#25. Sebuah Kebenaran

67 14 2
                                    

Visualisasi tergantung imajinasi kalian saja ya sekarang♥️

---

Sallyana berhenti tepat di halaman milik perusahaan naungan Bram Alderion. Kepalanya mendongak, menatap ujung gendung pencakar langit tersebut dengan tatapan teguh lalu goyah, begitu terus hingga rasanya tidak akan pernah selesai.

Hari selasa murid-murid boleh pulang lebih awal sehingga Sallyana mendapatkan kesempatan untuk mampir setelah memendam segala perasaan gundah dihati. Kalimat sang Papa terakhir kali lah yang menjadi alasan utama mengapa Sallyana datang kemari.

Bahkan, dia datang kemari tanpa memberitahu Vino atau Snow. Kemarin sore dia secara rahasia menelepon Cecil kemudian meminta alamat perusahaan Bram Alderion.

"Nona, ada yang dapat saya bantu untuk anda?" Perempuan penjaga meja resepsionis menyapa dengan ramah meskipun Sallyana masih mengenakan seragam sekolah. Agak asing sebab kawasan ini merupakan kawasan orang dewasa bekerja.

Tetapi karena jas sekolah Sallyana mirip dengan putra pemilik dari Perusahaan ini, sang resepsionis berpikir bahwa anak perempuan didepannya adalah teman dekat Vino.

"Maaf, saya Sallyana Ratu Mentari ingin bertemu dengan Om Bram. Tolong telefon beliau dan sebut saja nama saya, beliau sudah akan tahu."

"Ah, baiklah. Tunggu sebentar, saya akan menelfon pihak sekretaris beliau. Tolong isi nama dan keperluan ke dalam buku ini."

Sallyana duduk ke sofa tunggal yang sudah disediakan oleh perusahaan untuk tamu sesudah mengisi absensi tamu. Ia menunggu sekiranya sepuluh menit, setelah itu muncul perempuan muda dengan paras cantik namun tenang—datang menghampirinya dengan senyuman lembut.

"Nona Sallyana?"

"Ya, saya," jawab Sallyana sembari bangkit dari sofa.

"Mari ikut saya, Direktur sudah menunggu anda diruangan."

"Terima kasih banyak."

"Tidak perlu sungkan."

Lantai tempat ruang kerja Bram berada pada lantai sebelas dari lima belas lantai. Lift lumayan sepi jadi Sallyana bisa cepat sampai di ruangan teman baik sahabat Papanya tersebut.

Mariam membuka pintu, mempersilahkan sopan, "Silahkan, Nona. Direktur menunggu ada di dalam."

"Sekali lagi terima kasih, semoga hari kakak menyenangkan."

"Kembali kasih, Nona."

Pintu ditutup dari luar ketika suara beduman ringan terdengar cukup keras dalam ruangan sepi. Perempuan dengan surai panjang coklat tua itu terlihat berdiri gugup, melihat Bram yang sepertinya sibuk melihat sebuah dokumen dan tangan kanannya sibuk menandatangani lembar demi lembar surat.

"Kamu masih canggung sama Om?" Bram bertanya penuh geli, melepaskan kacamata minus lalu meletakkan bolpoin sekaligus menggeser dokumen setebal dinding ke sisi lain. "Duduk sini, Om sempet kaget waktu denger Mariam bilang kamu dateng. Dapat alamat dari siapa? Kalau dari Vino atau Snow, kamu nggak mungkin datang sendirian."

Sebelum menjawab Sallyana berjalan lebih dulu ke depan, duduk ke kursi dan berhadapan langsung dengan Bram. "Sally minta alamat perusahaan Om ke Mama Cecil."

"Pasti ada sesuatu yang penting karena kamu bela-belain datang ke sini sendirian. Sekarang kamu boleh tanya apapaun ke Om."

"Gimana kabar Papa?"

Mata biru Bram berubah penuh kasih sayang selayaknya seorang Papa kepada putri kecilnya. Sayang sekali dia tidak punya seorang putri karena rahim Cecil mengalami masalah hingga tidak lagi subur. Seberapa menyenangkan ketika dia bisa punya anak semanis Sallyana.

SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang