#6. Ambisi Baru Vino

70 15 3
                                    

Maaf ya semisal masih banyak typo, dan bahasa non-formalnya kadang tercampur kosakata bahasa formal. Soalnya ini book lama dan aku gak revisi lagi. Enjoy💜

***

Sallyana dan Sela sama-sama dilarikan ke rumah sakit oleh pihak sekolah sebab fasilitas UKS tidak memadai bila di pinta untuk menangani masalah luka bakar akibat siraman air panas. Vino terus cemas tanpa henti, kedua lengannya berasa kosong setelah sedari tadi selalu memeluk tubuh yang terasa kecil dalam dekapannya

Dokter keluar dari ruangan Sallyana, pria tampan dengan mata sipit khas terlihat menghela nafas panjang kemudian menghampiri sang keponakan. "Vino, anak perempuan di dalam ruangan itu anak gadis yang sering kamu ceritain ke istri Om?"

Pemuda dengan mata abu-abu itu sontak berdiri dari tempat duduk. Detik kemudian angguk kepala dengan mantap. "Kondisi dia gimana Om?"

"Luka di lengan kiri dia lumayan dalam, tolong kasih tahu keluarganya supaya rawat dia baik-baik dan pastiin dia selalu bahagia tanpa ada beban pikiran. Anaknya udah sadar, tapi nolak di ajak ngomong, Om takut mental dia terganggu. Bisa kamu ceritain gimana keluarga dia?"

Vino Alderion terdiam. Keluarga adalah urusan pribadi seseorang dan bersifat privasi. Seharusnya Vino tidak membeberkan urusan pribadi keluarga Sallyana, tetapi ini demi kebaikan adik kecilnya.

Ia menatap Andi—suami dari adik sang Papa—pria baik yang memiliki darah keturunan Indonesia China. Vino lantas mulai berbicara dari awal hingga akhir, menjelaskan segala masalah yang diderita oleh Sallyana di usia begitu belia—usia yang mana seharusnya anak itu habiskan dengan tawa canda bahagia bersama kedua orang tua.

Andi mangut-mangut paham. Dugaannya kali ini mungkin saja benar. "Lebih baik coba bawa dia ke psikiater. Mentalnya saat ini sedang lelah, jaga dia baik-baik. Om lihat setelah kamu sering cerita tentang anak itu ke Ambiya--kamu juga semakin membaik dan jarang berbuat ulah lagi. Kamu suka dia?"

Menatap ke sisi kiri tepat setelah pertanyaan diutarakan. Lidah Vino kelu, tetapi dia tetap memberi jawaban, "Iya, Vino suka sama Sally."

Andi menepuk pundak sang keponakan, tersenyum khas seperti seorang Ayah yang tengah bahagia karena akhirnya putranya mulai jatuh cinta pada seorang perempuan. "Perjuangkan bila kamu serius. Perempuan tidak suka hal yang tidak pasti, tetapi mereka lambat laun akan bergantung dan menumbuhkan rasa pada lelaki yang sering berada di sisinya dalam kondisi apapun. Jadi, selamat berjuang."

"Makasih, Om."

"Sama-sama. Om pergi dulu, mau ngecek ulang pasien satunya yang di ruangan sebelah. Kalian satu sekolahan juga, kan? Logo di jas seragam kalian sama."

"Hm, kita satu sekolahan. Laki-laki yang gendong perempuan di ruangan sebelah adalah tersangka kenapa Sallyana tersiram air panas."

Andi tampak bingung oleh kata-kata Vino, namun tidak bertanya lebih jauh dan lanjut ke ruangan sebelah untuk memeriksa Sela. Kondisi anak manis tersebut baik-baik saja, beruntung tumpahan air tidak terlalu panas, suster yang memeriksa tubuh Sela juga berkata bila ditubuhnya tidak ada luka melepuh yang serius, hanya kemerahan. Beruntung airnya tidak terlalu panas.

Luka melepuh paling serius diderita oleh Sallyana. Anak remaja itu lengan kirinya—Andi menarik nafas panjang jika memikirkan hal tersebut. Entah masalah apa yang terjadi, konflik antara sesama anak muda adalah hal lumrah. Namun tetap saja, anak perempuan secantik Sallyana pasti akan terkejut bila lengan kirinya meninggalkan bekas luka seperti itu.

"Dok, Sela harus rawat inap?" Veen langsung bertanya usai Andi keluar dari ruangan bersama satu suster muda. Pemuda tersebut cemas sedari tadi karena Sela tak berhenti menangis sepanjang perjalanan menuju kemari.

SALLVEEN [WBM 2] - [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang