[ SUDAH TAMAT, TAPI DIMOHON UNTUK TETAP VOTE YA ]
Ini tentang Kai, Kailanza Ryder Shankara. Si mawar hitam. Cantik, namun mencekik. Ia berduri, ia menyakiti. Manusia baik yang badjingan. Kalimatnya manis, semanis racun yang membunuhku tanpa ampun.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Berdiri di tengah keramaian, namun tetap merasa sendirian. Bising yang terasa asing. Penuh tawa, tetapi tidak berhasil membuatku bahagia. Ku edarkan pandangan, mencari keberadaan dua sahabatku yang sudah ke kantin terlebih dahulu.
Pandanganku jatuh pada satu titik yang paling bercahaya. Seketika, api dalam hatiku menyala. Berkobar membakar rahsa.
Mamaku bilang, bermain cinta sama seperti bermain api. Jika tidak hati-hati, aku bisa terluka. Mungkin apa yang Mamaku katakan itu benar. Sebab ketika mata kami tanpa sengaja bertemu walau hanya satu koma sekian detik, aku merasa terbakar. Muncul percikan api di dalam dada, panas dan membara. Aku mungkin takut api, tetapi ketertarikanku padanya jauh lebih besar.
Aku tidak mengerti, mengapa aku tetap bisa menemukannya di antara keramaian? Di antara hiruk-pikuk kebisingan? Dan mengapa hanya dia satu-satunya manusia paling bersinar yang membuatku tidak sanggup untuk mengabaikannya?
"Tadi Kai masuk BK lagi tahu." Sungguh informasi yang sangat tidak membuatku kaget. Aku menarik kursi, duduk di sebrang Ayu dan Stella.
"Sudah biasa." Kata Stella. "Kali ini karena apa?"
"Malak. Dia malak anak laki-laki dari kelas X MIPA-6."
"Dih, kaya kere aja dia." Desisku tak suka.
"Sst, dia kan yatim-piatu, mungkin dompetnya lagi kosong."
"Emang kalo yatim-piatu dibolehin malak, gitu?" Kata Stella yang ada benarnya.
"Ya, gimana. Namanya juga Kai. Dia emang preman."
Aku mendengarkan pembicaraan itu dengan sesekali mengunyah bakso yang baru saja kubeli. Aromanya lezat, kuahnya segar, sangat pas disantap ketika lelah, terutama rasanya yang pedas.
"Tapi dia lagi di sana tuh, enggak dihukum." Aku menunjuk sosok yang kumaksud. Api dalam hatiku menyala lagi.
"Mana?" Ayu celingak-celinguk mencari.
"Itu, masa lo enggak lihat." Kutunjuk sosok yang kumaksud. Dia sedang duduk di pojok kantin bersama keempat temannya yang solid.
"Ya Salam, bisa-bisanya lo liat dia di tempat ramai kaya gini." Kata Stella yang membuatku merona. Gadis berkacamata itu menggelengkan kepala seakan tidak mengerti.
"Eh, iya. Kok enggak dihukum?" Kata Ayu.
"Guru BK angkat tangan kali. Kai dihukum malah kesenengan." Tebak Stella yang terdengar ngasal.
"Kai kayaknya butuh pawang."
"Lo pikir dia ular apa?" Kataku sambil memutar bola mata malas. Kenapa orang-orang memandang Kai jelek?
"Mirip-mirip. Dia sama liarnya."
"Mana ada yang mau sama orang yang modelannya kaya Kai?" Aku tertohok. Stella sering kali membuatku tersudut.