[ SUDAH TAMAT, TAPI DIMOHON UNTUK TETAP VOTE YA ]
Ini tentang Kai, Kailanza Ryder Shankara. Si mawar hitam. Cantik, namun mencekik. Ia berduri, ia menyakiti. Manusia baik yang badjingan. Kalimatnya manis, semanis racun yang membunuhku tanpa ampun.
...
Masih panjang. Tarik napas dalam-dalam kembali ...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
★★★★★
"Rora nanti dateng."
"Ya udah, kamu temui dia, kamu minta maaf sama dia dan berikan ini sebagai gaji yang layak." Sebuah uang berbalut amplop cokelat kuulurkan. "Kayaknya ini sebenernya kurang, karena kamu manfaatin dia lama banget."
Aku memaksa Kai untuk membuat keputusan. Dia berada dalam bahaya, memilih melepaskan Aurora atau membiarkan aku saja yang pergi—meski sebenarnya itu sulit, tapi aku akan belajar.
Dan pilihan Kai jatuh untuk melepaskan seseorang yang katanya 'tidak begitu penting'.
"Iya, iya. Nanti transfer aja kurangannya." Kai mengangguk-angguk saja meski membuat Kai harus mengeluarkan uang yang cukup banyak, tapi sepertinya ini bukan masalah untuk Kai. "Kamu jangan cuekin aku lagi ya?" Pinta Kai, tangannya melayang hendak mengusap rambutku tapi aku belum sudi.
"Engga cuek." Aku mundur satu langkah.
"Cuek, buktinya kamu enggak mau aku peluk." Dia merengut lagi.
"Mana mau dipeluk sama cowok brengsek!" Aku membuang muka kasar. Helaan napas lelah keluar dari bibir Kai yang ranum.
"KAII! YUHUU!"
Suara itu.
"Dia bisa masuk?"
"Dia punya kunci rumahku. Lebih tepatnya, dia bikin duplikat kunci rumahku, Diam-diam tentunya."
Astaga, agak ngeri ya bund.
Kai turun ke lantai satu, sedangkan aku mengawasi dari lantai dia. Ketika Kai mengajak Aurora untuk ke ruang tamu, bergegas aku berlari menuju ruang keluarga agar bisa menguping dan sedikit mengintip.
"Ra, gue mau ngomong sesuatu. Sini duduk."
Kulihat Aurora duduk. "Ada apa?" Senyumannya tak jua luntur, dia terus menatap Kai dengan penuh puja dan itu membuatku ingin mencolok kedua bola matanya!
"Ra, ini uang. Buat gaji lo selama ini, karena udah mau bantu promosi—"
"Gue enggak nerima." Penolakan yang sangat tegas. Wajah Aurora bahkan langsung suram dan datar, tidak ada lagi senyum.
"Kenapa?"
"Karena gue ngelakuin ini bukan dengan niat kerja, Kai!"
"Ra, maaf-maaf aja nih ya, selama ini gue cuma manfaatin lo doang." Lah, jujur banget nih orang. Emang brengsek. "Dan kini gue sadar gue salah, jadi, gue mau lo pergi dari sini—"
"Gue tau. Gue tau lo cuma manfaatin gue doang. Gue tau, Kai! Tapi gue enggak bisa pergi, meski gue mau!"