghela nafas panjang. "Perasaan muka gue lebih ganteng, moral juga masih baikan gue, terus kenapa Sally masih demen aja buntutin Veen?"
"Pagi, Bos!"
"Eyo wassap ma bro!"
Abram dan Faisal datang dari belakang, langsung merangkul dan menepuk pundak kawan baik mereka—ralat, lebih bagus disebut uang berjalan mereka.
"Ngape lu? Masih pagi udah asem bener macam bau ketek si Fais," Abram menyikut pinggang Vino main-main.
Faisal yang diam tetapi masih kena juga--seketika langsung membalas hujatan dari Abram dengan ledekan, "Nak opet, lebih baik kamu diam, mulutmu bau jigong."
"Seriusan?" Tampang polos Abram membuat Faisal dan Vino sama-sama mengeluarkan ekspresi penuh keluhan. Bagaimana bisa mereka dulu berteman dengan orang dungu seperti Abram?
Tak ingin terlalu lama terjepit oleh dua anak utan liar, Vino pun melenggang pergi lebih dulu sembari berpikir tentang cara apa yang harus dia gunakan supaya bisa meninggalkan kesan romantis yang tidak akan pernah dilupakan oleh Sallyana selama hidup perempuan itu.
Di lain tempat, Sallyana dan Veen sampai di depan kelas mereka. Hari ini Sela tidak masuk karena demam tinggi, oleh sebab itu ketika berangkat ke sekolah, Veen terlihat seorang diri. Biasanya sepasang kekasih itu senantiasa datang bersama ke sekolah, begitu pula saat pulang. Membuat Sallyana iri saja.
Ketika hendak masuk, seorang pemuda juga ingin keluar dari kelas. Sallyana sontak mengangkat wajah ke atas, tatapan mata karamel miliknya bertemu dengan tatapan hitam setenang air danau milik pihak lain.
Perasaan familier ini, Sally yakin dia belum pernah melihat wajah itu dikelas kemarin. Jadi seharusnya pemuda tersebut adalah pemuda bernama Jeno, kan? Siswa yang tidak masuk karena sakit.
"Apa kita pernah bertemu?" Sallyana bertanya langsung tanpa basa-basi.
Jeno juga terkejut. Anak gadis dihadapannya ini adalah siswi yang duduk sendirian dihalte bus saat hujan lebat dengan turun. Waktu itu Jeno merupakan anak baru pindahan sehingga tidak tahu nama dari Sallyana dan hanya memberikan jaket tanpa ada percakapan, setelahnya Jeno lantas pergi untuk pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]
FanficWajib baca buku musim pertama. Judul : Wanna Be Me, bisa dibaca di akun wp @azzurayna