Ketika matahari naik ke atas langit menyinari seluruh muka bumi dengan sinar yang lebih panas dari biasanya, pemuda di ayunan taman bermain itu belum ada niatan untuk sekedar beranjak sejenak mencari tempat berteduh dari gersangnya paparan cahaya matahari.
Taman ini merupakan taman tempat Veen dan Sallyana sering bermain saat masih kecil, bersama Galen serta Juan. Mereka berempat kerap kali menghabiskan waktu bersama dari siang hingga sore di sini. Tertawa bersama dengan gembira.
Sekarang Galen dan Juan sudah pindah ke perumahan lain yang lokasinya tidak terlalu jauh dari sekolahan. Hanya Sallyana dan dirinya yang tersisa di sini.
Termenung, menunduk, dan bungkam adalah kegiatan yang telah dilakukan oleh Veen selama berada ditaman. Mengingat anak-anak di perumahan ini belum ada yang berumur dua tahunan sampai lima tahun, taman begitu sepi karena tidak ada anak-anak berkunjung.
Veen ingin memastikan hatinya sendiri. Siapa pemilik hatinya? Siapa perempuan yang benar-benar dia cintai? Siapa perempuan yang ingin dia jadikan pendamping hidupnya kelak? Lalu siapakah perempuan yang teramat ingin dia pertahankan semaksimal mungkin?
Mungkinkah itu Sallyana ataukah Sela?
Veen dilanda stres dan rasa gundah-gulana. Rencana awal, pemuda tersebut ingin berkunjung ke rumah Sally dan berbicara empat mata tentang pembahasan sensitif semalam. Namun Alisya bilang Juwi dan Sally ternyata sedang pergi ke Solo sejak subuh dan baru kembali kemari minggu sore.
Ponsel Veen berdering di saku celana, dia merogoh kantong kemudian menarik keluar benda pipih berwarna hitam. "Nomor tanpa nama?" Pemuda itu berpikir sebentar dan membiarkan ponsel terus berbunyi.
Semalam Ardi memberitahu bahwa Kakek ingin bertemu dengannya dan Ardi juga bilang jikalau Kakek punya tempramen keras kepala dan pantang menyerah, kemungkinan besar Ardi telah memberitahu bahwa dia menolak bertemu, sehingga Kakek menghubunginya secara langsung.
Veen menggeser ikon merah, sambungan telefon dia tolak. Pemuda itu bangkit dari ayunan, berdiri lesu kemudian berjalan pergi meninggalkan taman. Pada langkah ketiga, kedua kaki Veen terhenti dengan sendirinya. Manik mata hitamnya melihat bayangan dua anak kecil di dekat mainan jungkat-jungkit.
"Hihi! Naik lagi! Naik lagi!"
"Sally, kamu harus pegangan nanti jatuh."
"Kalau Sally jatuh, Veen harus tangkap!"
Kilasan balik memori masih berlanjut. Veen tiba-tiba mengulurkan tangan ke depan seakan ingin meraih sosok anak perempuan mungil yang hampir jatuh dari jungkat-jungkit karena tidak berpegangan, "Awas!" Serunya bagaikan orang gila. Padahal, tidak ada siapapun di jungkat-jungkit.
Veen menggelengkan kepala, mengusir bayangan masa lalu yang sering menghantuinya sejak semalam. Dia bahkan bermimpi tentang banyak kenangan indah bersama Sallyana semasa mereka masih kecil. Kalimat Sallyana semalam benar-benar berhasil memporak-porandakan kondisi hatinya.
Tetapi mengapa? Bagaimana bisa hatinya menjadi tidak stabil seperti ini? Bunda pernah bilang bahwa dia harus memilih satu perempuan, dia saat itu menjawab dengan tegas jika perempuan yang dia cintai adalah Sela, dan hanya Sela.
Peristiwa tersebut sama seperti ketika dia ditanya oleh Ardi apakah dia mau bertunangan dengan Sallyana dan menjadi penuntun hidup bagi gadis tersebut, Veen langsung menjawab setuju dengan sungguh-sungguh. Tak pernah sekali pun berpikir apabila di kemudian hari, dia melanggar janjinya sendiri dan mengkhianati hubungan murni penuh kasih sayang yang sudah terbangun sejak keduanya sama-sama belia.
Veen tidak tahan lagi, dia mengerang frustasi karena kelabilan hatinya, "Perasaan ini harus dipastikan kembali, secepatnya!" Tekadnya pada diri sendiri. Pemuda itu bergegas pulang ke rumah dan mengambil mobil dari garasi. Melaju pergi meninggalkan rumah untuk menuju panti asuhan tempat Sela tinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]
FanfictionWajib baca buku musim pertama. Judul : Wanna Be Me, bisa dibaca di akun wp @azzurayna