💚31. Kenapa Kita? Kenapa Kamu?
★★★★★
Tidak ada siapa pun di rumah, tentu saja karena aku pulang lebih cepat sebab aku membolos ekstrakurikuler musik. Aku bergegas mandi dan berdandan, berpenampilan semenarik mungkin agar Kai tidak merasa rugi jalan denganku.
Bel pintu terdengar, aku mengintip dari jendela dan langsung mendapati Kai yang berdiri di luar gerbang dengan kemeja putihnya.
"Lagi-lagi putih." Tebakanku tepat, karena aku bisa merasa couple dengan Kai sekarang.
Aku tampil menggunakan outer putih dan rok mocca. Sekilas tampak cocok dengan Kai.
Kai tersenyum ketika aku membuka gerbang dan menguncinya dari luar. "Udah izin Mama sama Ayah?" Tanyanya seraya meraih rambutku dan memainkannya.
"Udah."
Kai mengangkat ujung rambutku dan menciumnya. "Wangi." Aku tertawa mendengar pujiannya.
"Ayok, filmnya bentar lagi mulai."
Aku mengangguk. Kupeluk Kai dari belakang, punggungnya terasa kokoh dan hangat. Aku tersenyum, kunikmati setiap tetes detik yang terus mengalir deras. Andaikan aku bisa menghentikan waktu, aku ingin terus seperti ini, bersama Kai, memeluknya, menikmati hangat punggungnya, dan tentu aroma parfumnya yang memabukkan.
Tapi aku tidak bisa menghentikan waktu. Segalanya memang akan berakhir. Buktinya, meski aku berharap aku tidak akan melepaskan pelukan itu, aku tetap harus menjauhkan tanganku dari tubuhnya.
"Ayok, masuk. Malah bengong." Kai merangkul pundakku hangat, dia mengajakku melewati pintu masuk mall yang luas.
Udara dingin menyambut, membuat rasa khawatir itu sedikit mengecil. Aku mengangkat kepala, menatap Kai yang lebih tinggi dariku.
Aku tidak peduli apa pun. Yang kutahu Kai ada disampingku sekarang dan aku harus menikmati setiap detik yang ada. Aku tidak boleh memikirkan Aurora yang bahkan wujudnya tidak pernah aku lihat, dia hanyalah suatu kekhawatiran palsu yang membuat hatiku menjadi menggelap.
Sore ini, aku hanya akan jadi gadis paling bahagia di dunia.
Kini, aku sudah duduk di atas kursi merah yang berjejer panjang menghadap sebuah layar besar. Kai ada di sampingku, duduk di sana sambil memainkan ponselnya. Aku mengeluarkan ponsel, menyalakan kamera, mengajak Kai berselfie bersama dan dia rela. Dia tersenyum manis sekali.
"Aku posting ini di instagram, boleh?" Aku menunjukkan foto yang baru saja kujepret.
"Kenapa kaki? Kalau mau post yang selfie tadi juga enggak papa." Dia mengacak puncak kepalaku.
Senyum Kai tadi begitu manis. Aku tidak rela untuk berbagi. "Pengen yang ini aja."
"Ya, silahkan." Aku tersenyum dan memposting foto kaki yang kuambil tadi dengan hati berdebar. Bagaimana tidak, Kai tidak henti memainkan rambutku, mengusapnya, dan bahkan menghirup aromanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐚𝐧𝐠 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐮𝐫𝐮 𝐒𝐞𝐧𝐣𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐚𝐤 𝐒𝐞𝐭𝐢𝐚 ✓
Ficção Adolescente[ SUDAH TAMAT, TAPI DIMOHON UNTUK TETAP VOTE YA ] Ini tentang Kai, Kailanza Ryder Shankara. Si mawar hitam. Cantik, namun mencekik. Ia berduri, ia menyakiti. Manusia baik yang badjingan. Kalimatnya manis, semanis racun yang membunuhku tanpa ampun. ...